Paylater, Si Manis Berbisa: Antara Kemudahan dan Jerat Hutang
Paylater, Si Manis Berbisa: Antara Kemudahan dan Jerat Hutang--
Sudah banyak platform besar yang menggandeng lembaga keuangan untuk menghadirkan fitur paylater. Contohnya SPayLater milik Shopee dan Traveloka PayLater Card dari Traveloka.
GoPayLater juga tak mau kalah, menawarkan sistem pascabayar untuk jasa dan produk yang ada di ekosistem Gojek. Fitur-fitur ini menyasar pengguna aktif yang butuh transaksi cepat tapi belum punya dana saat itu juga.
Namun, kemudahan itu tidak datang tanpa risiko. Banyak yang sudah memperingatkan, kalau tidak bijak, paylater justru bisa jadi jerat keuangan yang menyulitkan masa depan.
BACA JUGA:Cara Mudah Mencairkan Limit Shopee PayLater ke Dompet Digital Tanpa Scan QR, 100% Berhasil!
BACA JUGA:Ingin Belanja Sekarang Bayar Nanti? Cek Daftar Dompet Digital dengan PayLater
Di media sosial, tak sedikit yang mengimbau untuk menjauhi paylater karena bisa memicu kebiasaan konsumtif berlebihan. Risiko lainnya mulai dari biaya tambahan, pencurian identitas, hingga potensi dosa riba jika dilihat dari sisi agama.
Regulasi dan Perlindungan Konsumen
Pemerintah pun tidak tinggal diam dalam menyikapi fenomena ini. Paylater diatur dalam Peraturan BI No. 23/6/PBI/2021 serta POJK No. 10/POJK.05/2022.
Ada aturan tegas soal siapa saja yang boleh menyediakan layanan ini dan bagaimana operasionalnya. Selain itu, pelindungan konsumen juga jadi sorotan penting, mengacu pada UU Perlindungan Konsumen dan UU ITE.
Penyelenggara dilarang menyalurkan dana di luar batas hukum negara Indonesia. Sementara itu, penerima dana haruslah warga atau badan usaha yang terdaftar secara sah di Indonesia.
BACA JUGA:Belanja Sekarang, Bayar Nanti dengan Cicilan Fleksibel? Cek Paylater Gopay ini!
Terkait keamanan data dan hak konsumen, semuanya diikat oleh aturan resmi pemerintah. Namun tetap saja, kesadaran pengguna tetap jadi benteng utama dari risiko yang mungkin muncul.
Paylater: Solusi Atau Masalah Finansial?
Jika digunakan dengan bijak, paylater memang bisa membantu memenuhi kebutuhan mendesak. Tapi kalau terlalu sering digunakan, terutama untuk barang-barang konsumtif, keuangan pribadi bisa kacau balau.
Saniah Widuri, dari kantor hukum Yang & Co, menyebut pentingnya literasi keuangan dalam menyikapi tren paylater ini. Menurutnya, pemahaman soal risiko dan kemampuan finansial sangat menentukan apakah fitur ini jadi bantuan atau malah ancaman.
Kemampuan mengelola uang, niat menabung, dan perencanaan jangka panjang akan sangat menentukan hasil akhir dari penggunaan paylater. Kalau asal pakai, jebakan gagal bayar bisa mengintai siapa saja.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


