Pertuni Cilacap Jadi "Ajang Jodoh" Kelompok Tuna Netra

KUMPUL : Kelompok tuna netra saat berkumpul di kantor Pertuni Kabupaten Cilacap, Senin (17/6). (NASRULLOH/RADARMAS)
50 Persen Anggotanya Menemukan Jodoh Sesama Tuna Netra
CILACAP - Memiliki kekurangan bukan jadi alasan untuk tidak berusaha. Seperti yang dilakukan Kelompok Penyandang Tuna Netra di Cilacap. Meski memiliki kekurangan dalam indera penglihatan, mereka tetap ingin terus berkarya.
Senin (17/6) pukul 06.00, Sangidun (47), pria yang sudah buta sejak berumur 1,5 tahun, harus berangkat ke kota Cilacap dari Desa Banjarwaru, Kecamatan Nusawungu, menggunakan bus.
Hari itu ada acara silaturahmi halal bihalal anggota Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Kabupaten Cilacap di Kantor Pertuni Cilacap, yang berlokasi di Jalan Jenderal Ahmad Yani Kelurahan Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan.
Sebagai Ketua Pertuni Kabupaten Cilacap, dia merasa perlu datang lebih awal dari anggota lainnya. Jadwal acara dimulai pukul 09.30 WIB, tetapi pengurus dan anggota sepakat harus sudah di lokasi pada pukul 08.00 WIB.
"Sengaja kita majukan, supaya ketika acara semua anggota sudah hadir. Tidak enak bila undangan dari luar sudah hadir, kami yang mengundang malah belum ngumpul," kata dia yang mengaku sudah sampai di lokasi sejak pukul 07.45.
Kesepakatan datang satu setengah jam lebih awal dari jadwal dibuat bukan tanpa alasan. Mereka menyadari, dengan kekurangan yang dimiliki terkadang menjadi kendala di jalan. Yang membuat mereka tidak bisa sampai tepat waktu.
Bagi anggota Pertuni, keharusan datang lebih awal bukan menjadi beban. Tetapi dilakukan dengan senang hati. Karena bagi setiap anggota, momen silaturahmi atau pertemuan bulanan merupakan momen berbahagia.
"Pertuni bagi saya sudah lebih dari organisasi. Sudah menjadi keluarga," kata Sangidun yang mulai bergabung Pertuni sejak 1995, setelah keluar dari Panti Sosial Bina Netra Darma Putra (BNDP) Purworejo.
Selain bisa berkumpul dengan sesama tuna netra, menurut Sangidun, Pertuni juga jadi tempat mendapatkan jodoh. Dari 93 anggotanya, sekitar 50 persennya menemukan jodohnya di Pertuni. Seperti Sangidun sendiri yang menemukan jodohnya di Pertuni.
"Banyak anggota yang bernasib sama menemukan jodohnya di sini. Hampir 50 persen jodohnya juga tuna netra. Ketemunya ada yang di Pertuni, ada juga yang ketemu saat di Purworejo," ujarnya.
Dia mengungkapkan, persoalan yang dihadapi anggotanya yakni pandangan masyarakat umum terhadap penyandang tuna netra. Yang menurutnya belum sepenuhnya menerima. Karena masih banyak anggotanya yang mengaku mendapatkan diskriminasi dari masyarakat.
"Contoh kecil yang masih sering dihadapi anggota kami, yakni kesulitan mendapatkan akses jalan. Seperti saat kita kesulitan mau menyeberang, tidak ada masyarakat yang peduli," tambahnya.
Dia berharap, ke depan masyarakat lebih perhatian terhadap kelompok tuna netra. Bukan uang yang mereka ingin dapatkan, tetapi cukup dengan perhatian. "Yang kita perlukan adalah kepedulian, supaya kami bisa lebih mandiri," imbuhnya.
Untuk mata pencaharian, sebagian besar anggota Pertuni memiliki pekerjaan mandiri. Sekitar 80 anggota Pertuni berprofesi sebagai tukang pijat. Meski dalam praktiknya, tukang pijat tuna netra menggunakan peralatan seadanya.
"Kalau masalah pekerjaan kita sebenarnya bisa mandiri. Cuma modalnya yang terbatas," tandasnya. (NASRULLOH, Cilacap/sus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: