Masih tingginya kasus penularan penyakit malaria dan kematian yang diakibatkan karena penyakit ini membuat dunia terus bergerak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan data yang cukup mengkhawatirkan. Meski angka kematian cenderung turun, namun masih saja tinggi terutama pada anak-anak.
Pada tahun 2015, perhitungan malaria secara global mencapai 429.000 kematian akibat malaria dan 212 juta kasus baru. Satu anak meninggal karena malaria setiap 2 menit.
"Setiap kematian akibat malaria tentu tidak dapat diterima. Pasalnya penyakit ini dapat dicegah dan dapat diobati," kata Direktur Program Malaria Global WHO, Dr Pedro Alonso, dalam laman WHO, Selasa (25/4).
Pihaknya mendesak negara dan mitra untuk mempercepat laju tindakan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dengan beban malaria yang tinggi. Sebanyak 91 negara sudah melaporkan penularan malaria yang berlangsung di tahun 2015.
Pada bulan Mei 2015, Majelis Kesehatan Dunia menyetujui Strategi Teknis Global WHO untuk Malaria 2016-2030 untuk mengendalikan dan menghilangkan malaria. Strategi tersebut menetapkan target ambisius hingga tahun 2030, termasuk mengurangi kejadian kasus malaria dan tingkat kematian.
Targetnya angka kematian turun hingga 90 persen dan menghilangkan malaria di setidaknya 35 negara, dan mencegah reintroduksi malaria di semua negara yang bebas malaria. Target sementara tahun 2020, WHO meminta pengurangan 40% kejadian dan tingkat kematian kasus malaria dan menghapus malaria di setidaknya 10 negara.
Dalam beberapa tahun terakhir, 7 negara telah disertifikasi oleh Direktur Jenderal WHO karena telah berhasil menghilangkan malaria yaitu Uni Emirat Arab (2007), Maroko (2010), Turkmenistan (2010), Armenia (2011), Maladewa (2015), Sri Lanka ( 2016) dan Kyrgyzstan (2016). Sertifikasi ini diberikan oleh WHO ketika negara-negara itu selama 3 tahun berturut-turut bebas dari kasus malaria lokal.
Kemajuan teknologi dan inovasi dalam penemuan alat baru terus didorong termasuk intervensi pengendalian vektor baru dan vaksin. WHO mengumumkan tiga negara di Afrika terlibat dalam program percontohan vaksin malaria pada tahun 2018. Vaksin suntik yang dikenal sebagai "RTS, S" dikembangkan untuk melindungi anak-anak muda di Afrika. (cr1/JPG/acd)