Purbalingga Kebanjiran Bantuan Alsintan Baru, Modernisasi Pertanian Digenjot
Kelompok tani mendapatkan bantuan traktor dari jalur aspirasi dewan pada Oktober lalu.-Alwi Safrudin/Radarmas-
PURBALINGGA, RADARBANYUMAS.DISWAY.ID – Upaya mendorong swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah pusat terus dikebut oleh Dinas Pertanian (Dinpertan) Kabupaten Purbalingga. Salah satunya melalui percepatan rehabilitasi saluran irigasi serta penguatan modernisasi alat dan sistem pertanian di berbagai wilayah.
Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Dinpertan Purbalingga, Hafidhah Khusniyati mengatakan langkah tersebut menjadi bagian dari instruksi Presiden untuk meningkatkan produktivitas pertanian melalui modernisasi dan dukungan infrastruktur.
"Saat ini kami masif melakukan perbaikan irigasi dan modernisasi pertanian untuk mendukung program Kementan sesuai Inpres," jelasnya.
Menurutnya, sejumlah alat dan mesin pertanian (alsintan) baru saja didistribusikan ke Purbalingga. Empat unit traktor roda empat telah tiba di Mewek, disusul enam unit rotavator. Dalam waktu dekat, 90 unit traktor roda dua juga bakal datang. Banyaknya alsintan yang masuk membuat Dinpertan bahkan harus meminjam gudang Puspahastama karena ruang penyimpanan tidak lagi mencukupi.
BACA JUGA:Dorong Produktivitas, Petani Dapat Bantuan Alsintan Tahap Kedua
"Alsintan datang dalam kemasan peti, harus dirakit, diuji, dan operatornya dilatih. Jadi kebutuhan gudang memang penting," katanya.
Dari seluruh kecamatan di Purbalingga, Kemangkon menjadi wilayah yang paling maju dalam modernisasi. Musim panen di daerah tersebut disebut-sebut dipenuhi puluhan mesin panen, bahkan hingga saling berebut.
Topografi yang datar dan luas menjadi faktor utama cepatnya adopsi modernisasi. Hasil panen gabah dengan combine harvester juga lebih bersih dan bernilai jual lebih tinggi, dengan selisih mencapai Rp500 per kilogram.
Dari total 2.300 hektare lahan di Kemangkon, wilayah yang paling banyak menggunakan combine adalah Kemangkon Utara dan Selatan. Desa seperti Senon dan Majatengah juga mulai beralih. Model panen combine di wilayah ini berjalan melalui UPJA (Unit Pengelola Jasa Alsintan), di mana petani memesan jasa panen dengan tarif sekitar Rp2 juta per hektare.
BACA JUGA:Dorong Regenerasi Petani, Dinpertan Ajak Anak Muda Kuasai Alsintan
Harga tersebut jauh lebih murah dibanding panen manual yang biayanya bisa mencapai Rp800 ribu setelah ditambah berbagai kebutuhan lain.
"Kalau dihitung, biaya combine per hektarenya cuma sekitar Rp300 ribuan. Jadi jauh lebih hemat," terang Hafidhah.
Meski manfaat modernisasi sudah dirasakan sebagian petani, Hafidhah mengakui tidak semua wilayah langsung menerima perubahan tersebut. Masih ada budaya lama yang menghambat, seperti larangan ‘panen ora oleh ditunuti’.
"Seiring waktu, tenaga panen akan berkurang. Kita harus siap berubah," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


