Ritual upacara sembahyang dalam rangka Piodalan ke-33 dan Merti Bumi di Pura Pedaleman Giri Kendeng, Klinting Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas terdapat Tari Gambyong.
Fijri Rahmawati, Banyumas
Wakil Ketua Dewan Pakar Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, Bidang Keagamaan dan Spiritualitas, Aji Dewa Suratnaya menceritakan Tari Gambyong untuk menghibur leluhur.
"Seperti busana penari, makna hidup ini seharusnya indah, baik fisik maupun jiwa," terang Aji Dewa Suratnaya, Selasa (2/8).
Penampilan hiburan Tari Gambyong bukan hanya untuk yang tidak terlihat. Juga, untuk umat yang mengikuti ritual. Gambaran umat manusia yang cantik dan anggun serta harmonis.
"Tari Gambyong diibaratkan sebagai bidadari untuk menghibur yang tidak terlihat. Tapi, juga sebagai manusia untuk menghibur manusia," imbuhnya.
Umat Hindu di setiap daerah membawakan tari yang berbeda dalam ritual untuk menghibur leluhur dan manusia. Tarian menyesuaikan daerah masing-masing sesuai dengan kearifan lokal.
Sebelum Tari Gambyong, umat Hindu melakukan pujawali yakni memuja kembali dalam arti memperingati awal pertama Pura Pedaleman Giri Kendeng diresmikan. Pujawali digelar setahun sekali atau enam bulan sekali tergantung kesepakatan warganya.
Umat Hindu sekaligus melakukan Merti Bumi. Aji Dewa menuturkan merawat bumi sebagai sumber kehidupan. Terdapat gunungan dari hasil bumi sebagai simbol kemampuan mengharmoniskan alam maka menjadi indah.
"Kearifan lokal adalah salah satu kepribadian dan warisan leluhur. Harapannya berkembang terus kearifan lokal ini," tegasnya.
Slamet Raharjo selaku Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Banyumas sekaligus Pemangku Pura Padelaman Giri Kendeng menambahkan Merti Bumi diharapkan ke depan menjadi rutinitas. Manifestasi menjaga alam. (fij)