Inspirasi Muda: Tiga Mahasiswa Buka Usaha Dimsum, Modal 20 Juta, Kini Omzet Ratusan Juta

Inspirasi Muda: Tiga Mahasiswa Buka Usaha Dimsum, Modal 20 Juta, Kini Omzet Ratusan Juta

KERJA KERAS: Tiga mahasiswa pemilik "Tukuo Dimsum" outlet dimsum angkringan pertama di Indonesia berfoto didepan outlet mereka. (RYAN AGUSTIONO/RADAR SOLO) TIGA mahasiswa di salah satu universitas di Kota Solo berhasil menjadi sorotan, setelah berhasil mendirikan usaha dimsum angkringan dengan meraih omzet ratusan juta per bulannya. https://radarbanyumas.co.id/eugene-tandean-penggagas-aplikasi-pemandu-tur-digital-ubah-usaha-travel-orang-tua-sesuai-kondisi-zaman/ Menariknya, usaha yang dirintis sejak November 2020 lalu menetas menjadi (tujuh) cabang di beberapa titik Kota Solo dan Kabupaten Sukoharjo. Ketiga mahasiswa itu terdiri dari dua laki-laki, Reza Sanjaya asal Wonogiri dan Ahmad Toriqul Fatah asal Madiun dan satu perempuan bernama Dahlia asal Ampel Boyolali. Ketiganya merupakan mahasiswa D3 jurusan Manajemen Bisnis Universitas Sebelas Maret (UNS). Kegigihan dan kekompakan mereka patut diacungi jempol. Atas perjuangan mereka berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi karyawan yang di PHK di masa pandemi, terlebih mantan karyawan hotel. Rencana membuka usaha outlet dimsum yang diberi nama "Tukuo Dimsum" ini terinspirasi dari materi kuliah. Ketiganya menerapkan materi kuliah praktek simulasi bisnis yang pernah dipelajari di tempat magang masing-masing. Ide muncul setelah Toriq yang salah satu pemilik "Tukuo Dimsum" jajan di salah satu outlet dimsum terkenal di Kota Solo. Dia berhasrat untuk menyaingi dengan harga relative murah berkisar Rp. 1000, Rp. 2000, hingga Rp. 3500 untuk menarik perhatian. Mereka berniat merubah stigma masyarakat Solo, bahwa membeli dimsum tidak harus dengan harga mahal. Cukup merogoh kocek seribuan rupiah mampu untuk membeli dimsum. "Dengan modal Rp. 20 juta secara patungan, kami buka perdana di Kampus UNS pada November. Kemudian kita kembangkan outlet kedua di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tepatnya Januari, dilanjut hasil dari dua outlet kami tabung dan membuka 7 outlet sejak April," ucap Reza Sanjaya salah satu owner kepada Jawa Pos Radar Solo, Senin (15/6). Meski keadaan pandemi, mereka berani menciptakan sesuatu dengan bekal materi ekonomi di perkuliahan. Setiap hari waktu demi waktu dihabiskan untuk menciptakan peluang usaha. Perjalanannya tentunya tak semulus bayi yang baru lahir, trio ini kerapkali menemui jalanan terjal. Namun hal itu bisa mereka lalui dengan kebersamaan dan komitmen yang mereka buat bersama. Reza bercerita, proses pembuatan bahan material memang butuh waktu yang lumayan lama. Dari November 2020 sampai Januari 2021 baru bisa survive di masyarakat Solo. Mereka kerap mengganti-ganti menu dan saus demi pengembangan agar tetap bisa menggugah selera warga Solo. "Dari awal segmentasi kami mengarah ke mahasiswa. Tetapi Alhamdulillah ternyata ibu-ibu dan kalangan keluarga mulai menyukai dimsum kami," ujarnya. Ketiga owner tentu mempunyai tugas berbeda-beda, Reza memiliki tugas sebagai pembina SDM dan operasional, Toriq menjadi marketing dan SDM, sedangkan Dahlia meriset varian baru produk dan mengatur keuangan. Namun, tak jarang pula, ketiganya harus terjun ke lapangan membantu karyawan melayani konsumen. Dikarenakan outlet selalu ramai pengunjung. Yang membedakan "Tukuo Dimsum" dari penjual dimsum lainnya adalah harga. Selain harga murah, dimsum ini juga bisa dibeli secara satuan. Berbeda dari dimsum lain yang menjualnya per tiga hingga empat dimsum. Kemudian varian dimsum yang disajikan juga sangat banyak. Untuk dimsum dengan harga Rp. 1000 ada tiga varian, dimsum Rp. 2000 ada tujuh varian, dan dimsum Rp. 3500 ada sembilan varian, total ada 19 varian dimsum. "Orang tahu dimsum hanya siomay, padahal dimsum mempunyai banyak jenis seperti tahu seafood, gyoja, ayam ori, ayam sosis, keicak, ayam pedas, ekor udang, ayam sayur, bola udang, fhisiroll, vegekado, dhumpleng chesse, dan lainnya. Di tempat kami yang terlaris adalah ekado ayam dan blackpaper. Kami replikasikan semirip mungkin dengan restoran tapi harga murah," ucap Marketing Tukuo Dimsum, Toriq. Ketiganya sempat bingung memilih konsep agar ramai pengunjung. Karena dimsum murah, mereka membuat konsep angkringan bernuansa Jawa-Jepang dengan gerobak kayu dihiasi ornamen lampion jepang. Apalagi, Kota Solo sangat bersahabat dengan penjual makanan dan minuman angkringan. "Kami bermaksud mengaplikasikan dimsum dengan kearifan lokal Solo," papar Toriq. Atas kreatifitas, kerja keras tak heran omset yang mereka dapat mencapai ratusan juta per bulan. Dalam sehari, per outlet saja omzet kotornya bisa mencapau 3-4 juta per hari. Uniknya, ketiganya enggan menyediakan pelayanan online food delivery di semua outlet. Mereka dan 20 karyawan yang dimiliki mengaku kewalahan. Sebab, di outlet yang tersedia selalu ramai pembeli. Bahkan sempat di salah satu outlet kehabisan stok dalam jangka waktu satu jam karena diserbu pembeli. "Kami tetap membuka layanan online food delivery tapi hanya di UMS, tepatnya di Jalan Menco Raya, Nilagraha, Gonilan, Kartasura," ucap Dahlia. Diakuinya, awalnya mereka hanya menggunakan freezer kecil untuk mengawetkan dimsum. Namun, setelah usahanya survive, mereka membeli freezer besar dan panjang sebanyak 4-5 dan mesin cetak dimsum dengan total biaya berkisar Rp. 200 juta. Hingga saat ini, mereka masih menggali riset untuk tetap bertahan di kalangan masyarakat. Mulai dari saus dimsum dan ingin menghadirkan dimsum digoreng dan dimentai. Untuk saat ini, mereka akan mengevaluasi dengan kehadiran 7 cabang di Kota Solo dan Kabuaten Sukoharjo. Sebanyak 7 outlet ini tersebar di Jalan Surya Utama UNS, Jalan Duwet Raya UMS, Jalan Slamet Riyadi Kartasura, Alun-alun Kidul Surakarta, Jalan Songgolangit Gentan, Jalan Jaya Wijaya Mojosongo dan Gudang Dimsum di Jalan Menco Raya, Nilagraha, Gonilan, Kartasura UMS. "Kami akan terus mengevaluasi dengan 7 cabang ini apakah survive?. Jika iya, ada kemungkinan kami berencana membuka cabang di Kota Jogja dan Kota Semarang," pungkasnya.(rs/bram/fer/JPR)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: