Menag Dukung Penegakan Hukum Kasus Gafatar

Menag Dukung Penegakan Hukum Kasus Gafatar

[caption id="attachment_97879" align="aligncenter" width="100%"]EKS GAFATAR : Wagito (41) salah satu eks Gafatar yang berasal dari Cilacap memperlihatkan tulisan Apa EKS GAFATAR : Wagito (41) salah satu eks Gafatar yang berasal dari Cilacap memperlihatkan tulisan Apa[/caption] SKB Cegah Aliran Sesat Disusun JAKARTA- Keluarnya fatwa sesat dan menyesatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal ideologi dan aliran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) harus diikuti tindakan hukum. Pemerintah melalui Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mendukung terhadap penegakan hukum terhadap kasus penistaan dan penodaan agama, termasuk kasus Gafatar. "Terhadap para elit Gafatar tentu ada proses hukum yang harus ditegakkan," kata Lukman, kemarin. Meski demikian, alumni pondok Darussalam Gontor itu belum bisa menjelaskan lebih dalam tentang proses penegakan hukum yang sedang berjalan. Dia hanya menyebutkan bahwa saat ini aparat hukum sedang menyelidiki kasus Gafatar. Dia berharap masyarakat memasrahkan penangan hukum sepenuhnya kepada kepolisian atau kejaksaan. "Tidak diperkenankan main hakim sendiri," tandasnya. Terkait dengan penanganan para masyarakat yang menjadi korban dan masuk komunitas Gafatar, Lukman berjanji akan melakukan pendampingan. Pendampingan dari Kemenag bukan dalam bentuk layanan pertobatan secara besar-besaran. Sebab urusan pertobatan itu harus muncul dari individu para eks Gafatar sendiri. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan Kemenag berharap masyarakat, pemuka agama atau ulama, dan ormas-ormas Islam untuk bahu membahu mendampingi eks Gafatar. Lukman mengatakan seluruh elemen ini diminta untuk proaktif mendampingi eks Gafatar untuk mendapatkan pembinaan keagamaan yang baik. Peneliti Gafatar dari Badan Litbang-Diklat Kemenag Abdul Jamil Wahab mengatakan, bisa saat ini sedang digodok penerbitan surat keputusan bersama (SKB) menteri-menteri tentang penanganan Gafatar. SKB terkait keyakinan yang sesat dan menyesatkan, biasanya diteken oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung. "Saya yakin draft SKB itu sekarang sedang dibahas di Kejaksanaan Agung," tuturnya. Fungsi dari SKB itu adalah turunan dari UU 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (PNPS). Jadi SKB itu adalah wujud teguran keras atau peringatan yang dijatuhkan kepada Gafatar. Bagaimana isi teknisnya, Jamil belum mengetahuinya. Ketua Komisi VIII (bidang keagamaan, sosial, dan pemberdayaan perempuan) DPD Saleh Partaonan Daulay juga mendukung upaya investigasi dan penegakan hukum. "Proses ini harus tetap dilanjutkan," katanya. Politisi PAN ini menitikberatkan pada urusan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan para petinggi Gafatar. Selain urusan penistaan agama, Saleh mengatakan penegak hukum bisa masuk dan memeriksa agenda Gafatar yang bertentangan dengan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Seperti rencana mendirikan khilafah di dalam ajaran mereka (Gafatar, red) itu harus diusut," pungkasnya. Sementara Badan Koordinasi Pengawasan Aliran dan Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) bergerak cepat merespon fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Rencananya, fatwa MUI yang menganggap Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat akan menjadi dasar rancangan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri. SKB itu akan menjadi pijakan hukum untuk mempidana oknum Gafatar yang masih menyebarkan ajarannya. Wakil Kepala Bakorpakem sekaligus Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Adi Toegarisma menjelaskan, fatwa MUI tersebut menjadi landasar Bakorpakem untuk melangkah lebih jauh membuat SKB larangan Gafatar. "Keputusannya tentu setelah semua dikaji," ujarnya. Yang pasti, Bakorpakem berupaya secepatnya mengeluarkan produk berupa SKB tiga menteri tersebut. Sehingga, setelah SKB tiga menteri, yakni Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Jaksa Agung, maka jeratan hukum bisa langsung dilakukan. "Karena itu eks pengurus atau anggota Gafatar jangan sampai menyebarkan ajarannya. Kalau tidak kami akan pidanakan dengan ancaman penjara lima tahun pasal 156 a KUHP soal penodaan agama," tuturnya, (wan/idr/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: