18 Sampel Produk Makanan Diamankan Disparbun Cilacap

18 Sampel Produk Makanan Diamankan Disparbun Cilacap

Ada Susu Kental Manis Dijual Tanpa Merk CILACAP - Sebanyak 18 sampel berbagai produk makanan dan minuman yang diduga mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan, diamankan oleh Tim Jejaring Keamanan Pangan Daerah (TJKPD) dari hasil monitoring mutu dan keamanan pangan. Dari pantauan Radarmas, sampel produk makanan minuman ini selain harus terus didinginkan di dalam alat pendingin milik Dinas Pangan dan Perkebunan Cilacap, warnanya juga sangat mencolok dan tidak berbau. SAMPEL : Pegawai Disparbun Cilacap menunjukkan sampEl kErupuk soto yang diduga mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan, Kamis (24/5).Yudha Iman Primadi/Radarmas Bahkan satu dari belasan sampel produk makanan dan minuman tersebut, terdapat satu kaleng susu kental manis kedaluwarsa yang diperjualbelikan bebas tanpa merk. Anggota TJKPD Cilacap, Hilda Nour Mafitiyas mengatakan, sampel-sampel produk makanan tersebut nantinya terlebih dahulu akan diuji di laboratorium untuk membuktikan benar atau tidaknya ada bahan-bahan berbahaya yang terkandung di dalamnya. "Meskipun kami amankan, semua sampel produk tersebut kami bayar layaknya membeli," ujarnya ketika ditemui Radarmas, Kamis (24/5). Dia menjelaskan, untuk saat ini dugaan sementara sampel produk yang disita karena mengandung pewarna, formalin dan boraks. Semua sampel produk makanan dan minuman yang diamankan semua berasal dari pasar-pasar tradisional di wilayah barat Cilacap. "Rata-rata sebagian besar produk dari Jawa Barat. Bahkan termasuk penjualnya," ungkapnya. Dia menjelaskan, selain dari Jawa Barat, beberapa produk diantaranya ada yang berasal dari Wangon dan Ajibarang, Banyumas, Gombong serta Sidoarjo. "Monitoring akan terus dilakukan sampai 5 Juni mendatang," kata Hilda. Dari belasan produk tersebut, tidak tampak daging beku kedaluwarsa yang ditemukan di salah satu toko modern di wilayah Majejang. Dia menambahkan, untuk mengamankan produk dari pasar modern, supermarket atau swalayan, tim harus mengikuti prosedur yang diterapkan oleh perusahaan. "Salah satunya izin pimpinan. Karyawan yang dilapangan tidak bisa memutuskan," pungkasnya. Temuan makanan olahan yang mengandung bahan berbahaya, hampir tiap tahun ditemukan. Terlebih saat tim terpadu turun ke pasar tradisional. Terbaru, tim gabungan mendapati makanan kering yang mengandung bahan berbahaya di Pasar Induk Majenang. Dari catatan yang ada, temuan besar terjadi tahun 2011 lalu. Saat itu petugas menyita karag atau kerupuk berbahan dasar tepung tapioka yang memakai pewarna kain. Tim mendapatinya di Pasar Induk Majenang. Kasus serupa kembali terulang 2015 lalu. Lokasinya ada di Pasar Cipari. Petugas gabungan berhasil menelusuri produsen karag dengan pewarna kain tersebut. Mereka juga meminta kepala Pasar Cipari mengamankan seluruh temuan. Hingga barang ini kemudian diganti oleh produsen dengan karag tanpa pewarna kain. Rata-rata produk ini merupakan hasil industri rumah tangga. Sebut saja karag, kuping gajah, bolu emprit dan uler-uler. "Semuanya buatan industri rumah tangga," ujar Kasie Keamanan Pangan Dinas Pangan dan Perkebunan, Soetji Hernaeni. Pihaknya selama ini baru bisa memberikan saran kepada pedagang agar menolak produk tersebut. Dengan demikian, produsen tidak bisa berbuat banyak karena dagangan mereka ditolak pedagang pasar. Langkah lain adalah dengan mengembalikan produk tersebut kepada pembuat. Hal ini akan memiliki efek yang sama dengan penolakan oleh pedagang pasar. "Saran kita ya dikembalikan," tegasnya. Sementara untuk sampai tahap penindakan, pihaknya terganjal tidak adanya payung hukum berupa peraturan daerah (Perda). "Belum ada Perda. Kalau kepolisian bisa paka Undang Undang Pangan. Tapi untuk kelas produk rumah tangga tentu lebih tepat pembinaan," imbuhnya. (yda/ha/din)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: