7.000 Ingkung Warnai Haul Syech Ibrahim Asmorokondi
Masyarakat memadati pelataran Masjid Banyumudal saat mengikuti Haul Syech Ibrahim Asmorokondi, Jumat (27/6).--
KEBUMEN - Nuansa religius dan hangat menyelimuti Dukuh Kuwarisan, Kelurahan Panjer, Kecamatan Kebumen. Ribuan warga dari berbagai penjuru daerah memadati jalanan mengikuti Kirab Ingkung dalam Rangka Haul Syech Ibrahim Asmorokondi.
Syech Ibrahim Asmorokondi sendiri dipercaya sebagai tokoh penyebar Islam yang diyakini sebagai leluhur masyarakat setempat.
Kirab dimulai dari Pendopo Kelurahan Panjer dan berakhir di Masjid Banyumudal, yang menjadi pusat acara haul. Sebanyak 7.000 ingkung ayam kampung dibawa oleh warga dari rumah masing-masing sebagai bentuk tasyakur kepada Allah SWT, sekaligus penghormatan terhadap jasa dakwah Syech Ibrahim, Jumat (27/6).
Tradisi tersebut merupakan warisan leluhur yang dilaksanakan setiap tahun, tepatnya pada Jumat Kliwon di Bulan Muharam. Ini menjadi momen istimewa yang dinantikan oleh masyarakat Kuwarisan serta keturunan mereka di perantauan.
Hadir mewakili Bupati Kebumen Kepala Bagian Kesra Setda Kebumen Cahyo Sambodo Nugroho SSos MSi, Plt Lurah Panjer Budiono, Forkopimcam Kebumen, tokoh masyarakat, serta para alim ulama.
Ketua Panitia, Aziz Ramadhani, menjelaskan Kirab Ingkung merupakan tradisi yang sudah berlangsung sejak lama, diwariskan dari generasi ke generasi.
“Kegiatan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Kuwarisan atas karunia yang diberikan Allah. Khususnya melalui perjuangan dakwah Syech Ibrahim Asmorokondi. Beliau adalah ulama yang pertama kali menyebarkan Islam di kawasan tersebut,” terangnya.
Setiap keluarga membawa minimal satu ingkung ayam kampung yang dimasak dengan bumbu santan. Disajikan dengan nasi serta berbagai lauk. Tak hanya warga lokal, keturunan Kuwarisan dari luar kota pun turut berpartisipasi.
Salah satu peserta Soleh, warga keturunan Kuwarisan yang kini tinggal di Semarang, mengaku selalu pulang kampung setiap tahun demi mengikuti Kirab Ingkung.
“Saya dari Semarang sengaja pulang kampung demi mengikuti tradisi ini. Bisa bertemu keluarga besar, berkumpul di momen yang penuh makna seperti ini sungguh membahagiakan,” ujarnya haru.
Ia menambahkan, keluarganya membuat tiga Ingkung untuk dibawa ke masjid. Meskipun tidak ada doa khusus dalam proses memasak, baginya kehadiran dan kebersamaan di momen ini sudah menjadi bentuk doa dan penghormatan kepada para leluhur.
“Kalau tidak ikut rasanya ada yang kurang. Ini momen spesial yang mempererat hubungan keluarga dan mengingatkan kami pada perjuangan para orang tua dan simbah dulu,” ucapnya. (mam)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


