Di Semarang, Harga Kedelai Tembus Rp 17 Ribu, Perajin Tahu Mogok Jualan

Di Semarang, Harga Kedelai Tembus Rp 17 Ribu, Perajin Tahu Mogok Jualan

Para perajin tahu sudah membatasi jumlah produksi dari semula 2 ton kedelai tiap hari, kini hanya 1 ton kedelai untuk memenuhi pesanan saja. (KHAFIFAH ARINI PUTRI/JAWA POS RADAR SEMARANG) SEMARANG – Para perajin tahu tempe kian kembang kempis untuk bisa bertahan. Sebagai bentuk protes, para penjual dan perajin tahu tempe akan mogok jualan selama tiga hari. Mulai Senin (21/2) sampai dengan hari Rabu (23/2). Hal ini karena harga kedelai kian hari terus meroket tembus hingga Rp 17 ribu/kg. “Hari ini kita terakhir beroperasi membuat tahu. Besuk kami sudah libur karena dari pedagang pasar akan mogok jualan tiga hari,” ujar Nur Laela, 48, mandor pabrik tahu LS Jalan Tandang Raya, Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari. Warsiem, 61, penjual dan perajin tahu di Jalan Tandang RT 6 RW 7 berharap pemerintah lebih memperhatikan pedagang kecil. Minimal bisa menurunkan harga kedelai agar perajin tahu tempe tidak rugi terus-terusan. “Harga kedelai naik terus. Karena itu, mulai besuk penjual tahu akan mogok jualan tiga hari,” kata Warsiem,. Hal yang sama di ungkapkan oleh Agus Prasetya, 41, perajin tahu asal Temanggung yang menginginkan harga kedelai bisa turun dan stabil di harga Rp 10 ribu per kg. “Kalau harga kedelai bisa turun, kami masih bisa bertahan setidaknya diharga Rp 10 ribu per kg sudah alhamdulillah. Kalau sampai Rp 17 ribu per kg, semua perajin tahu bisa gulung tikar,” ujarnya. Pantauan Jawa Pos Radar Semarang Minggu (20/2) kemarin, perajin tahu di Jalan Tandang Raya RT 6 RW 07 masih produksi. Sejauh ini sudah berupaya melakukan sistem tambal sulam. Namun karena naiknya hingga Rp 17 ribu, para perajin berencana menaikkan harga dagangannya. Per tong yang awalnya dihargai Rp 175 ribu, akan naik Rp 20 ribu. Para perajin tahu mengaku tidak bisa membeli kedelai karena uang mereka telah habis untuk biaya produksi dan membayar karyawan. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah menjual barang yang mereka miliki serta mengurangi jumlah karyawan dan produksi tahu. “Yang bisa kami lakukan ya sistem tambal sulam. Tapi tombok terus. Mobil sudah kami jual. Tanah kami jual. Kalau nggak gitu, usaha kita nggak bisa jalan,” ujar Ngatiyem, 60, perajin tahu di Jalan Tandang. https://radarbanyumas.co.id/seratus-perajin-tempe-di-desa-pliken-kembaran-banyumas-mogok-produksi-harga-kedelai-naik/ Dulu bisa mengolah kedelai 2 ton lebih perhari. Sekarang tidak sampai 1 ton yang diolah. “Kami juga mengurangi karyawan. Semula ada 50 karyawan, sekarang sekitar 20 orang saja,” jelasnya kepada Jawa Pos Radar Semarang. Ngatiyem mengaku telah menjadi perajin tahu selama 22 tahun. Sebelum pandemi Covid-19 dalam sehari usahanya dapat mengolah 2 ton lebih kedelai untuk dijadikan tahu. Namun saat ini hanya bisa mengolah 1 ton kedelai setiap harinya. “Kedelai tiap hari naik terus, dulu hanya Rp 6 ribu per kg. Sekarang sudah sampai Rp 11 ribu. Bbahkan sudah mau naik lagi sampai Rp 17 ribu per kg. Kini kami hanya mengolah pesanan yang masuk saja,” tegasnya. (cr4/ida/radarsemarang/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: