Banner v.2

BI Dorong Semedo Manise Menembus Pasar Dunia, Gula Aren Semedo Manise Tembus Pasar Dunia

BI Dorong Semedo Manise Menembus Pasar Dunia, Gula Aren Semedo Manise Tembus Pasar Dunia

Ketua Koperasi Semedo Manise, Akhmad Sobirin tengah menunjukan produk andalannya. -SEMEDO MANISE UNTUK RADARMAS-

BANYUMAS, RADARBANYUMAS.CO.ID – Perjalanan panjang Akhmad Shobirin membangun ekosistem gula aren di Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen, Banyumas, akhirnya berbuah manis. Dari profesi penderes yang dulu kerap dipandang sebelah mata, kini gula kelapa bermerek Semedo Manise mampu menembus pasar global dengan kapasitas ekspor mencapai 100 ton per bulan.

Shobirin, yang tumbuh di keluarga penderes, menyaksikan langsung kerasnya kehidupan para petani nira. Risiko jatuh dari pohon aren, harga gula yang rendah, hingga minimnya jaminan keselamatan membuat profesi penderes identik dengan pekerjaan terpaksa. Kondisi itulah yang membentuk panggilan hidupnya.

“Setiap pulang dari kost, selalu ada kabar penderes jatuh. Harga gula rendah, pendidikan mentok SMP, hidup sehari-hari hanya untuk makan besok,” ujar Shobirin, Rabu (3/12/2025). “Dari situ saya berpikir harus ada jalan supaya mereka bisa hidup lebih layak,” imbuhnya.

Lulusan Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada itu mulai bergerak setelah pulang kampung pada 2012. Ia membentuk Kelompok Tani Magar Jaya dengan 25 penderes sebagai langkah awal. Pendekatannya sederhana namun konsisten, yakni membangun kesadaran kualitas, produksi higienis, serta pelatihan berkelanjutan.

Upaya tersebut perlahan mendapat respons. Dukungan pemerintah daerah berupa pelatihan dan peralatan datang pada 2013–2014, disusul pembentukan kelompok kedua, Mugi Lestari, pada 2015. Penguatan modal dan fasilitas dari perusahaan swasta menyusul pada 2018.

Konsolidasi 20 kelompok tani akhirnya melahirkan Koperasi Produsen Semedo Manise. Saat ini koperasi tersebut menaungi sekitar 1.000 anggota yang tersebar di Pekuncen, Gumelar, Purwojati, hingga Kedungbanteng.

“Intinya, petani harus jadi subjek, bukan objek,” tegas Shobirin.

Langkah menuju pasar ekspor dimulai pada 2021, meski awalnya koperasi hanya menjadi subkontraktor. Setahun kemudian, Semedo Manise berhasil mengekspor secara mandiri. Sekitar 95 persen produksi kini ditujukan untuk pasar luar negeri, mulai Amerika, Eropa, hingga Asia.

Perjalanan ekspor tersebut tidak mudah. Sertifikasi standar Eropa menjadi syarat utama yang hanya bisa dimiliki koperasi. Biaya sertifikasi mencapai ratusan juta rupiah.

“Biaya sertifikasinya bisa sampai Rp200 juta. Sertifikasi halal sama, sekitar itu. Belum lagi pajak, gaji karyawan, peralatan. Omzet besar belum tentu untungnya besar,” katanya.

Koperasi juga menetapkan harga beli tertinggi di wilayahnya, yakni Rp24 ribu per kilogram. Petani yang menjaga kualitas mendapat insentif tambahan. “Kalau kualitas bagus, dapur mereka kami bantu dengan reward, misalnya wajan seharga satu jutaan,” ujarnya.

Ujian terberat datang saat pandemi Covid-19. Ekspor berhenti total, arus kas macet, dan Shobirin harus menjual kendaraan pribadi. Utang koperasi sempat menembus Rp1,5 miliar.

“Itu titik terberat. Tapi kami bangkit lagi,” katanya.

Kebangkitan tersebut tak lepas dari dukungan berbagai pihak, terutama Bank Indonesia. “BI Purwokerto sangat terasa bantuannya, dari pendampingan perluasan akses keuangan, pembangunan fasilitas produksi, hingga pameran dan business matching,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: