Ajak Masyarakat Awasi Siaran Televisi dan Radio, KPI Lakukan Literasi

Ajak Masyarakat Awasi Siaran Televisi dan Radio, KPI Lakukan Literasi

Serah terima cenderamata dalam kegiatan literasi yang dilakukan oleh KPI di Gedung Aswaja NU Center Banjarnegara, Sabtu (10/9/2022)-Foto Darno/Radar Banyumas -

BANJARNEGARA – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak masyarakat ikut mengawasi siaran televisi dan radio. Untuk itu, KPI memberikan literasi agar masyarakat paham dan ikut berpartisipasi mengawasi siaran.

Ketua KPI Pusat Agung Suprio mengatakan KPI merupakan lembaga yang mendapat amanah Undang-Undang untuk melakukan pengawasan siaran televisi dan radio.

“Dalam pengawasan ini ada dua hal yang dilakukan oleh KPI,” kata dia usai memberikan literasi di Gedung Aswaja NU Center Banjarnegara, Sabtu (10/9/2022).

Pertama pengawasan yang dilakukan selama 24 jam oleh 100 orang lebih untuk memantau televisi dan radio. Kedua yaitu pengawasan melalui aduan masyarakat. “Kalau masyarakat mengeluh tayangan yang tidak sesuai Pancasila bisa lapor ke KPI. Kewajiban kami sesuai Undang-Undang menindaklanjuti laporan,” tandasnya.

Dia mengatakan literasi ini dilakukan agar mendapatkan dukungan dari masyarakat dalam bentuk partisipasi masyarakat. “Ketika masyarakat menonton televisi melihat ada pemberitaan Pemilu yang tidak adil lapornya ke KPI. Ada tayangan mars partai ditayangkan terus menerus lapor ke KPI,” ungkapnya.

Anggota DPR RI FPKB Taufiq R Abdullah mengatakan fungsi pengawasan siaran televisi dan radio secara formal kelembagaan diperankan oleh KPI. Anggota KPI Pusat sembilan orang dan stafnya sekitar 250 an orang. Di tingkat provinsi ada KPI Daerah. “Artinya mereka sangat terbatas. Energi yang dimiliki terbatas anggarannya juga masih sedikit, jadi dalam pengawasannya mereka mengalami kesulitan,” paparnya.

Dengan keterbatasan yang ada, KPI melakukan literasi untuk memahamkan komponen-komponen masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam pengawasan siaran, khususnya televisi dan radio. “Apalagi ini menjelang Pemilu di saat sekarang penguasaan televisi belum sesuai idealisme. Televisi kita masih dikuasai beberapa orang saja,” ungkapnya.

Dengan kondisi ini, media televisi bisa digunakan untuk siaran-siaran yang menguntungkan secara politik bagi kelompok tertentu. “Ini kalau begini KPI kewalahan. Kalau para tokoh ulama ikut mengawasi dan menyampaikan bahwa ini tidak adil akan menjadi penguat bagi KPI melakukan fungsinya,” tuturnya.

Dikatakan, saat ini berbeda dengan Orde Baru yang hanya ada satu televisi. Sekarang televisi begitu banyak dan siarannya sangat sulit dikontrol. Ini kita sedang memperjuangkan Undang-Undang baru karena Undang-Undang kita belum mencover, belum mewadahi fungsi-fungsi pengawasan terhadap siaran selain televisi dan radio,” ungkapnya.

Padahal siaran saat ini bisa dilakukan melalui banyak media. “Undang-Undang baru akan mendefinisikan siaran. Apakah Youtube termasuk siaran? Facebook apakah masuk dalam siaran? Ini yang sedang kita godok di Komisi 1 sebagai insiatif DPR,” lanjutnya.(drn)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: