Manasik Haji Jadi 10 Kali
JAKARTA – Jumlah tatap muka manasik haji tahun ini ditambah. Dari sebanyak enam kali tahun lalu, menjadi sepuluh kali tahun ini. Bagi Kementerian Agama (Kemenag) pembekalan dan persiapan haji harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Abdul Jamil mengatakan, penambahan jumlah tatap muka manasik haji itu hasil masukan dari tim di kantor urusan agama (KUA). Dia menuturkan pembina haji di tingkat KUA merasa pembelakan haji dalam empat kali tatap muka di tingkat kecamatan, masih kurang.
Jamil mengatakan tahun lalu enam kali tatap muka manasik haji, terbagi empat kali di kecamatan dan dua kali di kabupaten/kota. ’’Sedangkan kalau jadi 10 kali nanti, maka tujuh kali manasik di kecamatan dan tiga kali di kabupaten/kota,’’ katanya di Jakarta kemarin (17/2). Mantan Dirjen Bimas Islam Kemenag itu menuturkan, kepastian jumlah manasik ini diputuskan dalam rapat Panja BPIH Kemenag dan DPR yang sekarang masih berlangsung.
Mantan rektor IAIN Walisongo Semarang itu berharap dengan penambahan pertemuan manasik jamaah haji bisa maksimal hajinya. Baginya tanda-tanda berhaji yang maksimal adalah, terjadi perubahan perilaku antara sebelum dengan sesudah berhaji. ’’Esensi dari haji itu disitu,’’ tuturnya.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi menyambut baik penambahan jumlah tatap muka manasik haji itu. Namun yang lebih penting baginya adalah manajemen pelaksanaan manasik. ’’Manasik jangan dilaksanakan mepet dengan pemberangkatan,’’ katanya.
Idealnya manasik dari Kemenag dilaksanakan empat bulan sebelum keberangaktan. Bukan seperti sekarang ini yang dilaksanakan sebulan jelang keberangkatan. Sehingga dia menemukan banyak pertemuan manasik yang dimampatkan dan dikurangi durasi pertemuannya.
Dia mengaku pesimis manasik haji tahun ini bakal dilaksanakan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan. Sebab Kemenag masih menuggu urusan pembiayaan yang terkait dengan penetapan BPIH. ’’Manasik itu perlua uang. Diantaranya untuk menghadirkan jamaah sendiri dan pemateri,’’ katanya.
Dadi juga mengusulkan supaya Kemenag menata kembali pelaksanaan manasik. Dia kerap menemukan manasik di tingkat KUA tidak berjalan optimal. Pasalnya semua pegawai di KUA belum pernah berhaji. Sehingga bakal menemukan kesulitan untuk memimpin pelaksanaan manasik haji.
Terkait dengan materi manasik, dia menuturkan tidak sebatas urusan ritual peribadan saja. Tetapi juga disispkan materi tentang sejarah haji. Lalu juga materi lintas budaya (cross culture). Jamaah haji Indonesia harus dibekali bagaimana caranya berkomunikasi dengan penduduk Saudi maupun jamaah haji dari negara lainnya.
Tambah lebih baik lagi jika di manasik haji jamaah diajari percakapan sederhana bahasa Arab sehari-hari. ’’Misalnya menawar barang dengan bilang khomsah riyal (lima riyal, red),’’ pungkasnya. (wan)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

