Perjuangan Panjang Ani Kasanah Agar Resmi Menjadi Anang Sutomo: Jelang Operasi Ketiga, Baru Ingat Belum Punya

Perjuangan Panjang Ani Kasanah Agar Resmi Menjadi Anang Sutomo: Jelang Operasi Ketiga, Baru Ingat Belum Punya

BARU SEMPAT MENGURUS: Anang Sutomo dan ibunya, Tutik, menunjukkan akta kelahiran. Sepulang dari operasi kedua, Anang Sutomo mengisi hari-harinya sebagaimana umumnya remaja lelaki di desanya. Namun, jadwal operasi ketiga yang molor dari empat bulan menjadi hampir lima tahun merampas fisik dan rasa percaya dirinya. https://radarbanyumas.co.id/kelamin-waria-atau-transgender-tertera-di-ktp-ini-kata-kemendagri/ RASA lega dan puas Anang Sutomo setelah menjalani dua kali operasi penyempurnaan alat kelamin di RSUD dr Soetomo tidak berlangsung lama. Sebab, dia diminta pulang ke Kediri dulu menunggu panggilan dari rumah sakit untuk operasi tahap ketiga. ”Menunggu hasil operasi kedua benar-benar kuat untuk operasi ketiga. Sambil menunggu dokternya yang sedang berada di luar negeri,” jelas Fatimah, bulik Anang Sutomo, bercerita saat mendampingi Anang. Pada 20 Mei 2016 itu, Anang yang didampingi Tutik, ibu, dan Lilik Alfiyah, kakaknya, pulang dengan dijemput tim Jawa Pos Radar Kediri. Beberapa hari berikutnya, Ani Kasanah yang telah menjadi Anang Sutomo sudah menjalani kehidupan sehari-hari sebagai laki-laki di tempat tinggalnya: Dusun Tunggul, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen. Dia mengikuti salat Jumat dan bekerja membantu ayahnya, Setu, berladang. Sampai akhirnya, pada 18 Januari 2021, ditemani tetangganya, Anang mendatangi kantor Jawa Pos Radar Kediri. Tubuhnya terlihat lebih kurus. Rasa percaya dirinya menguap. Antusiasmenya tidak tampak lagi. Anang menyampaikan kabar tidak terduga. ”Sampai sekarang, saya tidak menerima panggilan operasi,” ucapnya sambil menahan tangis. Padahal, dari operasi kedua, jadwalnya semestinya paling lama empat bulan. Ternyata panggilan tidak juga diterimanya hingga hampir lima tahun. Karena itu, dia memutuskan untuk mencari bantuan. Akhirnya, setelah melakukan berbagai upaya, kabar baik pun diterima Anang. Operasi lanjutan di tahap ketiga bisa dilakukan di RSUD Kabupaten Kediri (RSKK) oleh dokter spesialis urologi Dodo Wikanto. Bahkan, operasi itu bisa dijadwalkan pada Februari. ”Seneng banget, Mbak. Tidak perlu ke Surabaya,” tuturnya. Rupanya, masih lekat di ingatan Anang, bagaimana bibi dan ibunya harus bolak-balik ke Surabaya hingga menyewa rumah kos berbulan-bulan menunggui dia operasi dan kontrol. Setiap pergi ke Surabaya, mereka harus berangkat pada pukul 02.00 dengan naik angkutan umum. ”Kasihan ibu,” kata Anang. Sayangnya, untuk menjalani operasi, Anang terganjal administrasi. Usia Anang sudah menginjak 21 tahun. Namun, dia sama sekali tidak memiliki kartu identitas pribadi untuk administrasi pelaksanaan operasi. Tak putus asa, Anang dengan dibantu Jawa Pos Radar Kediri mulai mengurus kartu identitas pribadi. Sampai akhirnya, hari itu, 27 Januari 2021 menjadi hari bersejarah bagi Ani Kasanah atau Anang Sutomo. Sejak malam, Anang susah tidur. Tidak sabar menunggu pagi. Pukul 07.00, Anang sudah siap dengan pakaian rapi. Mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana gelap. Disusul Pak Modin atau Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat (Kaur Kesra) Desa Selopanggung Masturi Rohmatulloh, Anang menuju kantor Kecamatan Semen. Tinggal di lereng Gunung Wilis, puluhan kilometer dari pusat kota, Anang harus menempuh jalan berkelok-kelok dari rumah menuju kantor kecamatan. Begitu sampai, Anang langsung menjalani pengambilan foto untuk kartu tanda penduduk (KTP). Ya, hari itu, Anang akan mendapatkan kartu identitas pribadi tersebut untuk kali pertama. Benar-benar kali pertama. Pada usianya 21 tahun. ”Selama ini tidak pernah mengurus. Malas,” ucap Anang. Kegalauan Anang beralasan. Sebab, dia masih berstatus perempuan. Padahal, dia sudah mendapat kepastian berjenis kelamin laki-laki. Alasan lainnya adalah biaya. Tidak memiliki kendaraan serta tinggal di daerah pegunungan membuat dia menunda keinginan memiliki kartu identitas. Tak butuh waktu lama Anang mendapatkan KTP pertamanya itu. Dibantu perangkat desa serta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Kediri. Kelegaan pun terpancar pada wajahnya. Meski, tatap penuh pertanyaan terlihat saat petugas melihat fisik Anang dengan identitas jenis kelamin yang diajukan untuk KTP. ”Sudah biasa (dilihat aneh, Red),” ucap Anang lirih. KTP inilah yang menjadi bekal Anang untuk mengurus operasi tahap ketiga. Sebab, berbeda dengan dua operasi sebelumnya, saat masih berusia 17 tahun, Anang cukup menggunakan surat keterangan orang tua. Kini, karena usianya sudah dewasa, Anang harus memiliki kartu identitas pribadi untuk mengurus administrasi. Bukan hanya KTP, Anang juga harus menyiapkan akta kelahiran. Yang ternyata juga tidak dimilikinya. Khusus akta, Anang memerlukannya untuk mengurus sidang ganti jenis kelamin. Sang ibu, Tutik, merasa menyesal tidak bisa mengurus akta kelahiran untuk Anang begitu anak bungsu di antara tiga bersaudara itu lahir. ”Waktu itu ndak ada biaya,” ungkap Tutik ke jawapos. Memang, kondisi ekonomi keluarga Anang terhitung di bawah sejahtera. Saat ini bahkan kian parah. Pendapatan sehari-hari hanya mengandalkan hasil kerja serabutan Tutik. Setu, ayah Anang, sudah dua tahun terakhir sakit sehingga tidak bisa bekerja berat. Anang pun hanya bekerja di bengkel bersama kerabatnya dengan upah seadanya. Berbekal dengan kartu identitas itulah, tindakan medis terhadap Anang bisa dilanjutkan. Operasi ketiga dijadwalkan pada 7 Februari. Pengecekan dilakukan dokter. Awalnya, dokter Dodo mengecek fisik Anang yang benar-benar memiliki postur laki-laki. Bahkan, dia melihat jakun di leher Anang yang ternyata memang benar-benar ada. Setelah diagnosis disampaikan Dodo, remaja lulusan SMP itu perlu menjalani tiga operasi. Yaitu, penurunan testis sebelah kanan (orchidoplasty), penyatuan skrotum yang terbelah (repair skrotum), dan ketiga pembuatan saluran kencing dari uretra sampai penis (urethroplasty). ”Juga perlu melengkapi proses lainnya,” kata Dodo. (*/c14/ttg/ilh/JP)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: