Banner v.2

Angka Kekerasan Anak dan Perempuan di Purbalingga Melonjak Tajam

Angka Kekerasan Anak dan Perempuan di Purbalingga Melonjak Tajam

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Dinsosdaldukkbp3a Purbalingga, Brianda Astro Diaz menunjukkan data kasus yang ditangani UPTD PPA.-Alwi Safrudin/Radarmas-

PURBALINGGA, RADARBANYUMAS.DISWAY.ID – Tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Purbalingga menunjukkan grafik yang memprihatinkan.

Berdasarkan data UPTD PPA Kabupaten Purbalingga hingga 14 November 2025, tercatat total 132 kasus yang ditangani. Angka ini melonjak drastis dibandingkan tahun 2023 dan 2024 yang masing-masing tercatat sebanyak 73 kasus.

Lonjakan paling signifikan terlihat pada kategori Anak Berhubungan dengan Hukum (ABH) yang mencapai 46 kasus, serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menyentuh angka 24 kasus. Selain itu, kekerasan seksual masih mendominasi dengan 36 kasus di mana 35 korbannya adalah perempuan.

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinsosdaldukkbp3a Purbalingga, Brianda Astro Diaz, mengungkapkan bahwa tingginya angka ini menjadi indikator meningkatnya kesadaran masyarakat untuk bersuara. Menurutnya, basis kinerja PPA bukan sekadar menekan angka, melainkan memastikan setiap laporan tertangani dengan tuntas.

BACA JUGA:Bunda Forum Anak Tekankan Peran Strategis Anak Purbalingga sebagai Pelopor dan Pelapor

"Harapannya lebih banyak perempuan sadar bahwa dirinya adalah korban kekerasan. Kekerasan itu bukan takdir, itu sesuatu yang bisa dihentikan. Masih banyak perempuan yang sebenarnya berdaya, tetapi menjadi tidak berdaya karena lingkungan," kata Brianda.

Brianda menjelaskan, UPTD PPA memberikan layanan bagi anak di bawah usia 18 tahun dan perempuan dewasa melalui skema yang fleksibel. Berbeda dengan ranah kepolisian yang murni penegakan hukum, PPA masuk dalam ranah pendampingan dan mediasi.

"Di UPTD ada opsi apakah butuh dilaporkan (ke polisi) atau tidak. Namun, kami tetap mengarahkan dan menemani untuk lapor ke kepolisian agar korban berani melapor. Layanan kami bisa dari penemuan kasus sampai putusan, atau hanya sekadar mediasi," tambahnya.

Terkait jenis kekerasan, Brianda menyoroti munculnya tren Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) dan pemerasan di media sosial. Ia mencontohkan kasus di mana korban diancam penyebaran konten asusila setelah melakukan hubungan seksual.

BACA JUGA:DPRD dan Pemkab Purbalingga Setujui Raperda KLA, Ketua Pansus Soroti Fenomena Fatherless

"Perempuan di atas 18 tahun seringkali dilemahkan oleh sistem di sekitarnya, bahkan bisa jadi pelakunya adalah keluarga atau suaminya sendiri," tegasnya.

Pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak takut melapor. Bagi PPA, semakin banyak korban yang berani bicara, semakin cepat rantai kekerasan dapat diputus.

"Korban bisa memilih untuk keluar dari lingkaran tersebut, termasuk pilihan untuk bercerai jika memang itu jalan perlindungannya," pungkasnya. (alw)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: