Sejarah Freeport dan Sistem Bagi Hasilnya dengan Indonesia

BACA JUGA:Maroef Sjamsuddin Mundur dari Freeport

Meskipun awalnya menciptakan peluang ekonomi bagi Indonesia, skema ini juga memunculkan berbagai kontroversi terkait ketidaksetaraan bagi hasil yang dihasilkan.

Freeport memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi Indonesia melalui pembayaran pajak, royalti, dan dividen.

Mereka juga menciptakan lapangan kerja dan menyumbang pada pembangunan infrastruktur di sekitar wilayah operasional mereka.

Namun, ketidaksetaraan bagi hasil yang diduga merugikan pemerintah Indonesia telah menjadi sumber ketidakpuasan dan kontroversi.

BACA JUGA:Pendapatan Daerah dari Retribusi di Banyumas Sudah Tercapai 88 Persen

BACA JUGA:Uji KIR Gratis di Purbalingga, Diprediksi Pacu Jumlah Kendaraan Uji

Selain itu pada operasi pertambangan, terutama di wilayah yang ekosistemnya sangat sensitif seperti Papua, selalu menyebabkan isu-isu lingkungan.

Freeport dihadapkan pada tuduhan merusak lingkungan sekitar, termasuk masalah terkait limbah pertambangan, deforestasi, dan dampak terhadap keanekaragaman hayati.

Seiring berjalannya waktu, pemerintah Indonesia telah mencoba untuk merenegoisasi perjanjian dengan Freeport agar lebih menguntungkan bagi negara.

Pada tahun 2018, pemerintah dan Freeport mencapai kesepakatan penting yang melibatkan pembelian saham mayoritas oleh perusahaan pertambangan negara, PT Inalum.

BACA JUGA:Hujan dan Angin Kencang, Pohon di TPU Kedawung, Cilacap Tumbang

BACA JUGA:Cuaca Ekstrem di Banyumas, 16 Desa Terendam Banjir dan 11 Titik Terjadi Longsor

Meskipun demikian, isu-isu terkait pembagian hasil masih menjadi perdebatan. Keterlibatan Freeport juga menghadirkan isu-isu hak asasi manusia dan dampak sosial.

Sebagai respons terhadap kritik dan tekanan publik, Freeport dan perusahaan tambang lainnya semakin menyadari pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan.

Sumber: