Keluarga Selalu Menjaga Senyum Tetap Menyala
R, siswa kelas 5 SD asal Kecamatan Bojongsari, tumbuh sebagai bocah yang riang. Sepulang sekolah, ia kerap tampak bersepeda dan bermain di sekitar rumah, layaknya anak-anak lain seusianya. Di balik tawa kecil yang akrab terdengar itu, R hidup dengan kondisi medis yang belum sepenuhnya ia mengerti.
ALWI SAFRUDIN, Purbalingga
Sejak kelas 1 SD, R diasuh kakek dan neneknya. Ayahnya meninggal dunia belum lama ini, sementara ibunya sudah tidak lagi tinggal bersama. Menurut sang kakek, R diketahui mengidap HIV/AIDS ketika duduk di kelas 3 SD setelah menjalani pemeriksaan kesehatan. Penyakit itu diduga ditularkan dari ibunya.
Hingga kini, keluarga memilih belum memberi tahu R mengenai kondisi tersebut. Mereka ingin menjaga agar cucunya tetap tumbuh dengan percaya diri dan menjalani hari-harinya seperti biasa. Setiap tiga bulan, R rutin mengambil obat di rumah sakit sebagai bagian dari pengobatannya.
“Alhamdulillah anaknya ceria. R itu senang sekali naik sepeda,” tutur sang kakek. Ia berharap cucunya kelak memiliki masa depan yang terang, bisa mondok, dan menekuni dunia desain yang kini mulai disukai R.
BACA JUGA:Mengenal Lebih Dekat Pedot Kodok, Permainan Anak Tradisional Asli Purbalingga
Dari Kecamatan Kemangkon, kisah lain datang dari N, siswi kelas 6 SD yang telah menjalani pengobatan HIV sejak usia sangat muda. Pada 2020, saat hendak masuk kelas 1 SD, ia diduga tertular dari ayah kandungnya yang kini telah meninggal. Sejak terindikasi HIV, N rutin mengonsumsi obat antiretroviral.
Ibunya mengaku belum siap menjelaskan kondisi kesehatan putrinya. “Saat ini dia belum tahu. Saya menunggu kesiapan mentalnya nanti ketika SMA,” ujarnya.
Perjalanan N tidaklah mudah. Pada usia tujuh tahun, ia sempat kritis dan menjalani operasi saraf otak di RSUD Goeteng Taroenadibrata. Pemulihan panjang itu berdampak pada kemampuan kognitifnya yang kini cenderung lebih rendah dibandingkan anak seusianya. Meski begitu, N tetap beraktivitas seperti biasa: sekolah, mengaji, dan mengikuti les. Setiap dua bulan, ia mengambil obat di Puskesmas.
Bantuan kecil kadang menjadi penguat, seperti ketika N menerima sepasang sepatu dari Komunitas Sedekah Sepatu. “Kami berterima kasih kepada yang telah berdonasi, semoga diberikan kesehatan dan rezekinya ditambah,” ujar ibunya.
BACA JUGA:Yogi Sutrisno, Pengrajin Jam Tangan Kayu Larangan: Merawat Waktu dari Sebuah Bengkel Kecil
R dan N merupakan dua dari 19 anak penyandang HIV/AIDS di Purbalingga yang menerima bantuan sepatu, sembako, dan susu formula dari Komunitas Sedekah Sepatu Purbalingga. Bantuan itu diberikan sebagai bentuk dukungan dan semangat agar anak-anak tetap tumbuh dengan percaya diri.
Founder Komunitas Sedekah Sepatu, Yuspita Palupi, mengatakan kegiatan ini tidak sekadar rangkaian peringatan Hari HIV/AIDS 1 Desember 2025. Lebih dari itu, tujuannya untuk memberi penguatan moral bagi para penyandang HIV, terutama anak-anak.
“Kami ingin memberikan dukungan mental agar anak-anak ini tetap percaya diri dan semangat bersekolah,” katanya.