Umbul Ingas Terus Diperebutkan Pemkab Klaten dengan Pemkot Solo, Sampai Kini Masih Buntu

Umbul Ingas Terus Diperebutkan Pemkab Klaten dengan Pemkot Solo, Sampai Kini Masih Buntu

VITAL: Sumber mata air Umbul Ingas yang dimanfaatkan untuk kebutuhan air bersih Kota Solo dan objek wisata OMAC. (ANGGA PURENDA/RADAR SOLO) KLATEN – Sengketa antara Pemkab Klaten dan Pemkot Solo terkait aset Umbul Ingas di Desa Cokro, Kecamatan Tulung seperti tak berujung. Masing-masing pihak mengaku memiliki bukti kuat kepemilikan. Seperti diungkapkan Pemerintah Desa Cokro. Mereka memiliki buku bondo desa setelah masa kemerdekaan serta masuk dalam peta yang diukur dengan stempel TNI-AD pada 1939. Tetapi sertifikat lahan Umbul Ingas yang menyatakan milik Pemdes Cokro, hingga saat ini belum terbit. “Sudah diperjuangkan selama 31 tahun. Tetapi terganjal karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) Klaten menganggap ada sengketa karena ada pengajuan dari dua instansi yang berbeda, yakni Pemdes Cokro dan PDAM Kota Solo,” jelas Kepala Desa (Kades) Cokro Heru Budi Santosa. Ditambahkannya, pada Agustus 2020, Desa Cokro mengajukan permohonan dan kelengkapan pendaftaran tanah pada lahan Umbul Ingas. Pengukuran lahan juga telah dilakukan. Tapi, proses penyertifikatan berjalan di tempat. “Saya tidak tahu pengajuan yang dari Solo itu apakah juga di BPN Klaten atau provinsi. Tetapi selama PDAM Kota Solo mengambil air di Umbul Ingas tidak ada kontribusinya sama sekali ke desa. Apalagi mereka juga tidak izin ke desa,” terang Heru. Lebih lanjut diungkapkan kades, dalam arsip yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) tertulis pada 1904 disebutkan bahwa Umbul Ingas memiliki kadar pH tinggi. Hal itu membuat raja-raja dari Keraton Surakarta memanfaatkan sumber mata air setempat hingga akhirnya dikelola PDAM Kota Solo sampai saat ini. “Tapi kan seharusnya (rujukannya) yang tercatat dalam arsip bukan waktu pemerintahan Hindia Belanda. Apalagi setelah Belanda kalah dari Jepang dan akhirnya Indonesia merdeka lantas tercatat dalam bondo desa setelah masa kemerdekaan. Di dalam peta yang diukur TNI-AD juga tak tertulis itu milik keraton, hanya bertuliskan umbul pengairan,” urai dia. Apabila penguasaan zaman kerajaan yang menjadi dasar, Heru mempertanyakan balik mengapa saat Kerajaan Majapahit juga tidak mengklaim daerah bekas kekuasaannya saat ini. Menurutnya, dua bukti yang dimiliki desa begitu kuat, apalagi letaknya di Desa Cokro. “Kami mengharapkan Umbul Ingas ini menjadi aset Pemerintah Desa Cokro secara sah dengan harapan bisa meningkatkan pendapatan asli desa (PADes). Kalau pada akhirnya menjadi aset Desa Cokro, kami tetap melakukan kerja sama dengan PDAM Kota Solo. Tapi kami minta untuk diukur ulang debit air yang diambil setiap harinya agar desa juga tidak dirugikan,” ucapnya. https://radarbanyumas.co.id/temui-gibran-di-solo-giring-dorong-pilgub-dki-tapi-pilgub-jateng-juga-oke/ Sekretaris Fraksi PKS DPRD Klaten Widodo mendorong agar Umbul Ingas menjadi aset milik Pemerintah Desa Cokro. Meski jika fakta sejarah dijadikan dasar kepemilikan aset, tapi nyatanya lokasi Umbul Ingas berada di Desa Cokro yang airnya dinikmati masyarakat Kota Solo. “Kami mendorong Pemkab Klaten dan Pemkot Solo bisa duduk bersama. Perlu adanya kesepakatan bersama dan bisa menjadi entry point kerja sama antara Klaten dan Solo, tidak hanya di air saja,” tutur anggota Komisi II DPRD Klaten tersebut. (ren/wa/ria/radarsolo/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: