‘Geng-gengan’ di Balik Kasus Sambo
Jarot C Setyoko--
Lantas Menkopolkam Pak Machfud M.D. menerangkan kebuntuan saat itu dengan istilah psiko-hirarki dan psiko-politik. Soal psiko-hirarki, tak perlu kita cemaskan, sebab adalah hal wajar ketika seorang bawahan merasa canggung memeriksa orang yang berpangkat lebih tinggi. Tetapi soal psiko-politik, yang secara tersirat Pak Machfud menyebutnya geng-gengan yang menjalar hingga Gedung Senayan, inilah yang layak kita khawatirkan.
Sahabat saya, seorang jurnalis yang meliput kasus ini dari jam ke jam menegaskan wujud perkomplotan itu. Dikatakan oleh sang kawan yang namanya tak mau disebut dalam tulisan ini, “Fakta-fakta ini terlewat dari kamera media, tetapi kronik inilah yang membuktikan Sambo mengendalikan klik yang sangat kuat di Mabes Polri.” Pertama, sebelum jabatan Sambo dilucuti secara permanen, sejumlah jenderal senior yang tergabung dalam Timsus pernah berniat mundur. Penyebabnya, Kapolri sempat ragu-ragu untuk mencopot jabatan Sambo dan petinggi yang terlibat.
Kedua, pada Jumat 5 Agustus lalu, setelah Eliezer blak-blakan tentang kronologi pembunuhan Joshua, sebenarnya tim Brimob langsung bergerak untuk melakukan penjemputan terhadap Sambo. Namun upaya itu mesti diurungkan, karena di rumah Sambo telah berjaga puluhan personil polisi dari kesatuan lain. Demi menghindari perselisihan, tim Brimob ini kembali ditarik ke Mako.
BACA JUGA:Tersangka Polisi RR asal Sumpiuh, Kasus Penembakan Brigadir J
Ketiga, per Sabtu 6 Agustus malam setelah Sambo dikurung di tempat khusus di Mako Brimob, media Tempo online yang memberitakan penahanan Sambo sempat di-hack hingga lenyap dari layar internet. “Fakta-fakta ini menunjukkan betapa kuat klik yang dikendalikan Sambo,” kata si kawan yang kini menjadi redaktur salah satu media ibukota itu.
Bagaimana wujud geng itu? Sugeng Tegus Santoso, sang Ketua Indonesia Police Watch (IPW), memberi gambaran pada kita. Menakar kenyataan besarnya jumlah personil yang merekayasa tempat kejadian perkara dan barang bukti, Sugeng mengindikasikan ada geng jahat di tubuh Polri yang bekerja secara terstruktur, sistemastis dan massif. Pola yang sistemastis dilihat dari cara mereka menghilangkan barang bukti. Terstruktur sebab permufakatan jahat ini melibatkan berbagai tingkatan pangkat dan jabatan. Sedangkan disebut massif, karena melibatkan personil dari berbagai kesatuan yang berbeda.
Pertanyaannya sekarang, jika klik yang demikian ada di tubuh instutusi polisi, lantas apa bahayanya dibanding segala kasus kriminal yang mereka urus? Mohon ijin komandan, dalam pikiran saya ancamannya sangat jelas. Sebagai instrumen negara yang diberi kewenangan menggunakan kekerasan (fungsi koersif) dalam rangka menciptakan ‘public order’ dan penegakan hukum, polisi sepenuhnya harus di bawah kendali negara. Dalam sistem pemerintahan negeri kita, kewenangan pengendalian itu di tangan Kapolri dan Presiden.
BACA JUGA:Bikin Penasaran, Motif Pembunuhan Ferdy Sambo Terhadap Brigadir J, Ini Kata Kapolri
Dengan demikian geng-gengan atau klik-klikan dalam tubuh polisi harus dimaknai sebagai potensi munculnya tindakan subordinasi. Dari sejarah negara ini kita telah mendapat banyak pelajaran, subordinasi yang dilakukan para pemegang senjata seringkali berujung pada ‘political disobedience’ dengan skala yang lebih besar. Maka mari dukung Kapolri mencabuti parasit ini.(*)
*) Penulis adalah pegiat seni ebeg yang berminat pada sosiologi kriminalitas dan kriminologi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: