Perayaan Galungan di Bali tidak sekadar menjadi momen keagamaan, tetapi juga mengandung kaitan erat dengan cerita rakyat tentang Mayadanawa, sebuah narasi yang membawa pesan moral dan spiritual yang mendalam. Cerita ini mencerminkan nilai-nilai kebaikan dan keadilan yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan manusia.
Mayadanawa merupakan sosok yang merupakan gabungan antara cerita sejarah dan mitologi. Raja Mayadanawa, seorang keturunan daitya atau raksasa, memperoleh kekuatan yang besar namun disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan melawan kebenaran spiritual.
Kisah tentang Mayadanawa mencerminkan penolakan terhadap kebenaran spiritual dan penindasan terhadap rakyatnya. Sang raja melarang penyembahan Tuhan dan upacara keagamaan, serta merusak pura-pura yang suci. Tindakan ini mengakibatkan malapetaka dan kehancuran bagi masyarakat Bali.
BACA JUGA:Menyambangi ke Umat Hindu dalam Upacara Entas-Entas Leluhur di Desa Klinting, Kecamatan Somagede
Melalui semadi di Pura Besakih, Mpu Kul Putih mendapat petunjuk untuk meminta pertolongan dari India. Pertolongan datang dalam bentuk pasukan yang dipimpin oleh Batara Indra. Dalam pertempuran yang sengit, pasukan itu berhasil mengalahkan Mayadanawa, menegaskan kemenangan kebenaran atas kejahatan.
Cerita rakyat tentang Mayadanawa menjadi latar belakang perayaan Galungan. Masyarakat Hindu Bali percaya bahwa perayaan ini merupakan simbol kemenangan kebaikan (dharma) atas kejahatan (adharma).
Perayaan Galungan menjadi momen untuk merayakan kemenangan spiritual dan mengingatkan manusia akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Makna Mendalam Penjor dalam Perayaan Hari Raya Galungan
Pada Hari Raya Galungan, pemandangan penjor yang menjulang tinggi menjadi pemandangan khas di berbagai sudut Bali. Namun, di balik keindahannya, penjor juga mengandung makna mendalam yang sarat akan simbolisme dan kekayaan budaya Hindu.
Bagi umat Hindu, penjor bukan sekadar hiasan, melainkan simbol kemenangan dan kemakmuran. Dalam konteks Hari Raya Galungan, penjor menjadi wujud rasa syukur dan persembahan kepada bhatara, mencerminkan makna sejati dari perayaan ini.
Penjor dipercaya mewakili gunung suci tempat Sang Hyang Widi dan simbol kekuatan Sang Hyang Brahma. Dengan strukturnya yang menjulang tinggi dan melengkung, penjor menggambarkan kekuatan alam dan kehidupan suci yang mengalir dalam alam semesta.
BACA JUGA:Haturkan Sesaji ke Hyang Widhi, Umat Hindu Rayakan Galungan
BACA JUGA:Upacara Melasti, 200 Orang Umat Hindu Berkumpul di Pantai Parangkusumo, Bantul
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan penjor, seperti bambu, daun kelapa, umbi-umbian, buah-buahan, dan biji-bijian, melambangkan hasil bumi yang melimpah dan berkah. Setiap elemen yang terdapat pada penjor menjadi simbol keberlimpahan dan kelimpahan yang diberkahi oleh Sang Hyang Widi.
Pemasangan penjor dilakukan dengan penuh kekhusyukan pada Hari Penampahan, sebagai bagian dari rangkaian persiapan menjelang Hari Raya Galungan. Unsur-unsur suci yang terkandung dalam penjor, seperti sajen dan hasil pertanian, menguatkan kaitan dengan nilai-nilai dan etika Hindu yang mengajarkan tentang pentingnya kebersamaan, syukur, dan pengorbanan. (WAN)