Minta Hukuman Seumur Hidup, Freddy Tulis Surat Pertaubatan

Minta Hukuman Seumur Hidup, Freddy Tulis Surat Pertaubatan

Sidang PK Dilanjutkan Pekan Depan CILACAP- Mengenakan gamis putih dan peci hitam, terpidana mati kasus narkotika Freddy Budiman, turun dari mobil Transpas Lapas Cilacap di Pengadilan Negeri (PN) Cilacap, Rabu (25/5) pukul 09.30. Dikawal ketat belasan polisi bersenjata laras panjang Freddy menghadiri sidang perdana peninjauan kembali (PK) yang ia mohonkan. foto-BF1-Abdul-Aziz-Rasjid--Freddy-Budiman-tunjukkan-surat-pertobatan-(5) Freddy harus menunggu kurang lebih satu jam di ruang tahanan PN Cilacap untuk menunggu giliran sidang. Pasalnya, di Ruang Wijayakusuma tempat sidang PK dilaksanakan, juga dilangsungkan lanjutan kasus penganiayan sesama napi Nusakambangan yang melibatkan dua napi terorisme, Muhammad al Nasifudin al Andika dan Ali Azhari al Jakfar. Freddy, baru memasuki ruang sidang kurang lebih pukul 10.45 didampingi penasehat hukumnya, Untung Sunaryo. Majelis hakim yang menyidangkan diketuai Catur Prasetyo dengan hakim anggota, Vilia Sari dan Cokia Ana Ponta. Dalam pembacaan memori PK, penasehat hukum Freddy Budiman, Untung Sunaryo menyampaikan beberapa poin terkait keberatan-keberatan putusan vonis hukuman mati kliennya karena terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 114 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menurutnya putusan itu memperlihatkan adanya pertentangan jika dibandingkan dengan putusan yang diterima Supriyadi, yakni tujuh tahun penjara setelah terbukti membantu menyelundupkan 1,4 juta butir narkoba jenis ekstasi milik Freddy dari Tiongkok. Padahal Freddy dalam pandangan Sunaryo, memiliki peran yang sama dengan Supriyadi. "Pendakwaan hukuman tidak sama, bagai bumi dan langit. Sangat berbeda jauh. Fakta hukum ini memperlihatkan adanya pertentangan, adanya perbedaan vonis," kata Untung Sunaryo. Untung mengharapkan majelis hakim meninjau kembali vonis mati yang dijatuhkan PN Jakarta Barat kepada Freddy Budiman. Ia pun mengatakan mestinya pidana mati yang dijatuhkan pada Freddy diganti menjadi seumur hidup. Pasal 14 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dikenakan pada kliennya juga dianggap tak tepat, karena semestinya Freddy melanggar Pasal 113 ayat 1 UU 35 tahun 2009 tentang Narkoba. "Saat kejadian pengendalian di dalam lapas. Ekstasi belum sempat diperjualbelikan, baru sikap batin untuk memasarkan pil ekstasi itu dari Cina dalam sebuah kontainer lewat ekspedisi laut ke Pelabuhan Tanjung Priok. Ekstasi itu juga bukan milik Freddy, ia dijanjikan fee 10% untuk mengeluarkan dari Tanjung Priok," ujarnya. Mendengar permohonan Freddy yang disampaikan penasehat hukumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri atas Anton Suhartono, Amril Abdi dan M Farudi Arbi hanya menanggapi singkat. JPU meminta majelis hakim untuk menolak permohonan PK yang diajukan Freddy Budiman. Pasalnya isi memori yang disampaikan bukanlah hal baru. Usai pembacaan memori dan tanggapan ini, Ketua majelis hakim, Catur Prasetyo, meminta kepada Penasihat hukum Freddy dan JPU untuk dapat menyusun tanggapan dan kesimpulan secara tertulis. Menanggapi permintaan ini, penasehat hukum Freddy meminta waktu satu minggu untuk menyusun tanggapan atau kesimpulan. Sedang JPU justru meminta waktu satu hari untuk penyampaian tanggapan. Akhirnya, majelis hakim memutuskan pembacaan tanggapan penasihat hukum dan JPU serta penandatangan berita acara pemeriksaan dilakukan satu minggu. Sidang PK Freddy Budiman akan dilanjutkan Rabu, 1 Juni mendatang. Sementara itu, di saat mengikuti Sidang Peninjauan Kembali (PK) kemarin, Freddy Budiman menggenggam dua helai kertas putih. Ia sempat memperlihatkan kertas putih dengan tulisan tangananya yang bertanda waktu 2 April 2016 itu, kepada wartawan saat sidang PK belum dimulai. Usai memori PK dibacakan oleh penasihat hukumnya, Untung Sunaryo, Freddy meminta pada majelis sidang untuk membaca tulisan di kertas yang ia bawa. Ia menyebut dua helai kertas itu sebagai surat pertaubatan. Dalam pembacaan yang Freddy lakukan kurang lebih 4 menit di ruang sidang, ia menyatakan betul-betul bertaubat dan akan berhenti menjadi pengedar ataupun produsen narkoba. Ia menegaskan ingin bertaubat pada Allah, dan menyerahkan hidup matinya pada Allah. Demi menjadi manusia baru, demi melihat istri dan empat orang anaknya. Freddy juga megakui selama ini ia digerakkan ambisi yang begitu besar dalam jaringan narkoba. Juga karena pengaruh aktif sebagai pemakai narkoba selama 20 tahun. Ia sadar telah mempermainkan hukum. Freddy juga mengungkapkan, selama ini ia hanya jadi bemper oleh jaringan internasional, mulai dari Belanda, Taiwan, Cina, Pakistan, Afrika, Iran, dan Malaysia. "Jaringan internasional, hanya rugi materi, tapi keluarga saya menangung malu, terkucil dari lingkungan. Orang-orang yang saya rekrut hancur masa depannya. Semua ini karena kepentingan bisnis saya mencari uang. Tanpa mempertimbangkan baik buruknya bagi generasi bangsa. Surat ini saya buat dari hati yang berpasrah pada Allah," katanya. Di akhir suratnya, Freedy mengatakan siap menerima menerima konsekuensi, jika masih melakukan atau pun berbuat lagi tindak peredaran narkoba dalam menjalani sisa pidana mati. Ia siap menerima konsekuensi dengan eksekusi. ''Surat ini saya buat tanpa paksaan pihak lain dan dilandasai kesadaran dari diri sendiri bahwa selama ini saya memang telah meracuni bangsa Indonesia. Untuk itu, saya memohon maaf pada seluruh rakyat Indonesia dan juga memohon ampunan pada negara melalui Majelis Hakim Agung yang mengadili permohonan PK saya di Mahkamah Agung RI,'' kata Freddy. (ziz/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: