2. Mencontoh Teman Sebaya dan Konten di Medsos
Meniru perilaku teman sebaya dan konten yang ditonton di media sosial juga menjadi salah satu alasan anak menjadi pembully. Anak cenderung meniru perilaku teman sebaya dan adegan di media sosial atau hiburan yang mereka saksikan.
Sebagai contoh, saat anak melihat bagaimana sosok pembully di sekolah mendapatkan kekuasaan dan kendali, mereka cenderung meniru tindakan bullying tersebut di lingkungan lainnya.
3. Membalas Dendam
Tidak jarang seorang anak menjadi pembully karena dulunya dirinya menjadi korbal pembullyan. Fenomena ini disebabkan oleh keberadaan rasa dendam yang tertanam dalam dirinya.
Anak merasa bahwa pelaku atau orang lain juga seharusnya merasakan penderitaan yang pernah mereka alami. Dengan demikian, perasaan dendam tersebut bisa menjadi pemicu bagi anak untuk melakukan perilaku bullying sebagai bentuk balas dendam atau pembalasan atas perlakuan yang pernah mereka terima.
BACA JUGA:Inilah Cara Menghadapi Anak yang Sedang Tantrum
BACA JUGA:5 Cara Efektif Mengatasi Anak Saat Tantrum
4. Merasa Superior
Selain itu, ada juga faktor internal dalam diri seseorang anak yang menyebabkan mereka cenderung membully teman sebaya atau orang di sekitarnya.
Rasa superioritas yang ada dalam diri anak membuatnya beranggapan bahwa orang lain seharusnya berada di bawahnya. Oleh karena itu, anak menjadi pembully untuk memenuhi kepuasan atas rasa superioritas tersebut.
5. Harga Diri
Tidak selalu orang yang kuat akan menindas yang lemah. Terkadang, mereka yang lemah mencari cara untuk tidak diremehkan oleh yang lebih kuat.
Anak yang jarang mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarga, seringkali merasa memiliki harga diri yang rendah.
BACA JUGA:Orang Tua Harus Tahu! Inilah 6 Pola Asuh yang Membuat Anak Jadi Manja
BACA JUGA:Mengenal Lebih Dalam Tentang Nunchi Parenting, Pola Asuh ala Orang Korea