Yang Bikin Senpi Itu Anak-Anak Muda yang Butuh Duit

Yang Bikin Senpi Itu Anak-Anak Muda yang Butuh Duit

[caption id="attachment_99936" align="aligncenter" width="100%"]: Hermanto, pemilik Toko Tangkas Sport memperlihatkan salah satu senapan 4,5 milimeter buatan Cipacing : Hermanto, pemilik Toko Tangkas Sport memperlihatkan salah satu senapan 4,5 milimeter buatan Cipacing[/caption] Sentra Industri Senapan Cipacing, Riwayatmu Kini Dikaitkan dengan terorisme membuat industri senapan di Cipacing, Sumedang, terpukul. Jumlah perajin dan pedagang susut. Mereka pun minta polisi menindak penjual senpi online. AGUS WIRAWAN, Sumedang ADA yang mengaku tentara. Ada pula yang menyebut dirinya polisi. Macam-macam. Hermanto tak pernah bisa mengonfirmasi status mereka. Yang pasti, tiap bulan setidaknya dua hingg tiga orang selalu menemui dia dengan keperluan sama: minta dibuatkan senjata api (senpi) rakitan. ”Semua saya tolak,” kata Hermanto, pemilik toko senapan Tangkas Sport di Jalan Cipacing, Sumedang, Jawa Barat. Hermanto menolak karena membuat atau menjual senpi berarti berurusan dengan hukum. Apalagi, bisa saja senpi itu jatuh ke tangan-tangan jahat. Entah dipakai buat merampok. Atau malah untuk tindak terorisme. ”Biasanya yang pesan bilang hanya untuk jaga-jaga atau gagah-gagahan. Tapi, kami nggak mau lah ambil risiko,” tuturnya. Jalan Cipacing, Sumedang, salah satu sentra industri senapan terbesar di tanah air, memang sudah merasakan betul dampak ”bermain-main” dengan senpi. Citra mereka terpuruk setelah dalam periode 2013 sampai 2015 dikaitkan dengan terorisme. Pada 2013 Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombespol Slamet Riyanto memastikan, senpi rakitan yang melukai dan membunuh polisi di Pondok Aren, Tangerang Selatan, diproduksi di Cipacing. Senjata itu digunakan dua tersangka terorisme, Nurul Haq dan Hendi Albar. Polisi lantas membekuk tujuh pembuat senpi rakitan itu. Setahun kemudian, Kapolri Jenderal Sutarman mengungkap penangkapan jaringan pembuat senjata api di Cipacing. Ada 14 perajin yang diduga terlibat dengan total produksi mencapai 1.400 senpi dalam setahun. Sutarman mengatakan, salah satunya berhubungan dengan penembakan rumah mantan Ketua MPR Amien Rais di Jogjakarta. Dua kejadian itu benar-benar memukul industri di sana. Apalagi, ketika pada awal 2015, Resmob Satuan Brimob Jabar menangkap HS, 52, seorang perajin senapan angin di Cipacing yang juga membuat senjata api. Dalam penangkapan itu, polisi menemukan barang bukti sepucuk senjata api Colt Cal 45,2, airsoft gun Makarov yang telah dimodifikasi. Ditemukan pula belasan peluru tajam kaliber 6,2 mm serta 5,56 mm. Citra hancur, jumlah perajin dan toko penjual senapan di Cipacing pun terus menyusut. Pada era 1980-an, jumlah perajin di sana sekitar 400 orang. Kini cuma tersisa 70–80 orang. Begitu pula pedagang. Sekarang hanya tersisa delapan toko senapan di sepanjang Jalan Cipacing. ”Padahal, ini usaha warisan leluhur dari zaman Belanda yang harusnya dilestarikan,” kata Idih Sunaedi, ketua Koperasi Bina Karya yang membawahkan 115 pedagang dan perajin di Cipacing. Seluruh toko di Cipacing sekarang hanya menjual senapan angin 4,5 milimeter. Sebab, memang hanya jenis itu yang diperbolehkan polisi untuk diperdagangkan. ”Di atas itu dianggap ilegal,” ujar Hermanto. Seperti juga diakui Hermanto, Idih menyebutkan, pesanan senpi rakitan sejatinya selalu ada. Namun, tidak ada satu pun anggotanya yang berani memenuhi. ”Kalaupun masih ada yang mau buat, itu pasti bukan anggota kami. Biasanya itu anak-anak muda yang lagi butuh duit,” kata pria berusia 74 tahun tersebut. Kini senpi rakitan hanya ramai diperdagangkan secara online. Sebuah blog terang-terangan menawarkan berbagai senpi. Mulai jenis revolver seharga Rp 5,4 juta hingga FN senilai Rp 7,2 juta. ”Mau pesan apa? FN atau revolver? Harganya sama Rp 7 juta,” kata si pedagang online melalui pesan singkat kepada Jawa Pos yang berpura-pura membeli. Pemesanan akan ditindaklanjuti setelah uang muka 75 persen dikirim. Barangnya akan dikirim sepuluh hari setelah pemesanan. Saat ditanya senpi buatan mana, pedagang online itu menjawab singkat. ”Buatan lokal Sumedang,” katanya. Dia lantas memilih mengakhiri pembicaraan dengan mengirimkan nomor rekening bank. ”Kalau serius transfer uangnya ke sini. Kasih alamatnya, nanti saya kirim,” katanya. Setelah itu, tidak ada lagi kontak. Di mata Hermanto, para pedagang senpi di dunia maya itu semakin menghancurkan citra Cipacing. Selain itu, akibat perang harga dengan mereka, pedagang offline seperti dia terpaksa memangkas harga hingga 50 persen. Sekarang Hermanto menjual senapan angin kaliber 4,5 milimeter untuk jenis per seharga Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta. Sedangkan jenis pompa dijual Rp 1 juta–Rp 2 juta. Yang paling mahal jenis gas atau pre-charged pneumatic (PCP). Harganya Rp 2 juta–Rp 6 juta. ”Dulu saya bisa untung Rp 500 ribu tiap unit. Sekarang paling Rp 200 ribu,” katanya. Hermanto mengatakan, perajin di Cipacing memiliki skill masing-masing. Ada yang ahli membuat pegangan kayu, laras besi, hingga aksesori. Jadi, biasanya pedagang memesan dari dua atau tiga perajin sekaligus. ”Perajin senapan angin itu tua-tua. Kalau yang buat senpi rakitan biasanya anak muda yang lagi butuh duit,” terang pria 25 tahun itu. Dulu, terang Hermanto, pemasaran senpi rakitan dilakukan para makelar dengan bertemu pembeli secara langsung. Setelah menerima order, makelar tersebut lantas menghubungi perajin kepercayaannya. Hermanto pun berharap polisi bisa lebih meningkatkan pengawasan terhadap penjualan senapan melalui online. Meski, dia sadar tidak akan mudah menangkap pelakunya. Sebab, sepengetahuan Hermanto, pedagang senpi rakitan melalui online biasanya sudah mempersiapkan diri untuk meminimalkan risiko penangkapan. Mereka sengaja mencetak KTP dengan nama dan alamat palsu untuk membuat rekening bank asli. ”Jadi, kalaupun pembeli ditangkap, sulit menelusuri identitas penjualnya,” tambah dia. Idih juga sangat geram atas maraknya pedagang senpi online yang membawa-bawa nama Cipacing. Padahal, seluruh anggota koperasi yang dia pimpin sudah sekuat tenaga mematuhi hukum dengan tak melayani permintaan senpi rakitan. Kendati, sejatinya membuat senpi rakitan itu jauh lebih gampang ketimbang senapan angin. Karena itu, dia berharap aparat juga bisa lebih keras memerangi perdagangan senpi ilegal secara online. ”Mereka itu yang menghancurkan usaha kami,” katanya. (*/c10/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: