PKL Malioboro Bersikukuh Tak Mau Pindah, Wadul ke DPRD DIJ

PKL Malioboro Bersikukuh Tak Mau Pindah, Wadul ke DPRD DIJ

WADUL: Pedagang kaki lima (PKL) Malioboro wadul Komisi B DPRD DIJ tak ingin relokasi dari lapak berdagang, Rabu (15/12). (DWI AGUS/RADAR JOGJA) JOGJA – Pedagang kaki lima (PKL) Malioboro bersikukuh tetap tak ingin pindah dari lokasi berjualan saat ini. Seluruhnya sepakat adanya penataan hanya saja tanpa memindah. Alasannya, lokasi baru dianggap tak representatif nilai ekonomi. Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Yogyakarta (APKLY) Wawan Suhendra menegaskan mayoritas PKL di kawasan Malioboro menolak relokasi. Penataan Malioboro, lanjutnya, tak harus dengan relokasi pedagang. Terlebih ciri khas Malioboro adalah pedagang dan lesehan. “Keunikan Malioboro itu (pedagang) kaki limanya. Ini perlu jadi pertimbangan pemerintah. Perlu mengubah tapi juga tidak perlu memindah,” jelasnya ditemui usai audiensi di DPRD DIJ, Rabu (15/12). Wawan juga menyinggung tentang konsep Orchad Singapura. Menurutnya konsep tersebut tidaklah tepat diterapkan di kawasan Malioboro. Ini karena Malioboro sudah memiliki ciri khas tersendiri. Sebelumnya sempat terlontar penataan kawasan Malioboro layaknya Orchad road Singapura. Menjadi kawasan pedestrian yang tertata rapi. Para pedagang tidak berjualan di kawasan pedestrian namun terpusat di satu lokasi. “Kenapa harus diubah seperti Orchad. Padahal kota lain ingin seperti Maliobori. Kalau pingin seperti itu, bisa ditempat lain, mungkin di Jalan Solo atau dimana. Sehingga Jogja nanti lengkap, punya Malioboro terus yang kayak Singapura,” katanya. Terkait penataan, Wawan meminta adanya keterlibatan akademisi. Pihaknya mengaku memiliki jaringan dengan perguruan tinggi. Khususnya yang berkompeten dalam penataan kota. Para PKL, lanjutnya, juga sudah menyampaikan uneg-uneg ke DPRD Kota Jogja dan DPRD DIJ. Hanya saja belum ada solusi atas keresahan para pedagang Malioboro. Walau begitu dia berharap ada masukan dari para wakil rakyat ke Pemkot Jogja dan Pemprov DIJ. “Relokasi itu harus representatif sementara yang sekarang tidak representatif. Itu kan tidak (layak), kayak bukan untuk PKL. Kami sepakat Malioboro indah tanpa memindah,” ujarnya. Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah DIJ Srie Nurkyatsiwi menuturkan penataan terkait Sumbu Filosofi. Diketahui bahwa Pemprov DIJ tengah mendaftarkan kawasan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya UNESCO. Hingga akhirnya berujung dengan relokasi PKL di kawasan Malioboro. Dua lokasi relokasi telah disiapkan di kawasan Malioboro. Titik pertama berada di lahan eks bioskop Indra. Dengan bangunan permanen, gedung bertingkat tersebut bisa menampung sekitar 800 PKL. “Sementara untuk yang lahan di bekas Kantor Dinas Pariwisata sifatnya non permanen. Ini karena sifatnya sementara. Kapasitasnya juga 800 PKL,” katanya. https://radarbanyumas.co.id/pkl-malioboro-akan-direlokasi-kini-tunggu-kesiapan-lokasi/ Terkait jumlah diakui olehnya tak sesuai jumlah PKL Malioboro. Berdasarkan data miliknya ada 2.376 PKL di kawasan tersebut. Hanya saja Siwi, sapaannya, mengklaim tidak semuanya tervalidasi. Alhasil akan ada pendataan bagi PKL yang tervalidasi. Terutama pedagang maupun lapak yang tercatat secara resmi. Sehingga lapak-lapak relokasi hanya bisa dipakai oleh PKL Malioboro yang sah. “Bekas lahan Dinas Pariwisata dan eks Bioskop Indra itu masing-masing menampung 800. Jumlah PKL Malioboro ada 2376, tapi masih identifikasi lagi. Itu catatan kasar masih akan verifikasi lagi,” ujarnya. (*/dwi/radarjogja/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: