Memaknai Bulan Ramadhan dengan Kegembiraan
--
Oleh : Eri Nugroho (Guru Sekolah Dasar UMP)
KAMU MUSLIMIN, perlu kita sepakati bahwa nilai bulan ramadhan bukanlah tentang rutinitas tahunan biasa. Namun, bulan ramadhan ini merupakan sebuah karunia yang Allah berikan kepada hambaNya, yang didalamnya banyak terdapat keutamaan-keutamaan ibadah. Ibadah pada bulan ramadhan ini berutujuan untuk mengantarkan manusia menjadi pribadi la allakum tattaqun (menjadi orang yang bertaqwa). Dengan kata lain, bulan ini merupakan sebuah ‘olah jiwa tahunan’ atau bulan dimana kita di tempa, dilatih dan dibentuk untuk melahirkan diri kita yang semakin bersih, serta suci secara lahir dan batin.
Orientasi ibadah pada bulan ramadhan ini supaya kaum muslimin menjadi pribadi yang bertaqwa, baik taqwa secara individu maupun sosial. Oleh karena itu, bulan ramadhan perlu dimaknai dengan benar, agar pada bulan ramadhan ini, agar kita mempraktekan dan mendapatkan nilai taqwa. Kaum muslimin, dalam membentuk dan mempraktekan nilai taqwa tentu membutuhkan waktu, butuh konsistensi dan penghayatan terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Maka dari itu, agar bisa menjadi pribadi bertaqwa perlu sekiranya kita sebagai hamba memaknai dan menghayati setiap karunia yang Allah berikan dengan benar, agar karunia yang Allah datangkan untuk kita tidaklah sia sia. Berikut ini, ada beberapa hal bagaimana seharusnya kita memaknai karunia Allah berupa bulan ramadhan.
Pertama, adalah dengan bergembira. Allah katakan dalam QS. Yunus ayat 58 Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” Dikatakan bahwa segala kurnia dan rahmat yang Allah berikan itu lebih baik dari yang lain, dari harta yang dikumpulkan, dan dari sesuatu yang mereka capai. Maka bergembiralah, bersuka citalah tampakanlah wajah gembira atas karunia dan rahmat yang Allah berikan. Bulan ramadhan ini, seharusnya dimaknai oleh kaum muslimin dengan kegembiraan.
Kedua, Bentuk kegembiraan. Kita memang dianjurkan untuk menampakkan kebahagiaan dan wajah yang ceria ketika mendapatkan karuniaNya. Walaupun demikian, bukan berarti kaum muslimin bebas melakukan apa saja, bentuk mengungkapkan kegembiraan harus sesuai pada koridor yang dibenarkan, bukan dengan perbuatan ghuluw perkara agama (berlebihan dalam ibadah tidak mengikuti tuntunan Al Quran dan Sunnah), maupun ghuluw perkara dunia misalnya berlebihan untuk mencukupi kebutuhan buka puasa diri sendiri dalam makan dan minum, sehingga menimbulkan sikap boros. Bentuk kegembiraan seharusnya mendatangkan maslahah bagi diri sendiri maupun lingkungan masyarakat sekitar.
Ketiga, Bergembira dengan semangat beribadah dibarengi sikap ittiba’. Kegembiraan yang dibarengi dengan semangat beribadah dicontohkan oleh Rasul kita, Nabi Muhammad SAW. Abdullah bin abbas Radhiyallahu anhuma berkata, Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan. Sikap dermawan tersebut merupakan bentuk dari kegembiraan dan rasa syukur kepada Allah atas karunia-Nya. Bahkan dikatakan bahwa kedermawanan nabi saat ramadhan diserupakan dengan angin yang berhembus, yang dapat berarti sikap dermawan nabi memberikan manfaat menyeluruh layaknya angin yang berhembus.
Mari kaum muslimin, kita sebarkan kegembiraan dan keceriaan bulan ramadhan ini dengan benar, agar ada korelasi positif antara kegembiraan, semangat beribadah, dan dampaknya yang melahirkan kesalehan individu dan sosial. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: