Tradisi Sungkeman, Bagian Budaya Indonesia Yang Berasal Dari Surakarta

Tradisi Sungkeman, Bagian Budaya Indonesia Yang Berasal Dari Surakarta

Tradisi Sungkeman, Bagian Budaya Indonesia Yang Berasal Dari Surakarta!-puromangkunegaraan.com-

RADARBANYUMAS.DISWAY.ID - Sungkeman merupakan suatu tradisi yang umumnya dilakukan setelah pelaksanaan salat Idulfitri atau lebaran tiba.

Pada saat ini, anggota keluarga yang lebih muda secara simbolis menunjukkan penghormatan dan rasa hormatnya.

Dengan cara bersimpuh, mencium tangan, serta meminta maaf kepada anggota keluarga yang lebih tua.

Sungkeman juga merupakan unsur penting dalam tradisi pernikahan yang dilakukan sebagai tanda memohon restu dari orang tua.

BACA JUGA:Grebeg Maulud Solo, Perpaduan Budaya dan Agama

BACA JUGA:Pasar Gede Harjonagoro, Wisata Budaya dan Kuliner Solo

Sungkeman ini erat kaitannya dengan warisan tradisi dan budaya yang berasal dari budaya Jawa yang kental. 

Seiring berjalannya waktu, sungkeman tetap menjadi suatu tradisi yang dijaga dan dilestarikan hingga saat ini.

Tradisi sungkeman diartikan sebagai bentuk penghormatan dan ungkapan terima kasih kepada orang tua.

Asal - Usul Tradisi Sungkeman

Tradisi sungkem dapat dianggap sebagai hasil akulturasi atau perpaduan antara budaya Jawa dan agama Islam, yang pada masa lalu telah dilakukan secara luas oleh para tokoh agama.

BACA JUGA:Pura Mangkunegaran, Wisata Sejarah dan Kebudayaan Jawa

BACA JUGA:Berwisata Budaya Di Keraton Surakarta Hadiningrat!

Tradisi sungkeman diyakini sudah ada sejak masa pemerintahan Mangkunegara I, yang dikenal pula dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. 

Mangkunegara I memperkenalkan adat sungkeman ini pada saat perayaan Idulfitri telah tiba.

Pada saat itu Pangeran Sambernyawa menyelenggarakan suatu pertemuan bersama raja, punggawa, dan prajurit secara serentak di balai istana.

Organisasi-organisasi Islam pada saat itu kemudian mulai mengadopsi apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa.

BACA JUGA:Serba-Serbi Tradisi Sekaten, Perayaan Budaya dan Agama Masyrakat Solo!

BACA JUGA:Rekomendasi Destinasi Wisata Alam dan Budaya di Bali yang Luar Biasa Indah

Hingga saat ini, tradisi sungkeman tetap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya masyarakat Indonesia. 

Tradisi sungkeman lebaran dimulai dengan langkah orang yang lebih muda memohon restu dan meminta maaf kepada yang lebih tua.

Makna Tradisi Sungkeman

Maksud tujuan dari pelaksanaan tradisi sungkem pada Hari Raya Idul Fitri tidak hanya sebagai bentuk penghormatan.

Tetapi juga sebagai ekspresi permohonan maaf, yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah "nyuwun ngapura".

BACA JUGA:5 Alat Musik Tradisional Jawa Tengah, Yang Masuk Kedalam Warisan Budaya Indonesia.

BACA JUGA:Rekomendasi Destinasi Wisata di Banyuwangi untuk Menikmati Keindahan Alam dan Budaya

Kata "ngapura" diduga memiliki asal-usul dari bahasa Arab "ghafura" yang artinya tempat atau pintu pengampunan. 

Makna dari tradisi sungkem pada Hari Raya Lebaran melibatkan ekspresi penyesalan dan permintaan maaf atas segala perbuatan buruk yang mungkin pernah dilakukan terhadap orang tua.

Tradisi sungkeman membawa pada pemahaman bahwa melalui gestur ini, hubungan antara generasi yang lebih tua dan yang lebih muda dapat diperbaiki.

Karena istilah "sungkem" dapat diartikan dari bahasa Jawa yang memiliki arti sujud atau lambang dari penghormatan dan pengakuan rasa bakti.

BACA JUGA:Tari Aplang, Pesona Seni Budaya Banjarnegara

BACA JUGA:Daya Tarik Tari Megat Megot, Pesona Budaya Cilacap

Ritual sungkeman adalah ekspresi tanggapan rasa terima kasih yang diungkapkan oleh seorang anak. 

Sebagai tanda penghargaan kepada orang tua yang telah berjasa dalam proses kelahiran dan pembesaran dirinya.

Dengan melakukan tindakan rendah hati kepada generasi yang lebih tua, tradisi sungkeman membawa berbagai makna positif.

Seperti tanda penghormatan, alat untuk mengembangkan kerendahan hati, menciptakan etika sopan santun, dan mengatasi sifat egois.

BACA JUGA:Sejarah Budaya Cowongan di Cilacap, Ritual Meminta Hujan

BACA JUGA:Budaya Sakral! Kirab Kebo Bule di Keraton Solo, Malam 1 Suro

Maka dari itu, tradisi sungkem dianggap sebagai suatu praktik yang harus dijaga kelestarianya.

Hal ini disebabkan oleh peran sungkem sebagai manifestasi etika sopan santun dan bentuk penghormatan terhadap orang tua.

Melalui ritual sungkeman ini, diharapkan mampu memperbaiki hubungan yang mungkin telah mengalami keretakan.

Sungkeman dianggap sebagai alat penyembuhan dari rasa sakit hati dan sebagai cara untuk memulihkan rasa kepercayaan. (aef/*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: