Dilantik Meski Hujan Interupsi

Dilantik Meski Hujan Interupsi

Ade Komarudin Resmi Menjabat Ketua DPR RI JAKARTA- Ade Komarudin resmi menjabat sebagai Ketua DPR RI tepat di paripurna pembukaan masa sidang III periode 2015-2016. Namun, pelantikan Ade sebagai pengganti Setya Novanto itu tidak berlangsung mulus, karena diwarnai sejumlah interupsi atau keberatan dari Fraksi Partai Golongan Karya kubu Agung Laksono, dan sejumlah fraksi lain. Munculnya sejumlah interupsi terjadi sejak paripurna DPR dibuka oleh pimpinan sidang, yakni Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Dalam pernyataannya, Fahri menyatakan agenda paripurna pembukaan masa sidang hanya dua, yakni pembacaan pidato pembukaan masa sidang, serta pelantikan Ketua DPR RI yang baru, dimana diawali proses pelantikan pergantian antar waktu anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yakni Eva Kusuma Sundari dan Tuti Nusandari Roosdiono. Sebanyak 104 anggota Fraksi PDIP ijin absen tidak hadir di paripurna, karena sedang mengikuti hajatan internal Rapat Kerja Nasional (Rakernas). Isi agenda itu langsung mendapat interupsi pertama dari anggota Fraksi Partai Golkar Azhar Romli. Pendukung Agung Laksono itu mengusulkan agar proses penetapan Ketua DPR terlebih dahulu dikembalikan kepada internal Golkar.     Romli mengingatkan kondisi internal Golkar yang masih dalam kondisi vacuum of power. Selain itu, pimpinan DPR secara sepihak hanya membacakan surat penetapan Ketua DPR hanya dari kubu Aburizal, tidak dari kubu Agung. "Yang dibacakan baru satu pihak. Padahal bukan rahasia lagi bahwa Fraksi Partai Golkar vakum, karena dalam suasana konflik yang belum selesai," ujarnya, kemarin (11/1). Menurut Romli, ada baiknya jika konflik internal Partai Golkar diselesaikan dulu. Sebab, keputusan untuk melantik Ade sebagai Ketua DPR bisa berbuntut pada problem lain. "Apabila kita melanggar prosedur mekanisme, saya khawatir kebijakan yang ditandatangani pimpinan DPR akan cacat hukum. Kami minta agar khusus pelantikan Ketua DPR bisa ditunda," tandasnya. Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul juga menyampaikan interupsi. Dia meminta Fahri sebagai pimpinan sidang paripurna untuk arif dan bijaksana. Memang Golkar dan PPP adalah DPR, tapi DPR bukan hanya Golkar dan PPP yang tengah berkonflik. "Apapun partai kalau berkonflik, selesaikan dulu, jangan buat negara kita tercemar. Kita lantik PAW dulu saja, setelah itu istirahat,"tegasnya. Fahri kemudian mencoba mengklarifikasi jika kesepakatan itu sudah diambil berdasarkan persetujuan 10 fraksi di rapat pimpinan pengganti Badan Musyawarah (Bamus). Di rapat yang berfungsi menetapkan jadwal paripurna itu, Fahri menyebut bahwa 10 fraksi sudah menyetujui terkait jadwal pelantikan Ketua DPR. "Tidak ada masalah hukum dalam pelantikan Ketua DPR ini," kata Fahri mencoba meyakinkan. Fahri juga mencoba menjawab pernyataan kubu Agung, bahwa ada surat kedua terkait nama lain untuk posisi Ketua DPR. Kubu Agung menyampaikan nama Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai Ketua DPR pengganti Novanto. Namun, Fahri merasa bahwa pimpinan DPR belum menerima. Hal itu yang langsung dinterupsi anggota Fraksi Partai Golkar Dave Laksono. "Sudah ada pimpinan, kami punya bukti tanda terimanya," kata Dave yang juga putra Agung Laksono itu. Anggota Fraksi Partai Golkar Melchias Markus Mekeng mempertegas pernyataan Dave. Dia menilai jika pimpinan DPR negarawan, maka mestinya paripurna mendengarkan suara pihak lain. Dengan munculnya dua surat dari dua kubu Partai Golkar, pimpinan DPR tidak boleh berpihak. "Kami siap terima siapapun Ketua DPR, tapi harus sesuai aturan. Partai Golkar harus menyelesaikan masalah dulu," tegasnya. Giliran Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem Jhonny G Plate menyampaikan interupsi. Dia menyatakan bahwa memang benar bahwa pelantikan Ketua DPR disetujui oleh 10 fraksi. Namun, kenyataannya, rapim pengganti Bamus tidak menyampaikan hal-hal terkait penetapan Ketua DPR secara utuh. "Dalam rapat itu tidak disinggung dua surat dari Partai Golkar," kata Plate. Menurut Plate, untuk memastikan legitimasi DPR RI, sebaiknya pelantikan Ketua DPR dikembalikan ke Partai Golkar untuk dibahas lagi. Plate menilai hal ini penting untuk menjaga legalitas formal dan keabasahan setiap keputusan DPR. "Usul ini dengan memperhatikan sungguh-sungguh pandangan publik terkait perbaikan kinerja DPR," ujarnya. Sejatinya lebih banyak interupsi yang muncul dari sejumlah anggota dewan dari fraksi lain. Selain suara penolakan, ada juga suara yang meminta proses pelantikan Ade tetap dilanjutkan. Namun, paripurna DPR pasca interupsi pertama itu sudah terganggu oleh kerusakan microphone di setiap meja anggota DPR. Suara interupsi para anggota dewan terganggu oleh desisan suara mic yang mengganggu. Anehnya, hanya microphone pimpinan DPR dan mimbar sidang paripurna masih dalam kondisi baik. "Alangkah baiknya dewan tidak terganggu oleh proses politik. Kami tidak partisan, keputusan ini berdasar kajian administratif para ahli, " kata Fahri. Menutup pernyataan itu, Fahri meminta Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali untuk maju ke depan ruang sidang, mengambil sumpah jabatan Ade sebagai Ketua DPR. Dengan mic yang rusak, suara interupsi tampak tak didengar pimpinan sidang. Para anggota Fraksi Partai Golkar kubu Agung memilih walkout atas pelantikan itu. Setelah mengambil sumpah dan menandatangani SK penetapan Ketua DPR, Ade dipersilahkan menyampaikan sambutan perdana sebagai Ketua DPR. Tanpa menyinggung dinamika yang terjadi di paripurna pelantikannya, Ade langsung menyinggung pentingnya DPR melakukan evaluasi di bidang legislasi. "Legislasi kita kurang produktif," kata Ade. Menurut Ade, dirinya sebagai Ketua DPR berjanji akan mengedepankan komunikasi antar fraksi. Dengan komunikasi yang baik dan intensif, Ade yakin bahwa proses internal di DPR akan berjalan lancar tanpa ada kecurigaan. Ade juga yakin dengan komunikasi semua masalah bisa diselesaikan bersama-sama. Tak lupa, Ade juga meminta kepada semua pihak untuk mengingat jasa Novanto sebagai Ketua DPR. "Semua patut berterima kasih atas jasa Ketua DPR lalu Setya Novanto," tandasnya. Terpisah, Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto mengakui, pihaknya tidak bisa berbuat banyak terkait Pengesahan Ade Komarudin sebagai ketua DPR RI. Pasalnya sistem yang ada saat ini tidak menguntungkan PDIP. Di mana UU MD3 sejak awal telah menyandera PDIP sebagai pemenang pemilu tidak dapat mengajukan calon. "PDIP dari awal dijadikan kucing burik, gak megang ketua DPR, gak megang AKD, UU MD3 sumber utamanya," ujarnya di sela-sela Rakernas PDIP di Kemayoran, Jakarta kemarin (11/1). Oleh karenanya, kedepannya PDIP berencana merevisi UU MD3. Karena bertentangan dengan asas adil dan beradab sebagaimana tertuang dalam Pancasila. "Lah pemenang pemilu gak punya pimpinan DPR. Pemenang pemilu gak punya pimpinan AKD, lah piye," kata politisi yang menjabat Ketua DPD Jawa Tengah tersebut. (bay/far)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: