SALMAN TOYIBI/JAWA POS
ISI BBM : Warga mengisi bensin di salah satu SPBU di kawasan, Kuningan, Jakarta.
JAKARTA – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi tampaknya hanya tinggal menunggu waktu. Pemerintah saat ini masih mematangkan skema harga baru untuk BBM jenis pertalite dan solar.
Sebagai BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat, kenaikan harga pertalite menjadi yang paling disorot. Per Juli 2022, konsumsi pertalite sudah mencapai 16,8 juta kiloliter (kl).
Informasi yang berkembang, pemerintah berencana menaikkan harga pertalite dari Rp 7.650 menjadi di kisaran Rp 10.000.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa kenaikan harga BBM subsidi, termasuk pertalite, tidak boleh sembrono. Perhitungannya harus detail.
”Semuanya saya suruh hitung betul sebelum diputuskan,” katanya, kemarin.
Pihaknya menyadari bahwa kenaikan harga pertalite akan memberikan pengaruh besar terhadap hajat hidup orang banyak. Karena itu, presiden meminta jajarannya berhati-hati terhadap dampak yang akan timbul.
”Jangan sampai dampaknya menurunkan daya beli rakyat, menurunkan konsumsi rumah tangga,” tegasnya.
Selain daya beli dan konsumsi masyarakat, Jokowi mengingatkan bahwa kenaikan harga pertalite bisa memengaruhi kenaikan inflasi. Juga berpengaruh pada penurunan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, saat ini seluruh skema penghitungan kenaikan harga BBM subsidi terus dimatangkan.
”Pemerintah sudah siapkan beberapa alternatif, kita sudah siapkan. Dalam waktu dekat akan dilaporkan kepada Bapak Presiden. Menunggu skenario,” jelasnya.
Sementara itu, dari sisi keuangan negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerangkan, jika konsumsi BBM terus meningkat, anggaran subsidi energi dan kompensasi pada 2022 yang mencapai Rp 502,4 triliun tidak akan cukup.
”Kita memperkirakan apabila laju konsumsi seperti yang terjadi pada tujuh bulan terakhir ini, Rp 502 triliun akan habis dan masih akan ada tambahan lagi,” ungkapnya pada rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI kemarin.