Pembuktian Kriminalisasi Terhapus Deponering

Pembuktian Kriminalisasi Terhapus Deponering

BW: Deponering Kemenangan Rakyat JAKARTA- Keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan kasus duo mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan Bambang Widjojanto memang mendapat apresiasi publik. Tapi, di sisi lain pengesampingan ini juga memupuskan harapan untuk membuktikan apakah ada kriminalisasi dalam kedua kasus yang sempat menyedot perhatian masyarakat. Kedua kasus tersebut selama ini masih menjadi tanda tanya. Berbagai indikasi menguatkan adanya kriminalisasi, seperti waktunya yang begitu dekat dengan penetapan tersangka pada Komjen Budi Gunawan dan kasus yang usianya begitu uzur. Namun, ternyata penyidik Polri juga berhasil mendapatkan persetujuan Jaksa bahwa kedua kasus ini merupakan pidana. Buktinya, jaksa menetapkan kedua kasus telah P21 atau berkas kasus yang lengkap. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, dengan P21 ini maka tugas kepolisian selesai dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan. Jaksa menganggap barang bukti telah mencukupi dalam kedua kasus. "Pelaku pidana juga telah disepakati dan diketahui," tegasnya ditemui di Komplek Mabes Polri kemarin. Dengan deponering ini, maka harus diketahui bahwa salah satu prinsip sebuah negara adalah tidak ada orang yang kebal hukum. Siapapun orangnya dan apapun profesinya seharusnya sama di depan hukum. "Petani, pejabat, wartawan semunya seharusnya sama di depan hukum," paparnya. Pengadilan yang menjadi pembuktian, apakah orang itu bersalah atau tidak. Argumentasi dan bukti diuji di pengadilan. Jaksa penuntut umum yang bertugas untuk membuktikannya. "Hakim yang akan memberikan keputusan, siapa yang salah dan siapa yang tidak," paparnya. Bila, Proses hukum ini tidak sampai kesana, maka kepastian hukum menjadi tidak terpenuhi. Kalau merasa tidak adil, maka ada proses yang bisa ditempuh keduanya. "Karena itu, saya merasa keadilan juga belum terpenuhi dalam kedua kasus ini," terangnya. Hukum di Indonesia dibentuk dengan tiga nilai dasar, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Karena itu, deponering yang merupakan hak preogratif Jaksa Agung juga harus dijelaskan, dimana kepentingan umum pengesampingan kedua kasus tersebut. "Walau begitu, kami tetap menghormati kewenangan Jaksa Agung," ujarnya. Apakah deponering ini justru menunjukkan kedua mantan pimpinan KPK seolah kebal hukum? Dia menjawab, masyarakat bisa menilai sendiri, bagaimana penuntasan kasus tersebut. "Ya, buat apa kami melakukan proses dari penyelidikan hingga penyidikan," paparnya. Kalau pun, tidak ingin menyurutkan pemberantasan korupsi. Benarkah pengusutan pada kasus Samad dan BW hingga pengadilan bisa menghentikan pemberantasan korupsi. "Saya kira kini masyarakat bisa mengetahuinya," ujarnya. Karena itu pula, Polri meminta jangan ada yang menganggap kasus ini merupakan kriminalisasi. "Bukti dan saksi semua menunjukkan ini bukan kriminalisasi," tegasnya. Sementara Samad dan Bambang secara bergantian mendatangi kantor Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung. Keduanya mengambil surat deponering atas kasusnya. Samad datang pukul 15.00 dengan wajah yang ceria. Dia langsung masuk ke ruang kerja Jampidum. Setelah pertemuan dengan Jampidum, Samad menuturkan bahwa  semua orang boleh memiliki pandangan apapun terkait deponering kasusnya. Termasuk, adanya anggapan bahwa deponering seakan membuat dirinya kebal hukum. Namun, deponering merupakan mekanisme yang diperbolehkan hukum. Sama sekali tidak ada pelanggaran dalam deponering tersebut. "Deponering diatur undang-undang, ini legal," tegasnya kemarin. Soal pembuktian di pengadilan yang akan lebih diterima, dia menjawab, sebaiknya semua tidak berandai-andai. Menurutnya, tidak ada yang boleh mengatur-atur penegak hukum, apakah mau deponering atau di pengadilan. "Oleh karena itu, kita harus menerimanya," paparnya. Yang pasti, kejadian ini merupakan risiko sebagai pimpinan KPK saat itu. Semua orang memiliki risiko-risikonya masing-masing. "Kita harus menerima risiko itu agar bisa memaknai hidup ini," jelasnya. Yang paling utama, kendati sudah tidak menjadi pimpinan KPK dan sempat terhadang dengan kasus pidana, pemberantasan terhadap korupsi harus lebih giat dilakukan. "Korupsi di negeri ini masih perlu perlawanan yang masif. Jangan harap tanpa perlawanan masif, korupsi di negeri ini bisa diberantas," ujarnya lalu berterima kasih pada Presiden Jokowi dan Jaksa Agung atas deponering tersebut. Sementara Bambang yang datang lebih dulu sekitar pukul 08.00, menuturkan bahwa deponering ini merupakan kemenangan seluruh rakyat Indonesia. Dengan tanpa korupsi, negeri ini akan semakin hebat. "Upaya pemberantasan korupsi akan semakin bergairah," ujarnya ditemui di depan kantor Jampidum. Sementara itu, usai menerima salinan SK deponering dari Kejagung, BW dan AS secara terpisah mendatangi KPK. BW yang datang lebih dulu mengatakan pada wartawan bahwa sebenarnya berharap perkaranya dihentikan melalui penerbitan surat keputusan penghentian penuntutan atau SKP2. "Saya berharapnya SKP2, tapi putusan ini harus dihormati," ujar pengacara yang kini banyak berkecimpung sebagai konsultan itu. Mengenai Polri yang keberatan dengan keputusan deponering Jaksa Agung, BW melihat hal itu sebuah hal yang wajar. Sekitar dua jam setelah kedatangan BW, Abraham Samad juga sowan ke KPK. Berbeda dengan BW, Samad memilih datang diam-diam. Dia masuk dan keluar lewat basement Gedung KPK yang tertutup untuk umum. Tak banyak yang disampaikan Samad. Dia mengaku akan tetap berada dalam lingkaran pemberantasan korupsi meskipun pernah mengalami kriminalisasi. Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan kedatangan BW dan AS ditemui Ketua KPK Agus Raharjo. Tak ada pembicaraan khusus ketiga orang tersebut. "Hanya silaturahmi saja," ujarnya. Yuyuk berharap, ke depan tidak ada lagi kasus-kasus kriminalisasi yang menimpa pegawai maupun pimpinan KPK. Terpisah, saat dikonfirmasi terkait respon Kapolri atas deponering Bambang dan Samad, Ketua Komisi III Bambang Soesatyo juga memberi respon yang sama. Menurut Bambang, DPR secara jelas mengatakan bahwa pemberian deponering tidak tepat karena unsur kepentingan umum tidak terpenuhi. "Ini berbeda dengan kasus Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah," kata Bambang kemarin. Menurut Bambang, dalam kasus Bibit dan Chandra, aspek kepentingan umum terpenuhi. Sebab, keduanya masih menjabat sebagai pimpinan KPK. "Dimana jika tidak segera diberikan deponering akan mengganggu jalannya upaya pemberantasan korupsi di KPK," ujarnya. Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman menilai, Jaksa Agung nampaknya memiliki pertimbangan atas nama kepentingan umum, untuk memberikan deponering kepada Samad dan Bambang. Karena itu, Jaksa Agung harus menjelaskan hal itu secara gamblang kepada publik. "Jaksa Agung harus bisa menjelaskan. Kalau tidak, ada kesan penegak hukum main-main," kata Benny secara terpisah. Menurut Benny, dengan deponering itu, tidak akan mengubah status tersangka dari Samad dan Bambang. Sebab, dua kasus yang menyeret keduanya sudah memenuhi unsur penuntutan. "Deponering tidak mengubah status hukum mereka. Tidak menghapuskan tersangka. Karena itu sudah P21," tandasnya. (idr/gun/bay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: