KPK Tak Hadiri Undangan Baleg

KPK Tak Hadiri Undangan Baleg

KPK Tak Hadiri Undangan BalegREVISI UU KPK JAKARTA- Ketidakhadiran komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memenuhi undangan Badan Legislasi (Baleg) DPR terkait pembahasan revisi UU KPK, kemarin, memantik kekecewaan sejumlah anggota dewan. Baleg akhirnya mengambil sikap untuk melanjutkan proses pembahasan revisi UU KPK, tanpa perlu lagi mendengar pandangan lembaga antikorupsi tersebut terkait materi revisi. "Jadi mohon maaf, jangan salahkan DPR lagi, kerjaan kami juga cukup banyak. Kami sudah terlampau baik mengundang," tegas Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo, dalam rapat Baleg, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin (4/2). Pada rapat dengar pendapat umum (RDPU) tersebut, KPK hanya diwakili Deputi Informasi dan Data Hary Budiarto. Dia didampingi sejumlah pegawai KPK lainnya. Diantaranya, Kepala Biro Hukum Setiadi, Kepala Bagian Litigasi Nur Chusnia, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas Yuyuk Indrianti, dan fungsional Biro Hukum Anatomi Mulyawan. Mengetahui bukan para komisioner KPK yang hadir, rapat baleg sempat diwarnai diskusi tentang perlu tidaknya memberi kesempatan perwakilan KPK untuk berbicara. Setidaknya, untuk mendengarkan argumentasi kenapa komisioner tidak hadir. Mayoritas anggota Baleg yang hadir menilai, tak tepat mendengarkan keterangan apapun dari mulut bawahan para komisioner KPK. Sebab, yang ingin didengarkan sebagaimana jelas disebutkan dalam undangan adalah pendapat para komisioner secara langsung. "Tidak usah tanya-tanya, sudah batalkan saja (agenda rapatnya)," tegas Firman. Politisi Golkar itu termasuk salah satu anggota Baleg yang tidak bisa menyembunyikan kekecewaan atas keputusan komisioner KPK tak memenuhi undangan rapat. Di depan peserta rapat, Firman menggarisbawahi tentang betapa pentingnya agenda rapat kemarin. Hal itu, menurut dia, berkaitan dengan berbagai pemberitaan bernada negatif yang berkembang belakangan ini. Menurut dia, tidak ada kewajiban menugundang KPK dalam proses pembahasan revisi UU KPK. Sebab, posisinya berbeda dengan DPR dan pemerintah yang memang merupakan pemegang otoritas pembuatan UU. KPK hanyalah pihak pelaksana UU. "Tapi untuk menghormati respon publik yang berharap KPK ikut didengarkan, kami akhirnya undang," tutur Firman, dengan nada kecewa. Apalagi, imbuh dia, komisioner KPK sempat memberikan pernyataan secara terbuka bahwa revisi UU KPK bersifat melemahkan. Bahkan, ada statemen dari komisioner, tentang revisi yang 90 persen melemahkan. "Kan kalau begini jadi tidak bisa dipertanggungjawabkan (pernyataan yang ada), harusnya komisioner KPK apresiasi untuk hadir. Kalau begini, silahkan publik menilai siapa yang tidak transparan, DPR atau mereka (KPK, Red)," sindir Firman, lagi. Wakil Ketua Baleg yang memimpin rapat, Totok Daryanto akhirnya mengambil kesimpulan. Politisi PAN itu menegaskan, kalau aturan rapat di DPR harus diikuti. "KPK tak bisa diistimewakan dari lembaga negara lain, dengan bisa mengirim aparat bawahan untuk memberi keterangan. Karena itu, rapat siang ini tidak bisa kita lanjutkan. Bisa disetujui? tanya Totok, kemudian melanjutkan mengetuk palu rapat, tanda keputusan sudah diambil. Informasi yang dihimpun koran ini menyebutkan ketidakhadiran pimpinan itu memang disengaja. Mereka tidak ingin ada kesan tersandera kepentingan DPR. Sebab mereka baru saja dipilih oleh DPR. Sehingga yang dipilih untuk menemuhi DPR ialah tim yang memang memiliki kapasitas membahas revisi UU KPK. Sementara itu ditempat terpisah, sejumlah perwakilan tokoh lintas agama berkumpul di Wahid Institute. Di sana mereka menyeruhkan penolakan revisi UU KPK yang sifatnya melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Pertemuan itu diinisiasi oleh istri mendiang Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah. Dalam kesempatan itu Sinta menagih janji kampanye Presiden Joko Widodo yang terkait pemberantasan narkoba dan korupsi. "Saya minta beliau serius menepati janji kampanyenya. Pak Jokowi harus setegas-tegasnya memimpin pemberantasan korupsi,"' ujar perempuan kelahiran Jombang, Jawa Timur itu. Romo Johannes Hariyanto perwakilan dari Katolik mengungkapkan, banyak yang menghendaki KPK lemah. Sebab lembaga itu selama ini telah mampu berbuat banyak untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu, menurut dia dukungan masyarakat lintas agama sangat diperlukan. Para tokoh lintas agama itu tak hanya menyerukan pernyataan sikap. Mereka berencana menemui presiden dan mendatangi KPK. Yang menarik, kemarin juga datang perwakilan dari agama Sikh, Ben Rahal. Dia mengaku selama ini pemerintah boleh tidak mengakui agama Sikh, namun untuk urusan pelemahan KPK mereka tetap menentang keras. "Meski kami tidak diakui pemerintah, kami tetap Indonesia. Oleh karena itu kami menyatakan keberatan atas pelemahan dan kriminalisasi KPK," tegasnya. Menurut dia, pernyataan sikap itu harus terus ditindaklanjuti dengan langkah kongkrit. ''Mari kita bergerak bersama melawan pelemahan KPK,'' imbuhnya.(dyn/gun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: