Jadikan Basarnas Jadi Keluarga Kedua

Jadikan Basarnas Jadi Keluarga Kedua

Lebih Dekat Dengan Koordinator Basarnas Cilacap, Moelwahyono Berhadapan dengan bahaya menjadi bagian hidup Koordinator Basarnas Cilacap Moelwahyono. Pengalaman menerjang bahaya selalu berada di pelupuk mata. Namun, semuanya menjadi pelajaran berharga. Rasa santun dan kerendahan hati selalu dilakukan dalam mengemban tugas. REZA ABINERI, Cilacap Sudah 16 tahun sudah Moelwahyono bergabung dengan jajaran Basarnas Jawa Tengah. Tidak heran jika segudang pengalaman telah ia rengguk. Meski kadang pengalaman itu juga membahayakan nyawanya sendiri. Masih terbayang jelas di wajah Moelwahyono saat ia bertugas di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Saat azan Ashar belum lama berkumandang, ada informasi orang yang membutuhkan pertolongan. Sementara posisi korban berada di gorong-gorong yang berada di dalam laut dengan kedalaman hingga tiga meter. Apalagi kondisi korban belum bisa dipastikan. Masih hidup atau sudah menjadi mayat. "Saat itu dengan dorongan jiwa saya beranikan terjun ke gorong-gorong tersebut,"imbuhnya. Dengan ketetapan hati, gorong-gorong ia selami. Gorong-gorong itu memang digunakan untuk jalur kabel listrik bertegangan tinggi. "Diameternya sebesar bola tenis. Namun banyak menjuntai," katanya sambil menggambarkan kondisi kabel dengan tangannya. Sambil berpegangan pada kabel, ia susuri tiap meternya gorong-gorong. Akhirnya ia berhasil menemukan korban di kedalaman dua meter. Dengan peralatan yang ada, sempat kesulitan karena mayat berada di dalam air. Setelah itu, mayat ia bawa menuju ke kapal karetnya. "Posisi mayat berada di perempatan jalur kabel listrik," tuturnya. Namun, akhirnya mayat bisa terangkat. Ternyata, kabel listrik yang menjulur lupa untuk dimatikan. Padahal lanjut dia, kabel tersebut berdaya listrik besar. Bisa dibayangkan, daya untuk listrik di pelabuhan yang besarnya beribu watt adanya. Selama 16 tahun mengabdi sebagai tim penyelamat, tidak terhitung lencana yang melekat di seragamnya. Motto Basarnas "Responsif, Militan, dan Santun" itu juga ia tanamkan ke 21 personilnya. "Respon artinya ada info cepat ditangani, Militan artinya maju pantang mundur, dan Santun artinya selalu rendah hati,"katanya dengan lugas. Pria asal Kebumen ini juga mendedikasikan hidupnya di Basarnas. Setidaknya tergambar dalam kehidupan rumah tangganya. "Seringnya sampai 1,5 bulan sekali baru pulang. Namun kalau ada kondisi mendesak, langsung kembali. Keluarga pun alhamdulilah sudah mengerti tugas saya,"bebernya. Tugas sebagai Basarnas saat ini tidak seberat dulu, saat BPBD belum terbentuk. Moelwahyono menceritakan, cangkul atau bahkan alat hasil kreasi di lapangan seperti ban pun bisa digunakan untuk mencari korban tanah longsor. "Sekarang dengan kecanggihan alat dan banyaknya relawan, kita semakin terbantu,"ujar dia. Menurut Moelwahyono, Basarnas Cilacap kini menjadi tim penyelamat terbanyak dalam penanganan kecelakaan laut. "Kecanggihan alat komunikasi juga menjadi faktor pendukung lainnya,"ucapnya. "Cakupan wilayah Basarnas selain Cilacap yang mengampu dari Purworejo, Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, hingga Brebes selalu berkoordinasi dengan relawan. Karena mereka (relawan-red) juga bagian dari kita (Basarnas-red),"pungkasnya.(*/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: