Pendidikan Inklusi Butuh Guru Pendamping Khusus

Pendidikan Inklusi Butuh Guru Pendamping Khusus

PURWOKERTO-Persoalan pendidikan inklusi di sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif masih menemui persoalan. Masalah tersebut diantaranya seperti kekurangan Guru Pendamping Khusus (GPK). Hal ini terjadi di SD Negeri 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan. Dari sebanyak 253 anak, 54 diantaranya merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Meski begitu, dari 54 anak, SD Negeri 1 Tanjung hanya memiliki 5 GPK. Menurut Kepala Sekolah SDN 1 Tanjung, Slamet S Spd, hal ini menurutnya masih belum ideal. "Idealnya sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif ada salah satu guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) nya, namun hingga saat ini, sekolah kami seluruh GPK hanya wiyata bakti," jelasnya. Hal ini menurutnya menjadi kendala, pasalnya para guru wiyata bakti (WB) tersebut tidak mengenyam Pendidikan Luar Biasa (PLB). Selain itu, di sekolahnya pendidikan inklusi juga dilakukan secara klasikal dan privat. Dijelaskannya, metode klasikal yakni para BK tersebut dibarengkan pembelajarannya dengan siswa reguler. Dalam metode klasikal ini, siswa didampingi satu guru dan satu GPK. "Kalau dalamm klasikal ini kami menggunakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP adalah pegangan seorang guru dalam mengajar di dalam kelas. RPP dibuat oleh guru untuk membantunya dalam mengajar agar sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada hari tersebut," katanya. Namun jika ABK tersebut mengalami ketertinggalan dalam pelajaran, akan diikutkan dengan kelas privat. Di kelas privat tersebut, rombongan ABK akan didampingi satu GPK dan menggunakan Program Pembelajaran Individu (PPI). "Jadi di sini satu GPK bisa menangani dua hingga tiga rombel. Padahal idealnya satu rombel satu GPK," jelasnya. Di sisi lain, GPK yang saat ini bertugas di SDN 1 Tanjung hanya guru wiyata bakti yang tidak memiliki kompetensi bidang penanganan ABK. Salah satu GPK, Fuad Azis Hermawan mengatakan ia mengalami kesulitan saat menangani siswa ABK. Pasalnya dirinya hanya guru WB yang secara otodidak menangani siswa ABK. "Harapan kami ada salah sau guru GPK PNS saja yang bekerja di sini yang sudah sudah memiliki kualifikasi Pendidikan Luar biasa (PLB). Kalau ada satu guru saja paling tidak ada yang lebih tahu dan dapat mengkoordinir GPK lainnya. Karena kami di sini juga hanya otodidak saja," jelasnya. Dari pantauan Radarmas, Senin (25/9) kemarin, beberapa siswa ABK yang tertinggal dalam mengerjakan soal Ujuan Tangah Semester (UTS) di kelas reguler juga harus dipindah ke ruang khusus ABK. Siswa tersebut juga selalu didampingi GPK yang membimbingnya. "Kalau tidak didampingi tidak akan bisa mengerjakan soal, karena kebanyakan di sini slowner atau lambat," jelasnya. (ali)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: