Pemerintah Siapkan Revisi UU Terorisme

Pemerintah Siapkan Revisi UU Terorisme

[caption id="attachment_95594" align="aligncenter" width="100%"] Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso memberikan keterangan terkait aksi teror penyerangan dan bom Thamrin di Kantor BIN Jakarta, Jumat (15/1/2016). Dalam keterangannya, BIN telah memberikan sinyal tentang adanya potensi serangan teroris sejak November 2015, serta menghimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak perlu takut dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.--FOTO : EDI ISMAIL/JAWAPOS[/caption] UU Saat Ini dinilai Membatasi JAKARTA- Peristiwa pemboman dan teror sudah terjadi, Badan Intelijen Negara (BIN) masih menolak disebut kecolongan. Lembaga "detektif"  itu mengklaim sudah mendeteksi serangan sejak November 2015 lalu. Meski sudah mengetahui, Kepala BIN Jenderal (Purn) Sutiyoso mengaku kesulitan mendeteksi lokasi dan waktu penyerangan. "Di Paris saja yang dijaga objek vital tapi yang diserang tempat konser. Jadi sulit sekali kapan dan di mana," kata Sutiyoso dalam konferensi pers di Kantor Pusat BIN, Jakarta kemarin (15/1). Dia menjelaskan, awalnya informasi yang didapatnya menyebut aksi tersebut akan dilakukan pada perayaan Natal dan tahun baru. Namun setelah dilakukan pengamanan, aksi tersebut tidak terjadi. Kemudian, belakangan dia mendapat informasi penyerangan dilakukan 9 Januari 2015, namun tidak terbukti kembali. "Baru kemudian terjadi pada tanggal 14 kemarin," imbuhnya. Dia membantah kabar terkait adanya intelejen asing yang sudah mengetahui rencana serangan tersebut. Menurut Bang Yos, sapaan akrabnya, jika sudah ada Intelejen yang tahu, pihaknya pasti mendapat pemberitahuan tersebut. Terkait pelaku, Bang Yos memastikan ISIS dalang dibalik peristiwa tersebut. Terlebih, ada ratusan mantan maupun calon kombatan yang akan berangkat ke Suriah. Dia meyakini, para mantan kombatan itu sudah dibekali kemampuan melakukan aksi teror. Untuk itu, ke depannya, dia berharap ada sistem yang mengawasi dan memantau aktivitas mantan Kombatan tersebut. Sebab, berdasarkan studi di beberapa negara, jebolan ISIS diperlakukan dengan pengawasan yang ketat. "Di Malaysia, mereka dikasih gelang elektronik. Jadi aktivitas terdeteksi," ujarnya mencontohkan. REVISI UU Dalam kesempatan tersebut, Bang Yos curhat soal terbatasnya kewenangan BIN yang diberikan UU No. 17 tahun 2011 tentang Intelejen Negara. Dalam pasal 31, BIN memang diberi wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan pengalihan informasi terhadap sasaran. Namun dalam pasal 34, semua hal tersebut dilakukan tanpa boleh melakukan penangkapan dan penahanan. Menurut mantan Ketum PKPI itu, sistem penanganan terorisme di Indonesia terlalu mengedepankan HAM dan Kebebasan. Padahal, di negara-negara Eropa dan Amerika yang menjunjung HAM sekalipun, model tersebut sudah ditinggalkan. "Jika negara terancam, mereka dapat mengedepankan proses Intelejen, di mana lembaga Intelejen diberi kewenangan melakukan penangkapan dan penahanan," ujar Bang Yos. Tak hanya bagi BIN, lanjutnya, regulasi yang terlalu membatasi juga dialami aparat kepolisian. Saat di mendapat informasi adanya pelatihan teroris, Polri tidak bisa memproses jika bukti dinilai kurang. "Kalau mereka pakai senjata kayu, itu tidak bisa ditahan," imbuhnya. Oleh karenanya, dia menilai revisi UU terorisme menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Agar BIN dan aparat kepolisian diberi kewenangan lebih dalam situasi tertentu. Terpisah, Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan juga menyatakan hal yang sama. Pihaknya akan mengajukan permintaan revisi UU tersebut kepada DPR RI. "Sehingga bisa ada upaya preventif terorisme," ujarnya di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta kemarin (15/1). Salah satu poin revisi yang dimaksudnya adanya pasal yang membolehkan penahanan terhadap oknum-oknum yang sudah patut diduga keterlibatannya. "Karena selama ini tidak ada," imbuhnya mantan Kepala Staf Kepresidenan itu. Dia menilai, jika tidak ada perubahan, hal-hal serupa akan terus terjadi di kemudian hari. "Kalau tidak pemerintah akan seperti pemadam kebakaran, kami tidak mau," pungkasnya. (far)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: