Banner v.2

Hanya Temukan Dua Rumah Samadikun

Hanya Temukan Dua Rumah Samadikun

Kejagung Beri Waktu Samadikun Bayar Pengganti JAKARTA— Penangkapan buronan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun masih menyisakan masalah terkait uang pengganti senilai Rp 169,4 miliar. Hingga saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) hanya mendeteksi dua aset Samadikun, yakni rumah di jalan Bambu Menteng dan sebuah tanah di Puncak Bogor. [caption id="attachment_103815" align="aligncenter" width="100%"]Kepala BIN Sutiyoso (keempat kiri) dan Deputi satu bidang luar negri Sumiharjo Pakpahan (kedua kanan) saat membawa buron kasus Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono (ketiga kanan) tiba di Bandara Halim Perdanakusums, Jakarta, Kamis (21/4/2016). FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS Kepala BIN Sutiyoso (keempat kiri) dan Deputi satu bidang luar negri Sumiharjo Pakpahan (kedua kanan) saat membawa buron kasus Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono (ketiga kanan) tiba di Bandara Halim Perdanakusums, Jakarta, Kamis (21/4/2016). FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS[/caption] Malahan, Korps Adhyaksa itu justru memberikan waktu Samadikun untuk berpikir apakah akan kembalikan uang negara atau tidak. Padahal, buronan itu sudah berupaya menghindari hukum dengan kabur sejak 13 tahun lalu. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Arminsyah menjelaskan, pemeriksaan terhadap Samadikun telah selesai dan dia akan menjalankan eksekusi badan selama empat tahun. ”Kami juga telah meminta untuk uang pengganti senilai Rp 169,4 miliar,” paparnya ditemui di komplek kantor Kejagung kemarin. Saat ditanya apakah akan memberikan uang pengganti, ternyata Samadikun meminta waktu untuk membahasnya dengan keluarga. ”Ya, tentunya kami juga tanya soal dimana saja hartanya hasil kasus BLBI itu,” paparnya. Ternyata, hanya ada dua rumah di Jalan Bambu Menteng dan tanah di Puncak. Kejagung tetap berupaya mendata semua harta yang dimiliki Samadikun. ”Kami bersiap untuk menyita kedua rumah itu, jika Samadikun menolak untuk membayar uang pengganti,” papar mantan Jaksa Agung Muda Intelijen tersebut. Mengapa Kejagung memberikan waktu pada Samadikun? Dia menuturkan bahwa Samadikun masih memiliki niat untuk membayar semua uang pengganti. ”Keinginan membayar masih ada kok,” tuturnya. Untuk kemungkinan aset lainnya, Arminsyah mengaku tidak mengetahuinya. Menurutnya, sejauh ini Kejagung hanya mencatat dua aset berupa rumah saja. ”Sementara hanya ini saja,” ujar Doktor dengan desertasi berjudul redefinisi hukum konsep kesengajaan dalam tindak pidana korupsi tersebut. Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Amir Yanto menuturkan, Kejagung bersikap tegas dengan memastikan uang pengganti ini harus dibayarkan, mau atau tidak mau. ”Tapi, kan masih dimusyawarahkan dulu dengan keluarga besar Samadikun,” ujarnya. Saat ditanya hingga kapan batas waktu Samadikun membayar uang pengganti? Dia mengaku tidak mengetahui. Tapi, tentunya akan ada batasan hingga kapan harus memberikan jawaban mau bayar uang pengganti. ”Kita cek dulu batas waktunya,” tuturnya. Disisi lain, perlakuan terhadap buronan selama 13 tahun itu dinilai cukup istimewa, tidak diborgol dan tidak diperlakukan seperti penjahat biasanya. Tekait penilaian itu, Amir menuturkan bahwa semua boleh memandang seperti itu, tapi yang jelas sekarang Samadikun sudah diamankan hingga masuk ke Rutan Salemba. ”Kan sudah sampai Salemba,” ketusnya. Terpisah, perlakuan ala tamu VIP yang diberikan pihak BIN dan Kejagung terhadap Samadikun mendapat kritikan. Padahal, dalam penangkapan buron lainnya, ada pengawalan ketat hingga pemborgolan sebagai bagian dari prosedur yang berlaku. ”Seharusnya penegak hukum memberikan perlakuan yang sama kepada pelaku kejahatan lain,” kata Bambang Soesatyo, Ketua Komisi III DPR. Menurut Bambang, apa yang dilakukan BIN dan Kejagung pada Kamis (21/4) malam menjadi aneh. Sebab, justru terkesan kedua institusi itu memberikan sambutan hangat atas kepulangan buron BLBI itu. ”Itulah anomali hukum kita. Komisi III menyatakan prihatin dan menyesalkan bagaimana bisa buronan yang diburu puluhan tahun diperlakukan istimewa,” tandas politisi Partai Golongan Karya itu. Anggota Komisi III DPR Supratman Andi Atgas menambahkan, keistimewaan yang diberikan kepada Samadikun justru membuat prestasi penangkapan menjadi tercemar. Perlakukan yang diberikan seolah-olah untuk memanjakan koruptor kelas kakap itu. ”Apa yang terjadi kemarin tidak bisa dihindari kesan seolah-olah memanjakan,” kata Supratman. Andi menilai, seharusnya Kejaksaan atau BIN cukup mempersiapkan proses penjemputan yang biasa. Penjemputan buron tidak memerlukan sebuah seremonial yang justru mengusik perasaan public. Perlakuan bak tamu VIP malah menimbulkan kesenjangan. ”Jangan sampai seolah-olah hukum itu hanya berlaku tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Perlakukan-perlakuan ada khusus itu harus dihindari oleh penegak hukum,” tandas anggota Fraksi Partai Gerindra itu. Sementara itu perbedaan perlakuan yang diterima Samadikun Hartono dan Hartawan Aluwi yang sama-sama dipulangkan dari luar negeri, memicu kritik. BIN dianggap mengistimewakan Samadikun karena tangan buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu tidak diborgol dan dibawa dari Tiongkok menggunakan pesawat carteran. Namun, hal itu dibantah Ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan Badan Intelijen Negara (BIN) Dradjad Wibowo. Menurut dia, jika Samadikun diborgol, bisa jadi ada pengacara menyebut BIN melampaui kewenangan dan disalahkan. Sementara kalau tidak diborgol, dianggap mengistimewakan. "Ibarat buah simalakama. Tapi, tidak ada maksud pengistimewaan," ujarnya saat dihubungi kemarin (22/4). Bahkan, kata Dradjad, ketika meminta tambahan kewenangan untuk mengambil dan menginterogasi terduga teroris dalam waktu 3 hari saja, BIN sudah dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). "Nanti kami bisa dihujat anti HAM," katanya. Menurut mantan wakil ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang lama berkarir sebagai ekonom itu, penangkapan Samadikun memang berbeda dengan Hartawan Aluwi. Dia menyebut, penangkapan mantan bos Modern Grup itu merupakan operasi intelijen kerjasama BIN dengan badan intelijen Tiongkok. "Saking seriusnya pemerintah Tiongkok, mereka sampai mengirim utusan khusus, menyusul Kepala BIN (Sutiyoso) ke London yang sedang mendampingi Presiden," ucapnya. Dradjad menyebut, perkembangan terjadi sangat cepat di London, dan langsung dilaporkan oleh kepala BIN kepada presiden, untuk kemudian terbang ke Shanghai untuk proses lebih lanjut. "Semua harus dilakukan dengan cepat. Meleset sedikit, operasi bisa berantakan dan Samadikun mungkin harus dilepas. Sebagai catatan, Samadikun ini sudah 13 tahun buron dan dia dipulangkan bukan karena ekstradisi," jelasnya. Dradjad pun membandingkan dengan penanganan buron BLBI lainnya. Misalnya, Hendra Rahardja (bos Bank Harapan Sentosa) yang lari ke Australia hingga  meninggal di sana. Lalu, Adrian Kiki InnoDBwan (bos Bank Surya) yang kabur ke Australia  dan dipulangkan melalui proses ekstradisi. Juga David Nusa Wijaya (bos Bank Umum Servitia) yang ditangkap dalam operasi oleh FBI pada 13 Januari 2006 di Amerika Serikat. Menurut Dradjad, fakta bahwa pemerintah Tiongkok mengizinkan, bahkan sangat proaktif membantu operasi intelijen untuk menangkap Samadikun, merupakan sesuatu yang luar biasa. Tanpa chemistry yang sangat bagus antar kedua negara, tidak mungkin ada diplomasi dan operasi seefektif ini. "Jangan lupa, Tiongkok ini negara adidaya, mempunyai sistem dan mekanisme hukum sendiri," ujarnya. Sementara itu pemulangan Hartawan diklaim tak lepas dari kerjasama yang dibangun antara atase di KBRI Singapura dan Immigration and Checkpoint Authority (ICA) Singapore. ''Keberhasilan pemulangan Hartawan itu hasil koordinasi antara atase Imigrasi dan Polisi di KBRI Singapura bersama ICA,'' ujarnya Karo Humas Kementerian Hukum dan HAM Effendy B Perangin Angin, kemarin. Untuk buronan lain yang masih berkeliaran di luar negeri, Effendy mengatakan hal itu ada di bawah tim kejaksaan. Di dalam tim itu juga ada perwakilan dari Dirjen Imigrasi. Nah koordinasi antar negara inilah yang masih dijalin antar atase di KBRI setempat. ''Kebetulan kalau di Singapura, Ditjen Imigrasi punya hubungan baik dengan ICA,'' ujarnya. Hal yang sama seharusnya juga bisa dilakukan untuk pemulangan La Nyalla Matalitti yang tengah berada di Singapura. ''Kalau untuk La Nyalla kami masih mendeteksi di Singapura. Untuk pemulangannya kami tergantung dari Kejaksaan karena sampai sekarang kan masih sekedar dihimbau kembali ke tanah air,'' jelasnya. Pemulangan La Nyalla maupun buronan lain dari luar negeri bisa dilakukan dengan penerbitan SPLP atau surat perjalanan laksana paspor. (owi/gun/idr/bay) JUdul Sambungan: BIN Sebut Tak Ada Pengistimewaan Sadikun

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: