Mengenal Wahyudi, Kendalikan BUMdes Pangungharjo Bantul, Bebaskan Pemeriksaan Kehamilan dan Biaya Kelahiran, T

Mengenal Wahyudi, Kendalikan BUMdes Pangungharjo Bantul, Bebaskan Pemeriksaan Kehamilan dan Biaya Kelahiran, T

TARGET WARGA SEJAHTERA: Wahyudi Anggoro Hadi di Kampoeng Mataraman, salah satu unit BUMDes di Desa Panggungharjo, Bantul. PEMDES Panggungharjo di bawah kendali Wahyudi Anggoro Hadi, membebaskan pemeriksaan kehamilan dan biaya kelahiran serta menerapkan kebijakan satu rumah satu sarjana. Survei terakhir menunjukkan bahwa 73 persen warga bahagia dan ditargetkan bisa mencapai 100 persen pada 2024. ILHAM WANCOKO, Bantul DITA Indah Damayanti bersyukur benar bisa melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi. Dengan biaya yang ditanggung pemerintah desa (pemdes) tempatnya bermukim bersama keluarga. "Dibiayai setiap semester dengan meminta surat perincian biaya dari kampus," kata mahasiswi Politeknik Negeri ATK Yogyakarta tersebut kepada Jawa Pos. Pemerintah Desa (Pemdes) Panggungharjo, Bantul, Jogjakarta, yang dipimpin Wahyudi Anggoro Hadi sejak 2011 memang menjalankan program satu rumah satu sarjana. Pemdes membiayai satu anak dari setiap kepala keluarga untuk bisa bersekolah hingga menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. "Hingga saat ini, sudah ada sekitar 150 anak yang dibiayai pendidikan hingga sarjana," ungkap Wahyudi. Persyaratannya, kata Dita, juga sangat mudah. Hanya butuh tanda tangan RT setempat dan orang tua serta fotokopi kartu keluarga dan KTP. "Juga tanda diterima dari kampus," ucapnya. Setelah mengubah kinerja perangkat desa, Wahyudi memang mengalihkan fokus pada pekerjaan utamanya: meningkatkan kesejahteraan warga. Pendapatan asli desa (PAD) otomatis harus dinaikkan. Yang akhirnya bisa digunakan untuk membiayai semua persoalan mendasar dari warga Panggungharjo. Dari hanya satu unit BUMDes pengelola sampah, Wahyudi mulai mencari potensi pendapatan lainnya. Semua aset desa kemudian dihitung ulang. Lantas, dilakukan renegosiasi dan nasionalisasi aset desa. Dia menceritakan, salah satu renegosiasi itu terkait dengan sebuah tanah bengkok milik desa yang digunakan sebagai gudang. "Awalnya, desa hanya mendapat Rp 12 juta per tahun dengan hitungan Rp 2.500 per meter persegi," jelasnya. Renegosiasi berhasil digolkan setelah ditemukan fakta bahwa kontraknya bermasalah. Regulasi dilanggar sendiri oleh pemdes sebelumnya. "Biaya kontrak lahan dibuat kecil, tapi oknumnya dapat bagian. Ini perilaku korup," tegasnya. Akhirnya, dengan renegosiasi ulang itu didapatkanlah nilai yang baru: Rp 320 juta per tahun. Penyewa, kata Wahyudi, mau renegosiasi karena percaya uang tersebut digunakan untuk kepentingan desa. Bayarnya langsung ke bendahara desa, bukan ke kepala desa. Langkah lainnya adalah nasionalisasi aset desa. Semua tanah bengkok yang diambil alih oleh pemdes digunakan sebagai badan usaha milik desa (BUMDes). Panggungharjo akhirnya memiliki lima unit BUMDes. Lima unit BUMDes itu adalah The Ratan, penyewaan tempat rapat; Kampoeng Mataraman, restoran gaya Jawa; Pasardesa.id, e-commerce berbasis produk desa; Unit Pengelolaan Sampah; dan PT Sinergi Kampung Lestari, perusahaan pengolah minyak nyamplung jadi bahan kosmetik. Kelima BUMDes pun secara dratis mampu menggenjot PAD Panggungharjo. https://radarbanyumas.co.id/kades-ambil-risiko-kehilangan-suara-warga-demi-integritas-di-desa-umumkan-uang-sogokan-sebagai-uang-bantuan-untuk-desa/ BUMDes itu tidak sekadar menambah PAD, tetapi juga dikonsep untuk menyerap tenaga kerja dari warga Panggungharjo. Khususnya warga yang terpinggirkan. Jumlahnya minimal 60 persen. "Warga marginal itu ya pemuda putus sekolah, difabel, lansia, dan sebagainya," paparnya saat berbincang dengan Jawa Pos di Kampoeng Mataraman. Para warga marginal itulah yang selama ini paling rentan kemiskinan. Padahal, tugas utamanya sebagai pemimpin adalah memberikan kesejahteraan kepada warganya. Dengan kombinasi kebijakan renegosiasi dan nasionalisasi aset menjadi BUMDes, Wahyudi mampu meningkatkan PAD Panggungharjo. Pada 2012, di awal Wahyudi menjabat, PAD hanya Rp 300 juta. Setahun kemudian, jumlah PAD-nya meningkat drastis menjadi sekitar Rp 800 juta. Lalu, sejak 2014 PAD selalu tembus di atas Rp 1 miliar. Bahkan sempat Rp 1,2 miliar. PAD itu baru turun lagi di angka Rp 800 juta pada 2020 dan 2021. Dia menyatakan bahwa penurunan PAD tersebut tentu tak terlepas dari efek pandemi Covid-19. ”Namun, BUMDes masih bertahan. Harus bersyukur, mengingat banyak yang tumbang,” ujarnya. Dia menjelaskan, sebenarnya pendapatan dari lima unit BUMDes bisa mencapai Rp 3 miliar. Namun, itu pendapatan kotor, belum dipotong dengan biaya tenaga kerja dan biaya produksi. ”Selain BUMDes, kami membuat donasi warga untuk warga,” terangnya. Jumlah warga Panggungharjo mencapai 28 ribu jiwa dengan 9.550 kepala keluarga. Bila 500 kepala keluarga paling kaya mendonasikan Rp 100 ribu setiap bulan untuk membantu warga lainnya saja, sudah terkumpul Rp 50 juta per bulan. ”Sudah banyak untuk bisa membantu berbagai kebutuhan dasar warga yang membutuhkan,” ujarnya. Dengan pendapatan BUMDes dikombinasikan dari donasi warga itu, Pemdes Panggungharjo mampu membuat berbagai program yang bisa menyejahterakan warganya. Misalnya, layanan kesehatan purna untuk ibu hamil dan anak secara gratis. Layanan kesehatan tersebut mencakup fasilitas 7 kali periksa kehamilan, 1 kali melahirkan, 2 kali pemeriksaan nifas, dan 5 kali imunisasi anak. ”Yang hamilin suaminya, lapornya ke lurah, langsung semua gratis,” tuturnya. Panggungharjo juga memiliki lembaga mediasi desa (LMD). Wahyudi menjelaskan bahwa permasalahan sengketa lahan itu juga persoalan mendasar di desa. Misalnya, sengketa antarahli waris dan antartetangga. LMD yang diisi para warga dengan latar pendidikan hukum menyelesaikan permasalahan dari sengketa lahan hingga pencurian yang dilakukan tetangga. ”Lembaga mediasi ini menyelesaikan persoalan sebelum sampai ke ranah hukum,” jelasnya. Beragam program desa itu dibiayai dari kombinasi antara PAD dan donasi warga. Dia menuturkan bahwa semua kondisi itu belum ideal untuk pemerintah desa. Visi Wahyudi lebih jauh lagi. Berdasar rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Panggungharjo, telah ditargetkan bahwa lurah wajib menyejahterakan 100 persen warga desa pada 2024. ”Jadi, semua warga harus sejahtera dalam tiga kali kepemimpinan Wahyudi sebagai lurah (sebutan untuk kepala desa di pedesaan Jawa, Red),” paparnya. Dengan target tersebut, Wahyudi dan perangkat desa menetapkan empat indikator kesejahteraan. Setiap warga memiliki tabungan, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, dan indeks kebahagiaan yang meningkat. Menurut dia, ada 12 indikator kebahagiaan secara internasional. Panggungharjo telah melakukan survei untuk mengukur indeks kebahagiaan warga pada 2018. Sesuatu yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. Hasilnya, saat itu 73 persen warga bahagia. Seharusnya survei tingkat kebahagiaan kembali dilakukan pada 2020. Namun, akibat pandemi, survei tersebut diundur. Melihat derap kemajuan Panggungharjo, bagaimana kalau kemudian ada eksodus warga desa sekitar ke Panggungharjo? Wahyudi yang sudah dua kali menolak dicalonkan sebagai wakil bupati Bantul hanya tertawa. Menurut dia, sejumlah tetangga desa memang sudah mengeluh kepadanya. ”Ya, saya bilang, ’Terima saja kutukanmu. Yang milih pemimpinmu kan kamu’,” candanya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: