Pagelaran “Nyawiji” di Gedung Soetedja, Ingin Ubah Persepsi Ebeg

Pagelaran “Nyawiji” di Gedung Soetedja, Ingin Ubah Persepsi Ebeg

Pegiat seni di Kabupaten Banyumas yang tergabung dalam Graha Mustika (Gramus) berkolaborasi, menggelar pertunjukan di Gedung Soetedja Purwokerto, Sabtu malam (14/12/2024).-DIMAS PRABOWO/RADARMAS-

PURWOKERTO, RADARBANYUMAS.CO.ID- Para pegiat seni yang tergabung dalam Graha Mustika (Gramus) sukses menyelenggarakan pertunjukan seni bertajuk "Nyawiji: Ebeg Mbangun Khayangan" di Gedung Soetedja Purwokerto, Sabtu malam (14/12/2024). 

Pagelaran yang diikuti puluhan seniman ini mengusung misi mulia, yaitu melestarikan seni tradisional Banyumas sekaligus mengubah persepsi masyarakat terhadap kesenian ebeg atau kuda lumping.

Pertunjukan ini menghadirkan pengalaman baru dengan menyajikan ebeg di ruang tertutup, jauh dari kesan mistis yang selama ini melekat. 

Tanpa adegan kesurupan atau janturan, ebeg kali ini tampil sebagai karya seni yang estetis, dengan koreografi yang gagah dan musikalisasi yang memukau. 

BACA JUGA:Intip Koleksi Mobil Mewah Komedian Senior, Sule yang Konon Katanya Sudah di Jual Semua, Benarkah?

Ketua Panitia Penyelenggara, David Okta Nugraha, menegaskan bahwa upaya ini bertujuan untuk memperkenalkan ebeg sebagai kesenian yang layak tampil di berbagai tempat, mulai dari hotel hingga bandara.

“Kenapa kita pilih indoor? Karena kita ingin menunjukkan bahwa seni itu penuh dengan ekspresi, bukan sekadar mess culture (budaya yang ditonton banyak orang). Dengan koreografi dan musik yang tertata, ebeg menjadi lebih elegan dan layak disaksikan secara langsung di ruang tertutup,” ujar David.

David juga ingin mengubah persepsi masyarakat dengan pertunjukan ebeg. Ia menyoroti tantangan utama ebeg yang selama ini sering dipandang sebelah mata karena kental dengan unsur mistis. 

Melalui pagelaran ini, ia berharap dapat mengubah cara pandang masyarakat dan menjadikan ebeg sebagai kesenian yang lebih inklusif.

BACA JUGA:Persibas Banyumas Bertekad Ikuti Liga 3 Meski Terbatas Anggaran, Buka Seleksi Tim Yunior dan Senior

“Kami ingin pure budaya, tanpa janturan. Dengan kemasan seperti ini, kami ingin tahu respons dari masyarakat, Forkompimda, dan pelaku usaha, apakah ebeg bisa diterima sebagai seni yang modern dan berkelas,” jelasnya.

David juga menambahkan bahwa transformasi ebeg sangat penting untuk menjadikannya lebih fleksibel. Kedepannya, ebeg harus bisa tampil di ruang-ruang kecil, seperti lobby hotel atau restoran. 

"Ini bisa menjadi daya tarik untuk menyambut wisatawan," imbuhnya.

Namun, tantangan lainnya adalah minimnya ruang berekspresi bagi seniman di Banyumas. Menurut David, keterbatasan fasilitas seperti Gedung Soetedja yang harus disewa dan kurangnya ruang terbuka publik menghambat para seniman untuk berkarya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: