JAKARTA – Wacana dibentuknya lembaga peradilan khusus pemilu kembali mencuat. Hanya saja, perlu ada alasan dan acuan yang jelas terkait berdirinya lembaga tersebut. Bawaslu menilai, perlu ada sejumlah pertimbangan sebelum lembaga peradilan terbentuk.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menyatakan sangat penting adanya kajian rencana pembentukan peradilan pemilu. Fritz mempertanyakan penempatan dari lembaga tersebut.
https://radarbanyumas.co.id/kpu-klaim-partisipasi-masyarakat/
https://radarbanyumas.co.id/pemungutan-suara-bukan-akhir-pilkada/
"Akan berada dimana? Apakah akan ada di dalam lembaga peradilan atau di luar," kata Fritz dalam keterangan resminya, Jumat (18/12). Ia juga mengkritisi mengenai terpusat atau tersebarnya keberadaan lembaga tersebut hingga tingkat daerah. Dia mempertanyakan apakah lembaga tersebut dibuat permanen atau ad hoc (sementara) yang hanya muncul setahun sekali sebelum pemilu dilaksanakan.
Terkait putusan yang dihasilkan lembaga peradilan pemilu tersebut, selain mengikat apakah juga bersifat final atau masih dapat dilakukan banding. Dia memberikan contoh apabila bentuk lembaga itu peradilan maka putusannya harus final karena Mahkamah Agung (MA) tidak dapat menerima perkara yang sudah dapat diselesaikan lembaga peradilan lainnya.
"Misalnya ada putusan Bawaslu atau DKPP yang masih dibawa ke lembaga peradilan umum, maka peran pengadilan dapat menerimanya sebagai permohonan. Jadi itu saya rasa pertanyaan-pertanyaan yang perlu kita lihat. Pada saat kita ini kita melihat lembaga peradilan pemilu bakalan akan jadi seperti apa, apakah dia hanya kepada lembaganya atau putusan yang akan diambil," paparnya.
Diketaui, hingga Jumat pagi (18/12), Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima sebanyak 21 permohonan Penyelesaian Hasil Pemilihan Kepala Gubernur, Bupati, dan Walikota (PHPKada 2020). Permohonan tersebut diajukan baik secara daring melalui aplikasi permohonan online (simpel.mkri.id) maupun secara luring di Gedung MK.
Para Pemohon mendalilkan pelaksanaan pemilu yang berlangsung tidak jujur dan terjadi pelanggaran yang masif seperti permohonan Kabupaten Banggai yang diajukan oleh Herwin Yatim dan Mustar Labolo.
Rullyandi selaku kuasa hukum menyerahkan permohonan ke MK pada pukul 19.19 WIB. Pasangan calon nomor urut 3 ini menyatakan Pilkada Kabupaten Banggai dipenuhi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Pelanggaran tersebut melibatkan berbagai aparat ASN serta dugaan money politic yang terjadi hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Banggai.
“Kami melihat ya, total hampir 98 persen atau 22 kecamatan pelanggaran yang terjadi, dari total 23 Kecamatan yang ada di Banggai. Pelanggaran ini terjadi baik di masa tenang, maupun pada tahapan pemungutan suara. Kami pun sudah memiliki bukti yang cukup banyak, mulai dari Foto maupun Rekaman Video bahwa telah terjadi kecurangan pada pemilu kepala daerah Kabupaten Banggai,” tegas Rullyandi. (khf/fin)