Banner v.2
Banner v.1

Bumbu Giling Laris Manis, Antrean Panjang Jadi Cerita Tradisi

Bumbu Giling Laris Manis, Antrean Panjang Jadi Cerita Tradisi

Penjualan pedagang giling Pasar Banjarnegara meningkat 200 persen.-Pujud Andriastanto/Radar Banyumas-

“Sudah biasa ramai tiap tahun, tapi tetap saja kaget kalau lihat antrean. Bisa sampai tiga hari setelah Idul Adha tetap laris. Orang-orang datang bawa daging, langsung ke sini cari bumbu. Enggak sempat bikin sendiri di rumah, apalagi yang kerja,” katanya.

Suasana pasar pun seperti menari. Di antara aroma segar dari daging kurban dan tajamnya rempah-rempah yang digiling, ada cerita-cerita kecil tentang kesibukan, kebersamaan, dan kepraktisan.

BACA JUGA:Gotong Royong Gelar Lapak Sarapan Gratis, Sokong Ekonomi Lokal dan Selamatkan Perut Keroncongan

Suliah, seorang ibu rumah tangga asal Kecamatan Bawang, datang pagi-pagi demi mendapat bumbu rendang favorit keluarganya. Ia membawa dua kantong plastik kosong dan secarik daftar belanja yang tergenggam erat.

“Lebih praktis saja. Saya enggak biasa ngulek bumbu sendiri. Ini beli bumbu rendang untuk masak daging kurban besok. Tadi antre sebentar, tapi ya enggak masalah. Toh hasilnya enak dan cepat,” ucapnya sembari tersenyum.

Apa yang dilakukan Suliah menjadi potret dari perubahan zaman. Bumbu giling kini bukan hanya alternatif, tapi kebutuhan. Di tengah kehidupan serba cepat, banyak orang memilih efisiensi tanpa mengorbankan cita rasa.

Bumbu giling menjadi penyelamat. Ia bukan sekadar bahan masakan, tapi jembatan antara tradisi dan modernitas. Dari lapak ke dapur, dari adonan bumbu ke semangkuk rendang hangat yang disajikan di meja makan keluarga.

Pasar Induk Banjarnegara hari itu bukan hanya menjadi tempat transaksi. Ia menjelma menjadi ruang di mana tradisi dihidupkan kembali dalam aroma dan rasa. Bukan hanya tentang jual beli, tapi tentang bagaimana orang-orang menjaga semangat Lebaran Kurban, bahkan melalui hal-hal sederhana seperti mengantre bumbu.

Tahun ini, aroma rendang yang memenuhi pasar menjadi lebih dari sekadar penanda musim kurban. Ia menjadi simbol ketekunan, kesabaran, dan cara masyarakat menjaga warisan rasa dengan cara mereka sendiri, sederhana tapi bermakna.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait