Korupsi Haji, SDA Kena 6 Tahun

Korupsi Haji, SDA Kena 6 Tahun

[caption id="attachment_94902" align="aligncenter" width="100%"] Terdakwa kasus dugaan korupsi dana haji Suryadharma Ali sebelum menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (11/1/2016). Sidang mantan menteri agama tersebut mengagendakan pembacaan vonis.--Foto: Imam Husein/Jawa Pos[/caption] KPK Bidik Keluarga Penikmat Fasilitas Haji JAKARTA- Suryadharma Ali (SDA) terus mencatat sejumlah poin yang dianggap penting saat hakim membacakan vonis atas kasus korupsinya. Mantan menteri agama (Menag) itu tak bisa menyembunyikan kekecewaannya saat hakim mengucapkan vonis enam tahun penjara untuk dirinya. Ketua Majelis Hakim Aswijon mengatakan, SDA terbukti sah dan menyakinkan bersama-sama melakukan korupsi sebagaimana dakwaan kedua. Dalam dakwaan kedua, SDA dijerat dengan pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor juncto pasal 55 dan 65 KUHP. "Oleh karenanya, majelis menjatuhkan pidana penjara enam tahun dan denda Rp 300 juta, subsider 3 bulan," ucap Aswijon. SDA juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,8 miliar. Uang pengganti itu jika tidak dibayarkan maka hukumannya ditambah dua tahun. Vonis hakim tersebut jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa KPK mengajukan tuntutan agar SDA dihukum 11 tahun, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan serta membayar uang pengganti Rp 2,3 miliar. Putusan hakim terhadap uang pengganti tampaknya hanya didasarkan pada keuntungan yang didapat SDA. Dalam dakwaan SDA disebut mendapatkan keuntungan Rp 1,8 miliar dan selembar kiswah. Nah, padahal kerugian negara total yang terjadi dalam kasus SDA sebesar Rp 27,28 miliar dan SR 17,96.     Uang itu banyak dinikmati keluarga dan kolega separtai SDA. Putusan hakim tersebut juga tak mengabulkan tuntuan pencabutan hak politik SDA. Menurut hakim, pencabutan hak tidak perlu dilakukan karena sebagai SDA selama menjadi Menag dinilai telah membuat pelayanan penyelenggaraan haji yang lebih baik. Pernyataan itu tentu kontra dengan pertimbangan hakim. Dalam pertimbangannya, hakim anggota Sutiyo menyatakan, unsur melawan hukum telah terpenuhi pada diri SDA. Melawan hukum yang dimaksud ialah menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), mengangkat pendamping Amirulhaj tidak sesuai ketentuan, dan menyalahgunakan peruntukan menggunakan dana operasional menteri (DOM). SDA juga dinilai melawan hukum dalam mengarahkan tim penyewaan perumahan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia yang tidak sesuai ketentuan. "Terdakwa juga nilai memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas,"  ucap Sutiyo. Setelah mendengarkan dakwaan, SDA tampak tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Matanya tampak berkaca-kaca. Dia juga cukup lama berdiskusi dengan kuasa hukumnya sebelum menanggapi keputusan hakim. "’Saya melihat putusan ini sama sekali tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Saya perlu kesempatan untuk memikirkan langkah hukum selanjutnya," ucap SDA pada hakim. SDA tampaknya tak sendirian terjerat kasus korupsi penyelenggaran haji. Sebab, KPK kini tengah membidik sejumlah pihak yang ikut menikmati keuntungan dari kasus haji. "Nama-nama itu selama ini disebut bersama-sama dalam melakukan korupsi dalam dakwaan SDA," ujar sumber di internal KPK. Nama yang ada dalam dakwaan itu antara lain Hasrul Azwar (anggota Komisi III), Ermalena (mantan staf khusus Menteri Agama), Mukhlisin (kader PPP), dan Mulyanah (mantan ajudan istri SDA, Wardatul Asriah). Hasrul termasuk yang paling banyak diuntungkan dari kasus korupsi haji. Dia menerima uang SR (Saudi Riyal) sebanyak 5.851.850 dari fee penyewaan hotel di Madinah dan Jeddah. Nama Hasrul bahkan telah secara khusus digelar perkara saat pimpinan KPK jilid III masih menjabat Desember lalu.(gun/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: