RPATA Bintang Baru di Akhir Tahun 2023

RPATA Bintang Baru di Akhir Tahun 2023

Haiban Syadad, S.E, M.M. Kepala Seksi Pencairan Dana Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Purwokerto-KPPN Purwokerto untuk Radarmas-

oleh: Haiban Syadad, S.E, M.M. Kepala Seksi Pencairan Dana Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Purwokerto

Tahun 2023, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Purwokerto selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) mengelola APBN sebesar Rp.6.412.159.216.000, yang terdistribusi kedalam 72 Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang meliputi 18 Kementerian Negara/Lembaga dan meliputi 2 Pemerintah Daerah, yaitu Pemda Banyumas dan Pemda Purbalingga. Dari pagu DIPA sebesar Rp.6.415.585.780.000, terdiri dari belanja pegawai sebesar Rp. 1.260.903.857.000, belanja barang Rp.890.059.535.000, belanja modal sebesar Rp.291.703.802 belanja bantuan sosial sebesar Rp.12.300.200.000, belanja transfer ke Daerah sebesar Rp. 3.960.618.386.000.

Adapun realisasi belanja sampai dengan minggu ketiga bulan Desember 2023 adalah sebesar Rp.6.227.347.024.544(97.07%), dengan rincian untuk realisasi belanja pegawai Rp. 1.258.975.570.694(99.85%), realisasi belanja barang sebesar Rp. 787.718.875.088 (88.50%), realisasi belanja modal Rp. 237.136.307.469 (81.29%), realisasi belanja bantuan sosial Rp.12.145.507.500 (98.74%), dan realisasi penyaluran dana transfer ke daerah sebesar Rp. 3.931.370.763.793 (99.26%).


Berkenaan dengan pelaksanaan anggaran tahun 2023, ada hal yang menarik perhatian di tahun 2023 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu adanya mekanisme Rekening Penampungan Akhir Tahun 2023 (RPATA). Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan nomor PER-10/PB/2023 tentang Langkah-Langkah Akhir tahun 2023, disebutkan bahwa untuk pekerjaan kontraktual yang periode penyelesaiannya atau Berita Serah Terima Barang (BAST) yang berakhir antara tanggal 21 sampai dengan 31 Desember 2023 menggunakan mekanisme RPATA.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 210/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN, disebutkan bahwa mekanisme pembayaran dalam pelaksanaan anggaran menggunakan mekanisme Uang Persediaan (UP) dan mekanisme Pembayaran Langsung (LS). Prinsip mekanisme penggunaan uang persediaan adalah digunakan untuk membiayai operasional sehari-hari satuan kerja dan pengeluaran yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pembayaran langsung (LS) baik secara tunai maupun non tunai. Adapun besaran dari uang persediaan yang dipegang atau dikelola oleh seorang bendahara pengeluaran satuan kerja adalah 1/12 dari pagu jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan uang pesediaan dan maksimal sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Adapun jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan mekanisme uang persediaan adalah belanja barang, belanja modal dan belanja lain-lain. Untuk tata cara penggunaannya dilakukan secara revolving yaitu uang persediaan yang telah digunakan paling sedikit 50% dan dilakukan paling sedikit sekali dalam sebulan untuk diganti dan diisi kembali untuk selanjutnya digunakan kembali sampai dengan akhir tahun dan jika sampai dengan akhir tahun terdapat sisa uang persediaan yang tidak habis maka harus disetorkan ke kas negara. Dalam penggunaan uang persediaan diatur bahwa pembayaran untuk satu rekanan maksimal bisa dibayarkan Rp. 200 juta. Sebagai bentuk dari modernisasi pembayaran, uang persediaanpun mengalami revolusi yaitu dikenal adanya uang persediaan Kartu Kredit Pemerintah (UP KKP) dan uang persediaan tunai (UP Tunai).

Adapun prinsip dari mekanisme pembayaran dengan menggunakan LS adalah pembayaran dilakukan langsung kepada penerima pembayaran, tanpa melalui bendahara pengeluaran satker dengan tujuan pembayaran adalah kepada aparatur negara (PNS) seperti pembayaran gaji, uang makan, tunjangan kinerja, pembayaran lembur, pembayaran honor dan sebagainya. Disamping kepada aparatur negara, mekanisme LS juga digunakan untuk pembayaran kepada pihak lain seperti perseorangan, kelompok masyarakat, Lembaga pemerintah, Lembaga non pemerintah, organisasi internasional dan atau badan usaha sebagai bentuk imbalan atas barang dan atau jasa yang digunakan/dibeli oleh pemerintah. Pengecualian dari mekanisme tujuan pembayaran LS yang tidak bisa dibayarkan langsung ke penerima dapat dilakukan lewat bendahara pengeluaran untuk pembayaran honorarium perjalanan dinas atas dasar surat keputusan (SK), belanja pegawai kepada pegawai negeri sipil, pejabat negara dan/atau pejabat lainnya setelah mendapat persetujuan dari BUN. Mekanisme LS juga bisa dibayarkan lewat Bank/Pos atau Lembaga keuangan bukan bank seperti untuk penyaluran belanja bantuan social dan belanja Banper sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku.

Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu prinsip pembayaran yang diatur dalam UU Perbendaharaan Negara adalah pembayaran atas beban APBN tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima, sehingga pembayaran pada akhir tahun anggaran sebelum barang/jasa diterima, dilakukan dengan menggunakan jaminan (bank garansi). Mekanisme Bank Garansi meskipun sudah dilaksanakan cukup lama dan telah dilakukan berbagai penyempurnaan, namun belum dapat menghilangkan risiko timbulnya kerugian negara.  Oleh karena itu, melalui PMK Nomor 109 tahun 2023 dilakukan penyempurnaan tata cara pembayaran pada akhir tahun anggaran pada saat prestasi pekerjaan belum diterima dimana penggunaan bank garansi, digantikan dengan mekanisme Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran (RPATA).

Adapun definisi RPATA sendiri adalah rekening lain-lain milik Bendahara Umum Negara (BUN) untuk menampung dana atas penyelesaian pekerjaan yag direncanakan untuk diserahterimakan di antara batas akhir pengajuan tagihan kepada negara sampai dengan tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan dan pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akkhir tahun anggaran yang penyelesaiannya diberikan kesempatan untuk dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya. Jadi, satuan kerja yang masih mempunyai sisa pekerjaan yang belum selesai sampai dengan akhir tahun anggaran 2023 tidak perlu lagi menggunakan atau melampirkan jaminan bank atas pekerjaan yang belum selesai, satker hanya cukup pembuat Surat Perintah Membayar (SPM) penampungan sebesar sisa pekerjaan yang belum selesai sampai dengan akhir tahun anggaran. SPM penampungan sendiri berupa transfer uang dari rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke rekening penampungan sebesar sisa pekerjaan yang belum selesai sebagai pengganti bank garansi. Pembayaran kepada pihak ketiga/rekanan dilakukan pada saat pekerjaan itu selesai yang dibuktikan dengan adanya Berita Acara Serah Terima Barang/pekerjaan (BAST), yaitu antara tanggal 21 sampai dengan tanggal 31 Desember 2023. Sebagai Tindakan akhir atas mekanisme RPATA, satker membuat SPM Penihilan atas realisasi dari SPM Pembayaran, dan jika masih ada sisa maka harus disetorkan ke kas negara sebesar selisih antara SPM penampungan dan SPM Pembayaran. Jika dalam perjalannya setelah dibuatkan SPM Penampungan ternyata tidak ada realisasi pembayaran, maka dibuatkan SPM penihilan sebesar nilai SPM Penampungan ditambah denda atas pekerjaan yang tidak selesai.

Pada saat dilakukan inventariasi data RPATA awal bulan Desember 2023, jumlah kontrak sebanyak 110 kontrak dengan nilai sebesar Rp.46.736.884.207 dengan nilai realisasi kontrak sebesar Rp.4.218.677.929, kemudian sampai dengan minggu ketiga bulan Desember 2023, jumlah SPM Penampungan yang diterima oleh KPPN Purwokerto sebanyak 39 kontrak dengan nilai total kontrak sebesar Rp. 18.275.333.079 dan realisasinya sebesar Rp. 937.466.051. Adapun jumlah kontrak yang menggunakan RPATA sebanyak 20 kontrak dengan nilai proyeksi sebesar Rp.5.384.794.653. Perubahan ini terjadi dengan terbitnya nota dinas Dirjen Perbendaharaan nomor ND-10/PB/2023, yang salah satu ketentuannya adalah untuk sisa pekerjaan yang belum selesai dan nilainya di bawah 50 juta maka bisa dibayarkan dengan mekanisme langsung dengan melampirkan SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak) tanpa harus menggunakan mekanisme RPATA, sehingga sisa kontrak yang nilainya di bawah 50 juta banyak dilakukan dengan pembayaran langsung pada periode awal Desember sampai dengan 20 Desember 2023.

Dalam PMK 109 tahun 2023 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran atas Pekerjaan Yang Belum Diselesaikan Pada Akhir Tahun Anggaran, untuk pekerjaan yang belum selesai sampai dengan akhir tahun 2023 diberi kesempatan untuk bisa dilanjutkan di tahun 2024 maksimal 2 kali dengan paling lama 90 hari kalender, sepanjang:

a) berdasarkan penelitian PPK, Penyedia diyakini akan mampumenyelesaikan keseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan 90 hari kalender;

b) Penyedia sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan dinyatakan dengan surat pernyataan di kertas bermaterai dengan  kesanggupan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lama 90 hari kalender dan bersedia untuk dikenakan denda keterlambatan atas pekerjaan yang tidak selesai tepat waktu sesuai dengan kontrak perjanjian yang telah ditandatangani kedua belah pihak.

Dari beberapa aturan baru terkait dengan eksekusi pelaksanaan anggaran di akhir tahun 2023 dengan penerapan RPATA, terdapat ketentuan tambahan sebagai bentuk disiplin anggaran yaitu pengenaan sanksi, dengan ketentuan sebagai berikut:

a) KPPN memberikan pemberitahuan kepada satker setelah 5 hari terbit SP2D Penampungan dan atau SP2D pembayaran,

b) Apabila satker tidak membuat SPM Penihilan dan 3 hari setelah pemberitahuan satker masih belum mengajukan SPM Penihilan maka KPPN di tahun 2024 akan menolak semua SPM kecuali SPM belanja pegawai, SPM LS pihak ketiga dan SPM Pengembalian.

Dari bahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penerapan mekanisme RPATA adalah untuk mengganti bank garansi atas pekerjaan yang dibayarkan sebelum pekerjaan itu selesai (BAST). Perlakuan untuk pekerjaan atau kontrak yang belum selesai sampai dengan akhir tahun 2023, satker tidak perlu melampirkan jaminan bank tetapi diganti dengan menggunakan mekanisme RPATA, khusus untuk retensi/jaminan pemeliharaan maka masih disyaratkan untuk melampirkan bank garansi/asuransi.  Manfaat lain dari RPATA adalah untuk  menjaga  prinsip periodisitas anggaran dan prinsip pembayaran dilakukan setelah barang/jasa diterima.  KPPN dan satker tidak perlu harus menatausahakan bank garansi lagi sebagai dokumen jaminan atas pekerjaan yang belum selesai.  Penyedia barang/jasa terbebaskan dari beban pembuatan bank garansi. Selain itu terdapat potensi penerimaan PNBP dari pengelolaan RPATA.  Pembayaran melalui rekening penampungan lebih mencerminkan belanja negara yang efektif dan pengelolaan kas Negara yang efisien dan prudent dan sejalan dengan visi DJPb. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: