13 Tahun Berkarya, Angkat Cerita Sosial ke dalam Karya Sastra

13 Tahun Berkarya, Angkat Cerita Sosial ke dalam Karya Sastra

Perempuan asal Cilacap, Ramayda Akmal 13 tahun berkarya hasilkan lima karya sastra yang mengangkat cerita sosial.-RAMAYDA AKMAL UNTUK RADARMAS-

Kemudian, di tahun 2015 dia juga menerbitkan kumpulan puisi bersama teman-temanya. Tango dan Sadimin yang merupakan novel ke duanya menjadi runner up Unnes Internasional Novel Writing Contest 2017. Dan di tahun 2022, Ramayda juga menerbitkan kumpulan cerpen berjudul Aliansi Monyet Putih. 

Menurut dosen sastra UGM ini, tantangan terbesar dalam menulis adalah moodnya sendiri. Sering kali ia merasa stuck, butuh waktu untuk berfikir untuk kembali merangkai tulisan-tulisan untuk dijadikan sebuah karya.

BACA JUGA:Pernah Jadi Penjaga Gudang, Kini Sukses Hasilkan Omzet Ratusan Juta

BACA JUGA:Memasak Menu Jangan Gandul, Dipercaya Menangkal Gunung Slamet Meletus

"Mood itu selalu membayangi kita. Kalau saya punya keyakinan menulis bukan sesuatu yang sekali jadi. Tapi melibatkan aktivitas-aktivitas lain. Butuh waktu untuk melihat, meneliti lagi dan berfikir lagi," ujarnya. 

"Waktu-waktu saya tidak menulis adalah waktu saya berfikir lagi untuk mencari bahan. Tapi kita harus mengubah mindset, kalau kamu sedang tidak menulis, kamu harus cari apa yang akan kamu tulis, awasi sekitar, membaca sebanyak-banyakanya karena itu membantu mengembangkan tulisan kita," lanjut Ramayda. 

Selain itu, Ramayda juga memanfaatkan handphonenya untuk membuat catatan-catatan kecil saat melihat maupun membaca hal-hal yang menurutnya penting untuk dijadikan referensi karyanya. 

"Notes di handphone saya mungkin sudah ada ribuan. Saya kumpulkan, jadi kalau mau  membuat cerpen atau novel saya kombinasikan hal-hal yang menarik dari notes saya," kata Ramayda.

Di tahun 2024 ini, Ramayda akan menerbitkan buku teori sastra bersama rekannya. Selain itu, ia juga tengah mempersiapkan karya sastranya untuk kembali diterbitkan. 

Ramayda menambahkan, masa depan sastra Indonesia ada di perempuan. "Masa depan sastra Indonesia ada di perempuan. Karena kesadarannya itu lebih besar, kita sering kali berada diposisi yang di nomor duakan. Penulis perempuan lebih memiliki khasanah besar karena dia merasakannya," ujar Ramayda. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: