Seminggu, Salinan Putusan Harus Sudah Dibagikan

Seminggu, Salinan Putusan Harus Sudah Dibagikan

KPK_besar    KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) tak sekedar ingin membabat habis mafia peradilan melalui penindakan. Mereka juga berupaya menyikapi hal tersebut melalui pencegahan. KPK akan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) untuk membuat kebijakan yang bisa mempersingkat pemberian salinan putusan. Wakil Ketua KPK sekaligus mantan hakim Tipikor, Alexander Marwata pada Jawa Pos mengatakan, untuk menghindari penguluran waktu pemberian salinan putusan harus dibuat aturan batas waktu. "Saya setuju kalau dibuat batas waktu satu minggu antara pembacaan putusan dan penyampaian surat putusan pada pihak-pihak yang berkepentingan," ujar Alex. Menurut dia, kebijakan itu mungkin bisa menutup ruang oknum di MA untuk bernegoisasi menunda penyampaian putusan. "Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan tidak mempersulit jaksa untuk mengeksekusi putusan," terangnya. Selama ini, Alex kerap mendapati laporan bahwa Jaksa Penuntut Umum atau kuasa hukum kesulitan mendapatkan putusan lengkap. Hal itu bagi terdakwa pasti sangat menguntungkan apalagi mereka yang tak ditahan. Sebagai mantan hakim, Alex menyadari lambannya penyampaian putusan bisa jadi karena kurangnya hakim dan panitera pengganti. "Kadang karena hakimnya banyak, perkara putusan tidak dibuat secara lengkap, hanya pertimbangannya. Proses selebihnya diserahkan ke panitera pengganti," ujarnya. Ini juga bisa menjadi celah permainan oleh panitera. Sementara itu Hakim Agung Gayus Lumbuun lantang mengkritisi lembaganya sendiri. Menurut dia, berulangnya pengungkapan kasus penyuapan di MA terjadi karena lemahnya tata kelola organisasi. Dia melihat ada dua hal yang lemah dan kemudian menimbulkan pelanggaran-pelanggaran oleh oknum MA. "Yakni tata kelola manajemen perkara dan tata kelola teknis peradilan," terang Gayus. Menurut Gayus, sebenarnya MA telah memiliki blue print 2010-2035, sayangnya hal itu tidak dijalankan dengan baik. "Persoalan ini harusnya yang digarap. Kalau orang dihukum saja saya rasa tidak akan selesai," ujarnya. Dia meminta DPR yang memiliki fungsi pengawasan ikut menindaklanjuti persoalan pelik di MA. Sebab, Gayus melihatnya pengawasan dan pembinaan di internal MA juga tidak berjalan. Gayus menyebut selama ini para hakim bisa mendapatkan pengawasan dari Komisi Yudisial (KY). Namun, KY tidak bisa masuk ke pejabat non-hakim yang punya tugas dan fungsi manajemen perkara. "Dari kasus ini kita semua bisa bergerak memperbaiki MA," ajak Gayus. Dia juga melihat selama ini banyak penyimpangan yang tidak diketahui publik karena MA memang tertutup. Mantan Komisioner KY Imam Anshori Saleh mengungkapkan, MA memang harus berbenah. Penegakan etik harus lebih diperketat dan bukan hanya sekedar tataran formalitas. Misalnya saja larangan pejabat bertemu dengan orang yang berperkara. "Kalau saya melihatnya penegakan etik harus dibenahi dulu. Sebab itu pintu masuk terjadinya tindak pidana oleh oknum di MA," ujarnya. Penerapan sistem informasi juga perlu dilakukan untuk sejumlah hal, termasuk terkait salinan putusan. Meskipun tidak bisa dibandingkan apple to apple, MA seharusnya bisa berkaca ke Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga peradilan konstitusi itu bisa mengadopsi teknologi informasi dengan baik. Sesaat setelah putusan dibacakan, publik langsung bisa mangaksesnya lewat portal MK.(gun/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: