Kamidin, Salah Satu Perajin Tapal Kuda yang Tetap Bertahan
Di antara sarana transportasi yang makin modern, dokar ternyata masih menjadi favorit. Terutama bagi masyarakat di pinggiran kota atau pelosok desa. Tak heran bila Kamidin (76), tetap setia melakoni pekerjaannya sebagai pembuat dan pemasang sepatu kuda.
ALI IBRAHIM, Purwokerto
Di usianya yang sudah 76, Kamidin, warga Desa Pasir Wetan Kecamatan Karanglewas masih terlihat sehat dan kuat. Meski tiap hari harus berhadapan dengan panasnya api. Ya, Kamidin merupakan penyedia sepatu kuda bagi para kusir di wilayah Jateng Selatan.
Semangat Kamidin melayani pemesanan tapal kuda dilandasi satu keinginan. Dia ingin dokar tetap lestari, dan kuda yang diandalkan menjadi pacuan selalu terhindar dari rasa sakit.
Ditemui di rumahnya yang juga dijadikan bengkel tapal kuda, Radarmas disambut dengan senyum dan sapaan yang ramah. Obrolan dengan bahasa ngapaknya juga keluar dengan nada pelan, menandakan rapuh badannya ditelan usia tiga seperempat abad lebih.
Tak berapa lama ngobrol, saat jarum jam menunjukkan pukul 09.00, pria 12 cucu ini bergegas ganti pakaian kerja. Yakni celana pendek, kaos oblong, dan peci hitam. Diambilnya bilah besi ukuran lingkar 3 sentimeter. Lalu meluruskan pucuk jempol dan jari manis, mengukur hitungan jengkal bahan besi yang akan dipotong dengan gerenda.
Selanjutnya, besi dilengkungkan menyerupai huruf U dan dipipihkan dengan bara yang dipanaskan dengan blower. Pada masing-masing sisi kiri dan kanan besi pipih, diberi dua lubang. Sementara pada titik lengkungan besi diberi guratan sebagai penahan kaki kuda.
"Semangat tetap semangat. Walaupun tenaganya tidak seperti dulu. Hasilnya juga lebih sedikit," kata Kamidin menggunakan bahasa Jawa.
Dalam sehari, dia bisa membuat 30 buah tapal kuda. Angka tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan masa muda yang bisa mencapai 70-80 buah per hari. "Dulu saat masih muda sehari bisa buat banyak, tapi sekarang sudah tua tenaganya berkurang," tuturnya.
Meski demikian, Kamidin masih banyak dicari para pemilik dokar. Ini karena hasil tapal kudanya yang bagus. Pelanggannya pun tidak hanya dari sekitar wilayah Banyumas saja, tapi dari Cilacap dan Purbalingga. Selain itu juga, saat ini sudah jarang orang yang membuat tapal kuda.
Sehingga, Kamidin tidak pernah menolak pesanan. Namun, dia selalu meminta pelangganya untuk bersabar. Karena dengan tenaga tuanya dia tidak bisa lagi membuat tapal kuda dalam jumlah banyak, per harinya.
"Saya mengutamakan kualitas. Kalau kata pelanggan, buatan saya lebih unggul dibanding lainnya, lebih halus. Makanya hampir setiap hari ada yang mengambil ke sini, beli satu atau dua lusin sekaligus," katanya.
Kerajinan tapal kuda Kamidin dijual dengan harga Rp 5.500 per buah, ditambah empat paku. Sementara penggunaannya, seminggu ganti.
Dikatakan Kamidin, untuk kebutuhan bahan produksi, dia membutuhkan 1 kilogram besi bekas beton untuk buat lima buah tapal kuda. Hitungan sehari, dia menghabiskan satu karung arang yang dikirim dari Randudongkal, Pemalang.
Menurutnya, kerajinan tapal kuda sempat mencapai masa kejayaan pada kisaran tahun 1970-90an. Selain produksi lebih banyak, Kamidin bahkan menjadi pengepul dari tujuh perajin lain untuk memenuhi permintaan dari pelanggan dari berbagai daerah. Karena saat itu, pelangan sampai wilayah Wonosobo. "Berapapun produksi pasti habis," katanya.
Keuntungan produksi juga cukup tinggi. Dulu Kamidin bahkan bisa membeli mobil, selain untuk makan, sekolah anak dan kebutuhan sehari-hari. "Pendapatannya lumayan. Bisa seperti orang kerja di kantoran," tuturnya sembari menyeruput kopi sambil bercanda.
Meski kini tak lagi seperti dulu, Kamidin tetap "setia" dengan pekerjaannya tersebut. (*/sus)