Tak Mau Rugi, Stok BBM Kosong

Tak Mau Rugi, Stok BBM Kosong

Hari Ini Dijanjikan Normal JAKARTA - Masyarakat harusnya bisa merasakan harga baru bahan bakar minyak (BBM) terutama premium dan solar sejak Selasa (5/1). Namun, harga bensin yang lebih murah tidak bisa dirasakan semua orang dengan lancar. Sebab, beberapa SPBU kehabisan stok dan tutup lebih cepat. Fenomena itu hampir terjadi di seluruh wilayah dengan jumlah beragam. Bukan karena stok dari PT Pertamina (Persero) selaku penyedia kehabisan stok bahan bakar. Melainkan, karena beberapa pengusaha SPBU tidak mau rugi menjual bensin lebih murah dari harga kulakan. Jadinya, stok yang sudah menipis langsung habis begitu dijual lebih murah. Seperti diketahui, sejak kemarin berlaku harga baru untuk premium yakni Rp 7.050 per liter (luar Jamali Rp 6.950 per liter) dan solar Rp 5.650 per liter. Masalah muncul karena saat memesan lagi, butuh waktu untuk pengiriman. Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang pada Jawa Pos mengatakan, produk yang banyak kosong adalah premium dan solar. Maklum, dua bahan bakar itu masih menjadi favorit dan konsumennya paling tinggi dibanding jenis lainnya. "Malam ini (semalam, Red) sudah kami amankan," ujarnya. Cepat habisnya stok SPBU juga dikarenakan perilaku konsumen yang sengaja tidak mengisi bensin sampai kemarin. Informasi penurunan harga premium dan solar sejak jauh hari membuat konsumen punya kesempatan untuk mengosongkan tangki bensinnya. Jadinya, bisa dipenuhi dengan harga yang lebih murah. Selain itu, beberapa pengusaha SPBU enggan segera kulakan menyetok bahan bakar karena sudah tidak boleh membeli dari Pertamina sejak H-2 harga baru. Aturan yang dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu membuat pengusaha hanya bisa beli pasokan BBM tepat pada hari H. "Selisihnya terlalu besar, dan tidak ada lagi keringanan untuk kulakan pada H-2. Beginilah akibatnya,"  jelasnya. Dulu, mekanisme pembelian H-2 sangat mengurangi kerugian pengusaha. Sebab, pengusaha sudah beli bensin harga baru, tapi masih menjual di harga lama yang lebih mahal. Pertamina, sebenarnya sudah mengeluarkan kebijakan khusus bagi para pengusaha yang belum ada duit untuk membeli stok BBM. Caranya dengan memberikan kredit dan bisa langsung dikirim sejak Selasa dini hari. "Tapi nggak ngejar karena mobil tangki tidak bertambah banyak (terbatas, Red)," terangnya. Sejak banyaknya laporan soal SPBU yang kosong bahkan tutup, direksi yang akrab disapa Abe itu berjanji segera membereskan. Tim sudah siap bekerja selama 24 jam untuk memastikan semua SPBU sudah memiliki stok baru. "Hari ini (kemarin, Red) beroperasi penuh sampai semuanya normal," katanya. Terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Hiswana Migas wilayah DKI Jakarta, Jawa barat dan Banten Juan Tarigan mengakui ada SPBU yang seperti itu. Menurutnya, langkah yang dilakukan untuk menghabiskan jatah terlebih dahulu karena pada dasarnya pengusaha tidak mau merugi. Meski demikian, dia menyebut sikap itu tidak mencerminkan seluruh pengusaha SPBU. Sebelum berlakunya harga baru, dia menyebut pimpinan pusat Hiswana Migas sudah mengirimkan surat untuk mengantisipasi. "Kami ini sebenarnya bukan pengusaha murni, karena ada penugasan untuk menjaga distribusi BBM," katanya. Jadi, kalau harus merugi tidak bisa dihindari. Seperti saat ini kata Juan, seluruh harga BBM mulai premium, solar, pertalite, pertamax series, sampai elpiji ikut turun. Saat ini, dia menyebut para pengusaha sedang menunggu kebijakan Pertamina yang katanya siap memberi kompensasi. Contoh lain dari kesiapan pengusaha menanggung rugi adalah dari skema awal penurunan BBM. Seperti diketahui, saat Dana Ketahanan Energi (DKE) akan diambil dari tiap liter premium dan solar penurunannya tidak banyak. Premium direncanakan jadi Rp 7.250 per liter di Jamali, dan solar Rp 5.950 per liter. "Kalau masih diambang marjin, kami tidak mendapat kompensasi," terangnya. Saat itu, batasan mendapat kompensasi adalah, penurunan premium turun tidak lebih dari Rp 150 per liter. Sedangkan Solar, sekitar Rp 270 per liter. Jika lebih dari itu, maka pengusaha akan diberi kompensasi oleh Pertamina. Selain itu, yang memberatkan pengusaha SPBU saat ini adalah aturan dari Kemenkeu. Larangan boleh kulakan bensin H-2 dari penerapan harga baru sangatlah membantu mengurangi kerugian. "Sekarang tidak boleh karena ada perbedaan pajak, Kemenkeu keberatan," katanya. Dia lantas menjelaskan, perbedaan pajak itu muncul karena keuntungan yang didapat saat kulakan harga baru tapi jual harga lama. Protes pengusaha disebutnya memunculkan opsi kompensasi. "Kami yakin Pertamina dan pemerintah tidak akan membuat kami tersungkur. Apalagi, saat semua harga turun," harapnya. Sementara itu, harga BBM tanpa adanya pungutan untuk Dana Ketahanan Energi (DKE) bisa jadi tidak berlangsung lama. Sebab, Menteri ESDM Sudirman Said masih ingin menjalankan program pungutan dari setiap liter bahan bakar yang terjual ke masyarakat. Kemarin, Sudirman menjelaskan, Rapat Kabinet Terbatas pada Senin (4/1) memang sudah mengeluarkan keputusan untuk menunda pengumpulan DKE. Tetapi, penundaan menurutnya bukan berarti pembatalan.         "Penundaan itu memberi kesempatan kepada semua pihak untuk terus memyempurnakan persiapan," terang mantan Dirut PT Pindad itu. Beberapa hal yang masih perlu dimatangkan adalah, soal landasan hukum pungutan DKE yang lebih kuat. Lantas, mempersiapkan kelembagaan pengelola dan, mekanisme penghimpunan dan pemanfaatan, sampai komunikasi yang lebih luas dengan stakeholders. Berapa lama prosesnya? dia tidak menjelaskan secara rinci. Mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) Fahmy Radhi berharap agar penundaan itu menjadi pembatalan. Sebab, manisnya hanya terasa saat harga BBM diturunkan pemerintah. Tetapi, kebijakan itu makin menyiksa masyarakat ketik harganya naik. Sebab, masyarakat masih harus "membantu pemerintah mengumpulkan DKE. Pengamat Hukum Sumber Daya Alam sekaligus Pengajar FH Universitas Tarumanagara Jakarta Ahmad Redi menambahkan, kegaduhan soal DKE yang dimunculkan Sudirman Said tidak perlu terjadi kalau tidak sekedar melempar wacana. "Harus ada cost benefit analysis yang mumpuni sebelum merilis kebijakan ke public supaya resistensi bisa diminimilisir," terangnya. Menurutnya, jahat kalau pemerintah mempermainkan rakyat dengan sasaran kebijakan baru. Sebagai dosen fakultas hukum, dia tahu betul Pasal 30 UU 30/2007 tentang Energi tidak sempurna dijadikan landasan.(dim/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: