Soal Gerakan Kritisi Jokowi, Guru Besar UMP : Itu Tidak Tulus

Soal Gerakan Kritisi Jokowi, Guru Besar UMP : Itu Tidak Tulus

Guru Besar Pendidikan Sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum--

PURWOKERTO, RADARBANYUMAS.DISWAY.ID - Gerakan mengkritisi Presiden Joko Widodo yang menyebut presiden hendak menghancurkan demokrasi kembali mendapat tanggapan. Kali ini, Guru Besar Pendidikan Sejarah Universitas Muhammadiyah PURWOKERTO (UMP) Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum yang menyebut gerakan tersebut bukan gerakan yang tulus.

"Saya melihat itu gerakan yang tidak tulus. Gerakan itu menuding Presiden Jokowi hendak menghancurkan demokrasi. Kenapa gerakan itu tidak dilakukan dari dulu. Gerakan itu jelas tidak tulus karena baru dilakukan akhir-akhir ini menjelang Pemilu. Saya melihat ada kepentingan di situ, " kata Prof Sugeng, Jumat (9/2/2024).

Dia mengatakan, kali pertama muncul gerakan itu dari Bulak Sumur. Menurutnya, para dosen atau guru besar yang mengkritisi Presiden Jokowi itu tidak membawa nama institusi. "Yang dituduhkan bahwa Presiden Jokowi tidak demokratis itu sama sekali tak berdasar," katanya. "Pernyataan di Bulak Sumur itu kemudian diikuti oleh yang lain. Saya prihatin, itu hanya gerakan ikut-ikutan saja," imbuh Prof Sugeng.   

Tentang adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang membuka peluang bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju Pilpres, Prof Sugeng mengatakan, putusan itu tak berarti mengindikasikan Presiden Jokowi melanggar demokrasi. "Juga tak ada konstitusi yang dilanggar oleh Presiden," katanya. Putusan MK itu, menurut Prof Sugeng bersifat mengikat. Selain itu, putusan MK juga diambil oleh para hakim MK. "Sifatnya kolektif kolegial," imbuhnya.

BACA JUGA:Rektor UMP Raih Penghargaan Perintis Kampus Perguruan Tinggi Ramah UMKM di Indonesia

BACA JUGA:Evaluasi 100 Hari Bidang Akademik, Rektor UMP Siapkan Kelas Siber

Tentang pencalonan Gibran, Prof Sugeng mengatakan, sebaiknya semua melihat perjalanan sejarah Pilpres 2024 ini. Menurut dia, pada awalnya hampir semua partai pengusung Capres mendekati Gibran. Ada yang terang-terangan menyatakan membuka peluang bagi Gibran untuk menjadi Cawapres. "Ketika kemudian Gibran akhirnya bergabung dengan Prabowo, lalu semuanya menjadi ribut," kata dia.

Lebih jauh, Prof Sugeng mengatakan, jika memang kemudian keputusan MK itu tidak dipercaya dan menimbulkan kegaduhan, kenapa lembaga tersebut tidak dibubarkan saja. "Jadi selalu ada kepentingan. Saya mengimbau agar semua kembali ke UUD 1945," tandasnya.

Disinggung tentang adanya gerakan lain yang memuji kinerja ataupun prestasi Presiden Jokowi, Prof Sugeng mengatakan, itu sebagai hal yang wajar. "Ada perbedaan pendapat. Jangan saling membully. Tetapi yang saya ingatkan ialah pendapat itu hendaknta didasarkan fakta dan obyektif. Jangan berpendapat karena rasa dengki di hati atau karena pikiran-pikiran negatif," pungkasnya. (dea)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: