RADARBANYUMAS.DISWAY.ID - Hari Raya Galungan, perayaan sakral umat Hindu yang diperingati setiap enam bulan atau 210 hari sekali berdasarkan Kalender Saka Bali, menjadi momen penting dalam kehidupan spiritual dan ritual bagi umat Hindu.
Diperingati pada Rabu Kliwon Wuku Dungulan, perayaan ini bukan sekadar rangkaian acara, melainkan juga memancarkan makna mendalam yang menghubungkan manusia dengan dunia spiritual.
Seperti perayaan suci lainnya, Hari Raya Galungan memiliki makna mendalam bagi umat Hindu. Galungan adalah salah satu upacara yang memperingati dan mengingatkan manusia secara ritual dan spiritual untuk selalu memenangkan Dewi Sampad.
Rangkaian acara Hari Raya Galungan tidak hanya sekadar seremonial, melainkan juga mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang kaya akan makna. Rangkaian acara ini termasuk pemujaan di pura, prosesi upacara, dan pelaksanaan persembahan kepada para leluhur.
BACA JUGA:Umat Hindu Rayakan Hari Suci Galungan
BACA JUGA:Tradisi Wetonan Umat Hindu Desa Klinting, 35 Hari Sekali Tumpengan
Masyarakat Hindu meyakini bahwa pelaksanaan Hari Raya Galungan adalah kunci untuk mencegah datangnya musibah. Keyakinan ini menguatkan komitmen untuk menjaga tradisi dan memelihara keberlangsungan perayaan ini dari generasi ke generasi. Berikut sederet fakta menarik tentang hari raya Galungan dan Kuningan:
1. Makna Hari Raya Galungan dan Kuningan
Hari Raya Galungan dan Kuningan mengandung makna mendalam yang menghubungkan manusia dengan pertarungan spiritual dalam mengendalikan diri. Galungan, yang berasal dari kata "galung" yang artinya perang atau pertarungan, menandakan kemenangan umat manusia atas godaan nafsu.
Perayaan Hari Raya Galungan jatuh pada wuku Dungulan, yang secara harafiah berarti "menang". Periode Minggu dungulan hingga Selasa dungulan menjadi waktu di mana umat manusia melawan godaan dari bhuta tiga atau kala tiga. Puncak kemenangan dirayakan pada Rabu dungulan, yakni Hari Raya Galungan.
Dalam kepercayaan umat Hindu, hawa nafsu manusia direpresentasikan dalam tiga kala. Pertama, kala amangkutat, yang menggambarkan nafsu ingin berkuasa. Kedua, kala dungulan, yang menggambarkan nafsu ingin merebut milik orang lain. Dan ketiga, kala galungan, yang menggambarkan nafsu ingin selalu menang.
BACA JUGA:Uri-uri Budaya, Umat Hindu Belajar Gamelan
BACA JUGA:Umat Hindu Rayakan Hari Suci Saraswati
Perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan bukan hanya sekadar serangkaian upacara dan perayaan, melainkan juga simbol pertarungan spiritual umat manusia dalam menghadapi godaan dan nafsu dalam kehidupan sehari-hari.