MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan

MUI:  Gafatar Sesat dan Menyesatkan

[caption id="attachment_97720" align="aligncenter" width="100%"]Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin (kedua kanan) bersama Ketua Komisi Fatwa Hasanuddin AF (kedua kiri), Ketua Bidang Fatwa Khuzaenah T Yonggo (kiri) dan Sekertaris Komisi Fatwa Asrorun Niam menunjukan draft tentang fatwa organisasi Gafatar di Jakarta, Rabu (3/2/2016). MUI menyatakan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat karena merupakan metamorfosis dari aliran Al Qiyadah-Al Islamiyah yang telah dinyatakan sesat dan Gafatar menganggap Ahmad Musadeq sebagai nabi terakhir. FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin (kedua kanan) bersama Ketua Komisi Fatwa Hasanuddin AF (kedua kiri), Ketua Bidang Fatwa Khuzaenah T Yonggo (kiri) dan Sekertaris Komisi Fatwa Asrorun Niam menunjukan draft tentang fatwa organisasi Gafatar di Jakarta, Rabu (3/2/2016). MUI menyatakan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat karena merupakan metamorfosis dari aliran Al Qiyadah-Al Islamiyah yang telah dinyatakan sesat dan Gafatar menganggap Ahmad Musadeq sebagai nabi terakhir. FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS[/caption] Eks Gafatar Jangan Dijauhi dan Dihakimi JAKARTA- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat akhirnya mengeluarkan fatwa bahwa Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat dan menyesatkan. Meski begitu fatwa ini tidak boleh dijadikan landasan bagi masyarakat untuk main hakim sendiri. Masyarakat tetap diminta menerima para eks Gafatar sebagai saudara sebangsa. Ketua MUI Pusat Ma’ruf Amin menyampaikan langsung fatwa tersebut. Dia didampingi Ketua MUI bidang fatwa Prof Huzaimah Tohido  Yanggo, Ketua Komisi Fatwa MUI Prof  Hasanuddin, dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh. Fatwa itu diputuskan setelah rapat marathon sejak Selasa (2/2) lalu. "Selasa (2/2) kemarin kami mengundang pengurus Gafatar. Tetapi mereka tidak datang,"  kata Ma’ruf. Menurut dia, keputusan fatwa MUI selama ini ditunggu-tunggu banyak pihak. Mulai dari masyarakat umum sampai penegak hukum. Dia mengakui bahwa penggodokan fatwa apakah Gafatar itu sesat atau bukan, sedikit lambat. Alasannya adalah tim MUI melakukan penelitian lapangan ke sejumlah tempat. Selain di Kalimantan Barat, Aceh, juga di Sumatera, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu mengatakan fatwa MUI memutuskan bahwa faham atau aliran yang dianut Gafatar itu sesat dan menyesatkan.  Ma’ruf lantas membeber sejumlah alasannya. Seperti aliran Gafatar merupakan reinkarnasi dari Al Qiyadah Al Islamiyah. "Qiyadah Islamiyah sendiri sudah ditetapkan sesat pada 2007 lalu," katanya. Sebelum menjadi Gafatar, aliran Al Qiyadah Al Islamiyah itu berubah menjadi Millah Abraham (MA). Kelompok ini menamakan diri menjadi Komunitas Millah Abraham (Komar). Ajaran MA ini adalah mengoplos ajaran Islam, Kristen, dan Yahudi. Ma’ruf menegaskan ajaran MA ini juga sesat karena mencampur-campur agama. Kemudian juga mengartikan serta menafsirkan dalil-dalil Alquran versi mereka sendiri. Kemudian dari Komar ini muncul nama Gafatar. Ma’ruf menuturkan di Gafatar Ahmad Mussadeq ditetapkan sebagai guru spiritualnya. Terhadap orang-orang yang sebelumnya meyakini keyakinan Gafatar, menurut Ma’ruf sudah bisa disebut murtad dari Islam. Kalau mau masuk Islam kembali, dilakukan proses pertobatan. Sementara bagi pengikut yang sekadar ikut saja, tetapi selama ini masih meyakini Islam, diimbau tidak dekat-dekat lagi dengan aliran Gafatar. Ulama kelahiran Tangerang, 11 Maret 1943 itu menjelaskan fatwa sesat dan menyesatkan ini bukan lantas menjadi dasar bagi umat Islam untuk main hakim sendiri. "Urusan hukum bagi para eks Gafatar, menyerahkan ke penegak hukum atau pemerintah," tegasnya. Dia menyatakan umat Islam dan masyarakat secara umum diimbau untuk tetap menerima para eks Gafatar itu sebagai saudara. Masyarakat bersama pemerintah diharapkan saling membantu untuk mendampingi dan membimbing para eks Gafatar itu. Menurutnya MUI tetap berhak menjatuhkan fatwa kepada Gafatar. Sebab dari bukti-bukti di lapangan, MUI menemukan bahwa Gafatar menggunakan dalil-dalil Alquran. Bahkan untuk doktrinasi Millah Abraham, juga sesekali mereka menggunakan dalil-dalil Alquran. Sementara itu, Pakar Agama Indonesia Al Makin sangat menyayangkan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Pusat. Dosen Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta tersebut menilai bahwa keputusan dari MUI bakal menimbulkan dampak yang buruk bagai para eks-Gafatar. Padahal, dampak tersebut terjadi berulang-ulang pada sejarah Indonesia. "Menurut saya, keputusan dari MUI pusat kurang bijak. Sebab, keputusan untuk melabeli mereka sebagai orang sesat bisa menjadi justifikasi bagi kelompok konservatif untuk menyerang dan menekan kaum-kaum minoritas," ujarnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin (3/2). Dia menjelaskan, saat ini kaum mayoritas terutama garis keras cenderung tak menerima adanya perbedaan. Karena itu, sikap memojokkan kaum minoritas sudah hampir pasti dilakukan. Fatwa dari pimpinan agama atau lembaga agama bakal semakin menguatkan sikap tersebut. "Mereka menyatakan bahwa masyarakat tidak boleh menghakimi meski sudah ada fatwa sesat. Tapi kenapa diberi label sesat seakan-akan juga ikut menghakimi? Dengan label ini, imbauan untuk tak menyerang pun saya ragu akan efektif. Itu sudah terlihat dari kasus Lia Eden, Ahmadiyyah, hingga Syi’ah," terangnya. Lebih hebatnya, fatwa tersebut seakan-akan menjadi regulasi hukum positif. Dalam kasus-kasus kekerasan terhadap agama minoritas, Makin seringkali menemukan pihak pelaku penyerangan tak diproses hukum. Bahkan, terdapat beberapa kasus dimana korban yang diserang justru diberi status tersangka. "Apalagi dalam fatwa itu ada ajakan untuk bertobat. Pasti ada oknum garis keras yang melacak dan menyerang mereka dengan alasan ingi menobatkan. Seakan-akan mengoreksi klaim Indonesia sebagai negara muslim yang ramah. Padahal, proses tobat yang dipaksakan ke mereka hanyalah formalitas," ungkapnya. Dia berharap, pemerintah bisa mengerti esensi negara plural dimana berbagai elemen masyarakat tinggal. Jika pemerintah atau mayoritas berusaha menyeragamkan ritual agar sama persis, maka status negara ritual sama sekali tak akan dicapai. "Harusnya masyarakat bertindak secara hukum positif saja. Urusan ritual itu urusan mereka dengan tuhan. Beda lagi kalau membunuh atau mencuri. Itu bisa diproses dengan hukum yang ada. Saya sebenarnya juga tidak setuju dengan UU PNPS nomor 1 tentang penistaan agama. Regulasi itu sudah lama disoroti sebagai tidak relevan. Bahkan almarhum Gus Dur sendiri yang menyoroti," jelasnya. Kabag Analisa dan Evaluasi Bareskrim Mabes Polri Kombespol Hadi Ramdani menjelaskan, fatwa MUI yang menyebut bahwa Gafatar itu sesat menjadi petunjuk untuk penyidik Bareskrim. Sehingga, penyelidikan kasus Gafatar bisa lebih kuat. "Jadi pertimbangan untuk kasus dugaan penodaan agama tersebut," terangnya. Fatwa MUI ini tentu akan dikaji dengan berbagai bukti di lapangan. Dengan melakukan gelar perkara dalam pekan ini, maka akan ada keputusan pasti. "Kami ini bicara hukum, harus ada fakta perbuatan dan saksi yang dihadirkan," terangnya. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Agus Rianto menjelaskan, arah penyelidikan kasus dugaan penodaan agama oleh Gafatar ini bisa berkembang. Bila, ditemukan bukti pendukung, tentunya bisa mengarah pada unsur lainnya. Seperti, makar atau membuat negara. "Bergantung bukti yang ada ya," ujarnya. Informasi yang beredar selama ini, bahwa Gafatar berencana membuat negara itu perlu ditelusuri. Dengan adanya rangkaian adanya kepengurusan seperti gubernur dan lainnya. "Namun, belum tentu informasi itu valid. Semua harus dibuktikan ya," paparnya. Dia menjelaskan, semua pihak diharapkan tenang terkait Gafatar. Kepolisian sedang menanganinya, sehingga jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti pembakaran yang sebelumnya. "Kami akan bekerja dengan cepat," tuturnya. Sementara itu, Menag Lukman Hakim Saifuddin memastikan perlakuan pemerintah terhadap pengikut Gafatar tidak akan berubah. Mereka tetap diperlakukan sama dengan warga lainnya "Pengikut Gafatar tetap harus kita ayomi, dibina, dan dilindungi hak-haknya," ujarnya di kompleks Istana Presiden kemarin (3/2). Saat ini, yang perlu dibangun adalah pendekatan yang empatik agar mereka bisa kembali memegang pokok-pokok ajaran agama yang dinilai tidak menyesatkan. Disinggung mengenai potensi pengusiran kembali, Menag menyatakan hal itu sangat terkait dengan persoalan sosial dan hukum. Maka, harus dilihat kasus demi kasus. Apabila ada pelanggaran hukum, maka aparat penegak hukum yang akan bertindak. "Tapi intinya, kami mengimbau masyarakat bisa menerima kembali mereka, jangan main hakim sendiri," lanjutnya. Sehingga, para pengikut Gafatar bisa berbaur tidak hanya ke keluarga masing-masing, namun juga ke masyarakat. Dia menuturkan, Fatwa MUI bertujuan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat, bahwa paham yang dianut Gafatar bertolak belakang dengan pokok-pokok ajaran agama Islam. Masyarakat berhak mengetahui agar tidak terpengaruh dengan paham tersebut. Sebaliknya, masyarakat ikut tergerak membina pengikut Gafatar. Kemenag mengklasifikasi Gafatar dalam tiga tingkatan. Pertama adalah ideologi, yang memiliki keyakinan kuat, lalu kelompok kedua adalah penyebar ideologi, dan ketiga adalah pengikut yang mungkin terpengaruh. Maka, pendekatan yang dilakukan juga akan berbeda. (wan/bil/idr/byu/end)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: