RADARBANYUMAS.DISWAY.ID – Tari ebeg atau biasa orang menyebutnya kuda lumping adalah kesenian yang menjadi ciri khas Jawa Tengah.
Tari Ebeg dapat kamu temui di Eks Karesidenan Banyumas, yaitu Banyumas, Purbalingga, Cilacap, dan Banjarnegara. Tetapi masih sangat jarang orang tahu tentang sejarah tari ebeg atau kuda lumping.
Tari ebeg biasanya dibawakan oleh 8 – 12 penari yang membawa boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu.
Makna dari tari ebeg itu sendiri adalah menggambarkan para prajurit perang menaiki kuda yang gagah dan berani.
BACA JUGA:Kesenian Ebeg: Budaya Banyumasan yang Aktraktif
BACA JUGA:Lengger dan Ebeg di Kafe, Jaring Segmen Pasar Milenial
Tari ebeg juga diiringi lagu–lagu atau musik khas Banyumas yang di iringi para pemain gamelan atau nayaga dan biasanya ada sindennya.
Tidak hanya itu, ada beberapa penari ebeg yang menggunakan topeng kayu yang biasa disebut dengan lakon cepet.
Kemudian ada barongan yaitu seperti barongsai yang kepalanya di buat dengan kayu yang di ukir dan badannya biasanya dari kain berwarna hitam.
Biasanya barongan di mainkan oleh 2 orang. Lalu ada penimbul ebeg yang mempunyai tugas yaitu memanggil roh dan mengeluarkannya dari penari ebeg yang kesurupan.
BACA JUGA:Filosofi Grebeg Pagar Petilasan di Desa Plana, Maknanya Patut Dicontoh
BACA JUGA:Seni Lintas Dimensi, Lengger dan Ebeg pun Kini Tampil di Kafe
Dilansir dari kanal Youtube yaitu Wihans Indonesia, Seni tari ebeg yang biasa dikenal dengan kuda lumping atau kuda kepang sudah ada sejak jaman kerajaan Hindu di Indonesia dan merupakan kesenian asli yang berasal dari Banyumas.
Terbukti yaitu dengan lagu–lagu yang dinyanyikan untuk mengiringi tarian ebeg yaitu menggunakan Bahasa Jawa Banyumas atau Bahasa Ngapak.
Seni tari ebeg dilahirkan pada masa kekuasaan Raja yaitu Sri Aji Wurawari, Penguasa Lwaran, yaitu kerajaan kecil yang letaknya di daerah Banyumas yang masih bawahan Karajaan Mataram Kuno.