Terdakwa Korupsi Dana Eks PNPM Kedungbanteng Keberatan Dakwaan JPU Pengadilan Tipikor Semarang

Terdakwa Korupsi Dana Eks PNPM Kedungbanteng Keberatan Dakwaan JPU Pengadilan Tipikor Semarang

Kuasa hukum terdakwa dan rekannya saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (29/3). Aan Rohaeni untuk Radarmas--

SEMARANG, RADARBANYUMAS.CO.ID- Ida (50), Terdakwa dugaan kasus penyalahgunaan dana eks PNPM Mandiri Pedesaan di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto. 

Ida (50), direktur utama PT LKM Kedungmas menyatakan keberatan saat sidang yang dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pindana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (29/3) kemarin. 

Pernyataan keberatan itu disampaikan melalui Aan Rohaeni, kuasa hukumnya pada sidang lanjutan yang di pimpin oleh majelis hakim Kukuh Kalinggo Yuwono. Setelah sebelumnya dilaksanakan sidang perdana dengan anggeda pembacaan dakwaan JPU, pada Selasa (21/3) lalu. 

Penasehat hukum terdakwa, Aan Rohaeni mengatakan, dalam esepsinya terdakwa menyatakan surat dakwaan JPU dianggap tidak cermat dan keliru membangun konstruksi yuridis.

Ia melanjutkan, terkait kapasitas hukum atau kedudukan hukum (legal standing), hubungan hukum dan perbuatan hukum yang dilakukan terdakwa keberatan. Berikutnya, soal kedudukan panduan teknis operasional (PTO) sebagai dasar JPU untuk mengukur perbuatan melawan hukum dalam Pengelolaan dana bergulir masyarakat eks PNPM MP di Kecamatan Kedungbanteng.

"PT LKM ini sahamnya milik publik dari 14 kepala desa di Kedungbanteng, dan ini tidak ada kerugian, termasuk yang didakwakan ke klien kami. Dia kan mewakili perseoraan, harusnya juga tidak ditahan. Jadi JPU mengangap salah karena ini dikelola badan hukum, yang masih berpegang pada PTO, padahal PTO bukan dasar hukum dan sudah tidak berlaku," ungkapnya. 

Pada surat dakwaan JPU menganggap aturan PTO masih berlaku. Padahal PTO ini dasarnya adalah surat edaran Menkokesra (sebagai acuan internal bukan sebagai dasar hukum, red). 

Lalu Aan juga menerangkan, Pemerintah saat ini, masih menerapkan model PT, seperti di Jawa Timur, yang mengelola eks dana PNPM memakai PT LKM. Sementara  versi jaksa, pengelolaan memakai UPK, bukan badan hukum seperti PT, yayasan maupun perkumpulan. 

Sementara, terkait dengan kerugian negara yang dituduhkan JPU, menurutnya, itu bukan uang negara, namun uang masyarakat atau dana bergulir. Kemudian pihaknya juga keberatan atas saksi ahli yang dihadirkan dari auditor Inspektorat Kabupaten Banyumas.

"Di Indonesia yang boleh mendeklair atas kerugian negara adalah BPK. Inspektorat boleh menghitung, tapi tidak boleh mendeklair ada temuan kerugian negara. Saksi ahli harusnya dari BPK, bukan inspektorat. Ini juga kami menyatakan keberatan," sambungnya.

Aan menganggap, harusnya yang ditangani jaksa adalah mengajukan pembubaran PT LKM Kedungmas. 

"Bukan mempersoalkan pengelolaan dana eks PNPM MP.  Karena sudah ada aturan yang baru sebagai pegangan, yakni Permendes  Nomor 15 tahun 2021," ungkapnya. 

Dalam aturan peraliha itu, diberi waktu dua tahun untuk penyesuaian atau pembubaran, jika Dana Bergulir Masyarakat (DBM) eks PNPM MP dikelola oleh  lembaga model lain seperti PT LKM Kedungmas.

"Yang lebih penting itu bubarkan dulu PT-nya, bukan pidananya. Kalau upayanya pembubaran kan uang (eks PNPM MP) bisa diserahkan ke Bumdes  masyarakat," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: