Krisis Natuna, Pangkalan TNI AU Siaga

Krisis Natuna, Pangkalan TNI AU Siaga

JAKARTA – Meningkatnya eskalasi di perairan Natuna, Kepulauan Riau dengan militer China membuat TNI waspada. Pangkalan TNI AU Roesmin Nurjadin di Pekanbaru saat ini dalam kondisi siaga. Dua skadron tempur disiapkan untuk melaksanakan tugas pertahanan. “Jika diperintah oleh Panglima TNI. Kami sudah siagakan dua skadron tempur 16 dan 12 untuk melaksanakan tugas pertahanan. Kita sudah siaga, tapi nunggu perintah Panglima TNI,” tegas Komandan Lanud Roesmin Nurjadin, Marsekal Pertama Ronny Irianto Moningka Senin (6/1). Menurutnya, sampai saat ini belum ada permintaan pengerahan jet tempur F-16 maupun Hawk 100/200 yang memperkuat pangkalan militer terlengkap di wilayah barat Indonesia tersebut. Dia menuturkan tidak ada peningkatan aktivitas patroli di kawasan perbatasan. “Kami masih standby di tempat. Patroli juga masih seperti biasa,” terangnya. Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD meminta mendorong 150 kapal ikan asal Pantai Utara (Pantura) Jawa beroperasi di Laut Natuna. Menurutnya, Presiden sudah memerintahkan memperkuat pengamanan terhadap Natuna. Negara harus hadir. Minimal dalam dua hal. Satu, peningkatan patroli melalui TNI. Yang kedua aktivitas nelayan kita di sana,” jelas Mahfud di Jakarta, Senin (6/1). Dikatakan, hukum laut internasional sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 memberikan hak ekloploitasi dan eksplorasi sumber daya alam kepada Indonesia atas wilayah ZEE di Laut Natuna. Meski begitu, sesuai UNCLOS pasal 68, negara lain dapat memanfaatkan Sumber Daya Alam terutama perikanan. Hal ini apabila Indonesia dianggap tidak mampu mengeksplorasi seluruh sumber daya perikanan sesuai hitungan yang boleh ditangkap. Selain mengerahkan kekuatan militer untuk mengamankan perairan Natuna, Mahfud juga mengundang nelayan Pantura agar mau berangkat menangkap ikan di perairan Natuna yang merupakan hak warga negara Indonesia. “Kita mau memobilisasi nelayan-nelayan dari Pantura. Mungkin juga pada gilirannya daerah lain di luar Pantura untuk beraktivitas mencari ikan, dan sebagainya di Natuna,” ucapnya. Pemerintah akan memberikan fasilitas dan pengawalan terhadap nelayan yang akan beraktivitas di Laut Natuna. Mahfud berpesan agar nelayan itu memanfaatkan seluruh sumber daya alam yang ada di sana. “Saudara nanti di sana akan menggunakan hak Saudara sebagai warga negara, juga menggunakan kewajiban untuk membela negara. Tunjukkan bahwa Natuna ini milik kami. Saudara akan dilindungi oleh negara. Tidak akan ada tindakan-tindakan fisik yang mengancam. Yang penting saudara nyaman di situ. Negara akan mengawal kegiatan nelayan di Natuna,” bebernya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini memastikan Indonesia tidak akan melakukan negosiasi dengan China. Kendati demikian, menyatakan Indonesia tidak sedang berperang dengan China. “Tugas Kemenko Polhukam mengamankan. Tidak ada perang. Tetapi tidak ada nego. Karena kalau nego berarti kita mengakui itu milik bersama,” tukasnya. Menanggapi hal itu, Aliansi Nelayan Indonesia (Anni) menyatakan siap mengerahkan sekitar 500 kapal besar nelayan untuk mencari ikan di perairan Natuna. Ketua Umum Anni, Riyono menjelaskan ada 500 kapal nelayan berukuran besar, di atas 100 GT yang siap masuk ke Natuna untuk melakukan penangkapan ikan. Selain itu, menjadi mata-mata negara dalam mengamankan batas teritorial NKRI. Menurutnya, kedaulatan laut merupakan harga mati bagi bangsa Indonesia. Sehingga para aktivis kelautan dan nelayan Indonesia siap ke Natuna untuk membantu TNI menjaga kedaulatan NKRI. “Aktivitas kapal-kapal nelayan dan kapal pengawas RRT di perairan Natuna tersebut sama saja memprovokasi Indonesia,” ujar Riyono. Selain provokasi yang bisa menyulut implikasi politik dan ekonomi, pelanggaran batas teritorial tersebut ternyata juga diikuti dengan ulah nelayan Tiongkok yang menggunakan pukat harimau. “Ini menambah runyam masalah sengketa,” jelasnya. Anni mendukung langkah pemerintah melayangkan protes keras kepada RRT. Selian itu, Anni juga mendukung TNI yang melakukan patroli sekaligus memberi ancaman terhadap nelayan dan kapal RRT yang memasuki wilayah Natuna. “Kami akan menggalang kekuatan nelayan Indonesia seperti HNSI, KTNA, dan organisasi nelayan lokal untuk bekerja sama dengan aparat keamanan dalam bentuk pengerahan kapal-kapal besar nelayan ke Natuna. Nelayan juga akan demo ke Kedubes RRT,” terangnya.(rh/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: